This might be controversial
Saya mau bercerita unek-unek yang saya alami sebagai alumni LPDP. Beasiswa yang nge-hits di kalangan anak muda Indonesia ini memang menyimpan berjuta kenangan dan cerita tersendiri buat saya. Bagaimanakah perasaan saya bekerja di korporasi Jakarta setelah melanglangbuana 2 tahun di Swedia? Simak post ini!
Sebelumnya saya kasih sudut pandang saya saat dulu tahun 2015 apply beasiswa ini, lalu nanti sedikiiiit tentang gejolak batin saat studi di luar sana, lalu nanti unek-unek sebagai alumni.
Disclaimer dulu, bahwa saya ngomong ini dalam kapasitas pribadi. Gak membawa nama instansi apapun, dan tidak mewakili alumni atau awardee yang lain... Walaupun mungkin banyak yang kisahnya mirip kayak saya sekarang
TAHUN 2014
Niat untuk sekolah keluar negeri saat itu sangat menggebu-gebu di benak saya. Sebagai seorang pria yang baru saja menginjak usia 22 tahun dan baru saja lulus kuliah di salah satu perguruan tinggi di Indonesia, saya berpikir, "Saatnya mengambil pendidikan tinggi, menjadi ahli materials science, dan nantinya memajukan Indonesia". Naif? Idealis? Mulia? Atau hanya egois? Pada saat itu, hanya Tuhan yang tahu.
Belajar bahasa Inggris 2 minggu, lalu ikut tes IELTS di bulan November, lalu bulan April 2015 (kalau gak salah) daftar seleksi beasiswa LPDP, tak lupa tanya sama kenalan sana-sini tentang gimana tipsnya, baca sana-sini....Lalu dipanggil buat jenjang berikutnya: Wawancara dan LGD
Tanya sana-sini, dapet tips paling joss:
- Cari tau masalah Indonesia apa
- Bikin bagaimana dngan berangkatnya kamu ke sekolah di negara X bisa membantu menyelesaikan masalah tersebut
- Justifikasi dengan alasan kenapa kamu memilih negara dan kampus dan jurusan yg kamu pilih
- Finally: Elaborasi dengan visi/misi mu 5 tahun ke depan
Kalau diperhatikan, sepintas orang suka bergurau: "Mau dapet LPDP mah bilang aja mau jadi dosen/akademisi, sama bacot-bacot lain lah". Ini menunjukkan bahwa pada waktu itu (tahun 2015) tidak terlalu susah untuk mendapatkan beasiswa ini.
So, hari H wawancara. Saya jawab pertanyaan dengan simple, dengan sudut pandang sarjana teknik material.
"Indonesia gak ada produksi material canggih (semikonduktor, dll), makanya saya mau jd ahli material, nanti bantu bikin Indonesia superior di bidang teknologi. Habis lulus saya mau kerja beberapa tahun, lalu S3, lalu jadi dosen/peneliti yang paham sains dan kondisi lapangan di industri. Kenapa mau Swedia? karena mereka mengedepankan sustainability. Percuma kan teknologi bagus tapi gak ramah lingkungan"
Pewawancara saat itu bilang bahwa saya bagus, visioner. Padahal kalau sekarang merenungi itu lagi, antara mau ketawa dan sedih. Perasaan kok dulu naif banget ya. Tapi ada perasaan bahwa itu adalah idealisme yang (mungkin) waktu itu direncanakan dengan sungguh-sungguh. Kalau ditanya sampai sekarang masih mikir kayak dulu apa gak, jawabannya iya, MASIH
OK fast forward selama kuliah di Eropa.
Expectation: kumpul dengan orang-orang terpelajar, kaum cendekiawan, orang berilmu.
Reality: iya sih terpelajar, tapi gak sesuai ekspektasi. In the end saya masih gaul sama manusia, bukan alien atau dewa.
