Sejak akhir Januari, media sosial, terutama Tiktok memunculkan banyak postingan terkait gembiranya terpilih sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Demikian pula ada Tiktoker yang sedih karena tidak terpilih menjadi anggota KPPS. Akhirnya rencana menikah, beli rumah baru, resepsi kelulusan, dan liburan ke luar negeri menjadi kandas.
Tentu saja itu hanya meme atau pernyataan karikatural. KPPS adalah instrumen terkecil dari penyelenggara Pemilu yang melakukan tugas utama pungut-hitung pada hari H (14 Februari 2024). Mereka pun hanya dibayar sekali untuk rentang kerja sebulan. Di luar honor, hanya ada per diem bimbingan teknis dan pelantikan. Untuk honor pun kemungkinan dibagikan paling cepat 25 Februari 2024.
Anggota KPPS dilantik serentak pada 25 Januari 2024. Jumlah KPPS yang terpilih sebanyak 5.741.127 orang dan tersebar di 820.161 TPS di seluruh Indonesia itu adalah benteng suara rakyat.
Serdadu demokrasi
Berapa gaji KPPS sesungguhnya? Jika melihat gajinya tentu orang akan tidak menyangka begitu banyak orang yang berharap mendapatkan pekerjaan ini, terutama yang telah berumur 17 – 54 tahun. Sebagaimana dijelaskan di situs KPU dan didiseminasi di banyak media, besaran honor ketua KPPS hanya Rp1,2 juta dan anggota mendapatkan lebih sedikit dari itu (Rp1,1 juta). Kecil sekali, bahkan untuk beli cincin tunangan pun tidak cukup. Bandingkan gaji ketua Panitia Pemilu Kecamatan (PPK) Rp2,5 juta dan ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Rp1,5 juta dengan masa kerja 15 bulan.
Untungnya, gaji KPPS melonjak lebih 100 persen dibandingkan Pemilu sebelumnya. Pada Pemilu 2019 ketua KPPS mendapatkan upah Rp550 ribu dan anggota Rp500 ribu. Penulis sendiri pada Pemilu 2019 menjadi ketua KPPS Luar Negeri (KPPS-LN) di Kuala Lumpur dengan bayaran hampir Rp7 juta yang ditransfer dua bulan setelah Pemilu. Tentu itu sudah all in dengan tiket pesawat dan penginapan yang harus ditanggung oleh peserta KPPS-LN yang datang dari Indonesia. Proses kerja pun tidak selesai dalam satu hari pungut-hitung. Pemungutan dilakukan pada 14 April 2019 dan penghitungan pada 17 April (H+3). Tahun ini ketua KPPS-LN mendapatkan honor Rp8,4 juta dan anggota Rp8 juta.
Namun jangan pernah remehkan peran KPPS. Mereka bisa disebut serdadu demokrasi elektoral. Mereka lah yang paling dimintai tanggung jawab atas kemurnian suara Pemilu. Beban kerjanya pun jauh berlipat karena harus maraton tanpa henti hingga 36 jam!
Pemilu 2019 menjadi pelajaran untuk pembatasan umur petugas KPPS. Refleksi pemilu terakhir yang memenangkan Jokowi saat itu, terdapat 894 petugas KPPS yang meninggal dan 5.175 sakit (Kompas.com, 22/1/2020). Tumbangnya petugas KPPS saat itu disebabkan beratnya beban kerja yang menguras tenaga, pikiran dan perasaan. Rata-rata petugas yang mengindap penyakit degeneratif (hipertensi, jantung, osteoporosis, diabetes) menjadi korban dominan. Maka, pada Pemilu kali ini ada pembatasan usia, bahwa yang lewat paruh baya hingga umur pensiun tidak dilibatkan lagi sebagai petugas KPPS.
Pemerintah mencoba merasionalkan gaji KPPS dengan beban kerja, meskipun juga tidak memadai. Problem utama kegiatan pungut-hitung adalah waktu yang tidak berjeda. Upaya memudah mekanisme pungut-hitung secara elektronik seperti dilakukan di negara maju belum jua disepakati. Ada kecurigaan server bisa diutak-atik oleh hacker atau rejim penguasa seperti pada pemilu di Amerika Serikat (2016), Rusia (2018), dan Turkiye (2023), dan menjadi sebab model tradisional ini masih dipilih di era serba digitalisasi seperti saat ini.