Gak bermaksud menjelekkan siapapun, tapi saya merasa aneh aja. Banyak kenalan awardee (dan gak cuma di Swedia) yang dalam tanda kutip gak sesuai sama profil awardee ideal yg saya bayangkan. Yang malas belajar? ada. Yang sering party tapi akademik keteteran? ada. Yang dapet pasangan orang sana lalu gak mau pulang? ada. Yang gak mau pulang karena alasan lain? Banyak.
Mereka punya alasannya sendiri. But still, pada saat itu rasanya kecewa lumayan
Bahkan pas di sana, buka reddit, ada 1 forum yang bahas kejelekannya awardee dan alumni LPDP loh. Saya gak komen, cuma jadi silent reader. Tapi jd tau unek-unek orang lain ke kami yang makan porsi pajak cukup besar ini.
Alasan paling klise kenapa awardee LPDP gak mau pulang:
- Gak ada pekerjaan yang sesuai bidangnya di Indonesia
- Indonesia gak enak, banyak kurang ini-itu dibanding negara tempat dia belajar
Dan lain-lain. Kalau mau silahkan cari di hashtag yang dulu sempat populer. Shit lpdp awardee say atau apa gitu.
Itu generalisasi sih, tapi gak akan ada generalisasi kalau gak ada jumlah yang cukup banyak untuk orang notice.
2 tahun kurang dikit kuliah di Swedia, lalu dapat kesempatan ke Nepal buat kerja volunteer sambil liburan. Pulang deh k Indonesia.
.
Sempat perang batin antara balik apa gak. Tapi akhirnya memutuskan untk balik. Paling gak penuhi janji ke diri sendiri dulu kalau mau pulang (padahal emang gak dapet kerja di sana lol)
Bercanda, tapi yaudah intinya balik aja Indonesia. Lalu apa yang menunggu di Indonesia? ini pernah saya ucapin berkali-kali:
"Yang menunggu adalah pengangguran"
Yup. Sarjana teknik material aja agak gak common kerjaannya di Indonesia. Banyak yg lintas bidang. APALAGI MAGISTER. Masalah terbesar di Indonesia buat alumni LPDP, atau alumni S2 lainnya adalah: susahnya dapat pekerjaan. Kecuali dulu punya pengalaman kerja, kalau fresh grad langsung S2 saya yakin bakal struggle nganggur dulu.
Biasanya di sini mulailah luntur idealisme yg dbawa pas wawancara.
Pas wawancara: "Habis lulus mau ngembangin nanoteknologi" "Habis lulus mau riset untuk roket" "Habis lulus mau kerja riset tentang biodiversity"
Habis lulus kuliah: *apply k mana aja deh. mau startup, MT Bank, konsultan, apapun yang penting gaji gede
Ada yang gak gitu, tapi yang gitu juga banyak. Kita fokus ke yang gitu aja dulu ya. Kita coba cerita 1 contoh yang kayak begitu. Ada seorang awardee. Sebut saja Mawar.
Pulang ke Indonesia, kenalan sama saya. Diskusi rencana ke depan mau apa. Jawabnya: Mau bikin bisnis ini-itu, mau bantu daerah sini situ yang kurang ini-itu. Udh ada rencana matang gini gitu.
Saya tanya: pnghasilan gmn? Jawabnya gak masalah sama uang, lagian bisnis bisa menguntungkan.
Jreng, bulan depan dipanggil interview buat kerja di multinational company. Udah hilang deh rencananya tadi. di-wa pun kadang gak bales. Dulu ikut seminar/sharing session paling rajin, Sekarang pas weekend pun gak mau, alasannya capek.
Saya gak menyalahkan mereka yang gitu. Ya namanya juga dapet kesempatan mmperbaiki hidup. Saya masih agak bersyukur aja saya punya pride yang tinggi. Jadi dulu sempet ngomong A, mau berganti jadi B takut malu ketauan sama temen hahaha.
Lanjut ke bagian berikutnya: Ini cerita saya sebelum dapet kerja seperti sekarang
Agustus sampai ke Indonesia, dapet internship di salah satu Management Consulting. September - November.
Kontrak abis.
Sambil nyoba-nyoba bisnis, dari November 2017 sampai April 2018 nyari kerja sana-sini. Mungkin kalau ditotal ada 100 mungkin lebih jumlah lamaran yang dikirim. Yang dipanggil wawancara, yang dapet? ya segitu. Dari 100an tadi, yang material-engineering (berhubungan sama bidang pas kuliah)? Paling 5.
Selama beberapa bulan nganggur itu, dan sampai sekarang, banyak ketemu dan networking sama teman-teman alumni LPDP. Gak sedikit yang kerjanya sangat gak sesuai sama kuliahnya.
Lagi, saya gak menyalahkan. Cuma merasa sayang aja (kalau bahasa sunda lebar).
Singkat kata, saya merangkum ada 3 masalah/concern utama terkait awardee dan alumni LPDP:
- calon awardee kurang terdidik mengenai kehidupan setelah lulus
- lapangan pekerjaan kurang sesuai sama kualifikasi alumni
- kurang sistem kontrol.
Sebelum lanjut, saya mau menekankan bahwa awardee dan alumni LPDP banyak yang baik dan sekarang benar-benar berkontribusi secara nyata buat negeri ini. Ada yang bikin perusahaan sendiri, ada yg riset, sampai ada yg terjun di dunia politik. Yang kerja di korporasi pun banyak yang melakukan bagiannya untuk membangun Indonesia tercinta ini. Apresiasi buat mereka.
Nah kembali ke 3 poin tadi, ini lebih kepada bahan pertimbangan buat yg ingin atau yg sedang menempuh S2..baik itu di luar negeri maupun di dalam negeri. Dengan beasiswa ataupun tanpa beasiswa.
1. Buat adik2 yg mau lulus atau baru lulus S1...apakah benar pengen S2?
Pikirkan 4th+ ke belakang, udah susah kuliah, lalu juliah lagi 2th. Sudah kepikir habis S2 mau apa?
Apakah hanya penunda masuk dunia kerja?
Apakah memang passionmu di situ?
Bagaimana kamu bisa dapat duit, atau bagaimana dengan gradschool bisa memperbaiki kehidupanmu habis itu?
Kalau mau gradschool di negara X, apakah niatmu murni karena topik studinya?
Atau biar bisa jalan-jalan?
Atau karena ceweknya cantik/cowoknya ganteng?
Coba cari dengan benar, lakukan research..apakah topik yg mau kamu ambil itu ada, jarang, atau populer di bursa tenaga kerja Indonesia 2-4 th lagi setelah kamu lulus?
Seberapa "rela" kamu bekerja di bidang yg belok jauh dari kuliahmu?
Terakhir buat adik2...
Freshgrad S1 kira-kira gajinya 5-10 juta, kalau udah 2 th kerja mgkn naik jd 10-15 juta.
Saat dapet beasiswa ke luar negeri dapet kurang lebih 15-20juta. Kerja d luar negeri mgkn gajinya 20-30 juta.
Kalau kamu s2 lalu kerja di Indonesia, rela melepas kesempatan dpt 20-30jt dan meninggalkan gaya hidup 15-20jt dan dapet gaji freshgrad 5-10 juta?
(Walaupun mgkn karir lbh cepet naik dan blm mmprtimbangkan beda biaya hidup beda negara)
Tapi poinnya adalah relakah balik ke Indonesia utk hidup yg di beberapa sisi lebih tidak enak?
Ini berlaku buat gak cuma lpdp ya. Mohon dipikirkan baik-baik biar nanti gak kabur gak mau balik ke indonesia.. atau balik ke Indonesia lalu kayak saya misuh2 ngebandingin gak enaknya d sini dan enaknya di sana lol.
2: Lapangan kerja kurang cocok sama kualifikasi alumni. Ini sebenarnya masalah umum. Gak mesti s2 s3. S1 D3 D4 bahkan SMK yg katanya sudah dijuruskan khusus pun sering "nyasar" ke pekerjaan yg gak sesuai sama sekolahnya.