Kerja KPPS sebagaimana disebutkan di dalam Keputusan KPU No. 66/2024 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilu akan mulai berkeringat sejak H-5 dengan mengumumkan lokasi TPS. Pada hari H, kegiatan dimulai dengan membuka rapat sejak pukul 07.00; membagi 5 jenis surat suara kepada pemilih baik pemilih tetap (DPT), tambahan (DPTb), dan khusus (DPK); memfasilitasi kenyamanan bagi pemilih tunanetra, ibu hamil atau menyusui, dan lanjut usia; mencelupkan jari pemilih ke tinta; mencatat hasil penghitungan suara dari partai politik dan peserta Pemilu; menyusun dan mengelompokkan surat suara; hingga menyerahkan kotak suara dan kelengkapannya kepada PPS.
Menjaga integritas
Kini semua mata akan mengarah kepada peran KPPS. Seluruh tahapan Pemilu akan bermuara pada hari H dan KPPS akan menjadi gladiator terdepan. Meskipun ada peran Pengawas Kelurahan/Desa (PKD) dan Pengawas TPS dari jajaran ad hoc Bawaslu, saksi dari setiap partai politik, pemantau pemilu, hingga aparat TNI/Polri sebagai pengamanan, KPPS adalah “penguasa utama” TPS.
Dari amatan penulis, ada KPPS yang melibatkan aparat desa. Ada juga kepala dusun hingga kepala urusan (kaur) desa yang terpilih. Demikian pula kasus pemilih pemula yang menjadi ketua KPPS. Hal ini karena tidak mudah memilih KPPS uber alles. Memang tidak ada larangan ASN menjadi anggota KPPS, meskipun hampir tak ada PNS yang mengambil peran itu.
Namun hal itu bisa disiasati dengan bimbingan teknis dan proses belajar cepat dari peserta yang berpengalaman di Pemilu sebelumnya. Demikian pula ada ancaman pidana Pemilu jika anggota KPPS bersikap curang atau tidak profesional saat tugas. Dalam UU Pemilu No. 7/2017 disebutkan ada tindak pidana bagi KPPS yang tidak melaksanakan pemungutan suara (pasal 502 UU No. 7/2017); tidak membuat berita acara (pasal 503) dan salinan berita acara pemungutan (pasal 506) dengan ancaman hukuman penjara maksimal 1 (satu) tahun dan denda maksimal Rp12 juta.
Demikian pula anggota KPPS yang terlibat politik uang akan dijerat ancaman pidana maksimal 3 (tiga) tahun dan denda Rp36juta (pasal 523 ayat (3)). Hukuman paling parah jika KPPS membuat calon pemilih menjadi tidak bernilai hak suaranya atau peserta pemilu mendapatkan tambahan suara, maka anggota KPPS itu bisa dihukum maksimal 4 (empat) tahun penjara dengan denda maksimal Rp48 juta (pasal 532).
Kembali kepada peran KPPS, meskipun honor hanya sekali, mereka harus bisa memberikan kesan permanen. Kesan manis bisa didapatkan jika mereka menjadikan momentum ini bernilai positif bagi demokrasi elektoral. Namun, kesan penyesalan akan didapatkan jika terjebak curang hingga harus mendekam di balik teralis penjara.
Dengan nafas penuh heroisme dan profesional, KPPS bisa menjaga martabat pemilu. Demikian pula mereka bisa memenuhi hasrat KPU menjadikan “Pemilu 2024 sebagai sarana integrasi bangsa” dan motto Bawaslu, “bersama rakyat tegakkan keadilan Pemilu”. Pekerjaan KPPS yang jujur dan adil akan menunjukkan apakah hasil survei yang selama ini beredar mewakili suara rakyat ataukah hanya suara elite dan kaum aristokrat yang berkuasa.
Teuku Kemal Fasya, dosen Antropologi Fisipol Universitas Malikussaleh. Dimuat pertama kali di Kompas.id, 14 Februari 2024. Penulis buku Sehat dan Sekarat Demokrasi (2023).