Sarjana teknik kerjanya di MT bank.
Sarjana sains kerjanya jadi HR.
Sarjana psikologi kerja jadi staff engineer.
Bahkan ada iklan salah satu capres yg menggambarkan sarjana arsitek kerja ini itu
Saya gak bilang itu salah atau jelek, asal halal dan jujur saya respek sama kerjaan apapun. Tapi masalahnya memang banyak ketidakcocokan antara kebutuhan tenaga kerja dan ketersediaan orang yang mau kerja.
Ini yang salah kaprah di kalangan mahasiswa, apapun jenjang pendidikannya. Belajar kuliah tu bukan berarti harus bekerja saklek sama banget dengan jurusannya. Belajar di kampus itu MELATIH otak kita gimana caranya berpikir, analisa masalah, cari solusi, dan menjadi adaptif terhadap perubahan.
Idealnya orang berpendidikan bisa kerja apa saja sebagai fresh graduate.
Lebih ideal lagi kalau sama dengan jurusan kuliahnya. Ya melenceng dikit juga gapapa. Lulusan teknik mesin kerja di perusahaan kimia juga gak masalah kan?
Masalah "pEkERjaAn di InDo G4k S3suAi sAm4 biD4ng KuLiAh AkU" sebenarnya gak valid. Gak bisa dijadiin alasan.
Karena lulusan S1 aja banyak yang gitu.
Di perusahaan tempat saya kerja aja ngurusin konstruksi tapi pada dari teknik elektro, perminyakan, bahkan fisika
- Sistem Kontrol.
Dulu dan sekarang sudah beda sih. Makin sini LPDP makin ketat seleksinya, bunyi klausul "harus pulang" setelah lulusnya pun berbeda.
Kasarnya kalau dulu, asal luar negeri bahkan universitas gak jelas pun bisa dapet, dan siapa saja bisa dapet LPDP.
Sekarang jumlah universitas dibatasi, hanya the absolute best universities di sebuah negara yg dimasukkan ke daftarnya (definisi best nya menurut pertimbangan beberap sudut pandang tentunya)
Saya inget, dulu kontrak saya isinya "hanya" gini: bersedia kembali ke Indonesia setelah masa studi. Gak ada yang detail banget. Sangat mudah "dimainkan" kan?
Sejak taun 2017 kalau gak salah, isinya ada yang mengatakan kurang lebih harus balik ke Indonesia dan mengabdi selama 2n+1 masa studi. Paling gak jadi lebih jelas.
Sistem kontrol ada, makin sini dirasa makin membaik. Mulai dari dijapri satu-satu sekarang posisi di mana setelah lulus, sampai diberi peringatan untuk kembali ke Indonesia.
Kesimpulan nih!
LPDP adalah beasiswa yang bagus. Punya visi. Tapi namanya lembaga yang terbilang masih muda ya banyak kekurangannya. Salah satunya bisa banyak kecolongan sama awardee-awardee yang kasarnya kurang bertanggung jawab.
Sebagai yang pernah menjadi peserta seleksi, awardee, dan sampai sekarang jadi alumni...Saya memahami bahwa manusia itu berubah. Idealisme yang dulu dimiliki, bisa jadi dilupakan, atau gak relevan lagi saat disambungkan dengan kondisi sekarang.
Saya gmau nge-judge kalau yg pulang itu "baik" yang gpulang "ga baik", tapi alangkah baiknya apa yang dijanjikan oleh kita saat wawancara ya coba ditepati.
Kalau mau S2 langsung hbs lulus kuliah, pikirkan secara matang dlu mau gimana nanti beresnya. bersiap dengan kondisi hidup yg lebih "tidak baik" di Indonesia nanti setelah lulus.
Jangan beralasan kalau bidang kerja gak sesuai jurusan karena itu juga kejadian di kawan-kawan yang lulusan S1.
Sekian yah. Terima kasih sudah mau baca tulisan yang panjang ini
Terima kasih lho udah komen, like dan RT. banyak banget notif nya