Sebagaimana kelaziman yang selama ini kita dengar, banyak beberapa dai atau ustaz (baku) yang menyebarkan kesalahan tafsir yang banyak orang tidak sadari. Di antaranya yaitu "Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan". Kemudian masyarakat luas mengartikan bahwa dosa fitnah memang lebih keji daripada dosa pembunuhan.
Lantas, apakah penafsiran ini dibenarkan?
Tafsiran tersebut berasal dari ayat (الْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ). Lazimnya, tafsiran ini digunakan untuk menanggulangi bahaya fitnah, serta digunakan sebagai pembanding bahwa kekejian fitnah lebih besar dibandingkan pembunuhan.
Padahal, arti sebenarnya dari (الْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ) adalah "Kekafiran lebih berat daripada pembunuhan". Artinya, الْفِتْنَةُ pada ayat tersebut tidak bermakna "perilaku fitnah".
Adapun yang dikehendaki dalam redaksi tersebut, الْفِتْنَةُ memiliki makna "kekafiran". Dosa kekafiran lebih kejam daripada pembunuhan. Apa alasannya?
Sebab, dosa pembunuhan tidak seberapa jika dibandingkan dengan dosa orang-orang kafir. Orang muslim yang membunuh kelak akan dimasukkan ke dalam surga meskipun awalnya disiksa di neraka. Sedangkan orang-orang kafir tidak akan pernah mencicipi surga sekalipun.
Ada juga beberapa tafsir salah kaprah lainnya, seperti "Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya", "Allah tidak akan mengubah nasib kam hingga kaum itu yang mengubahnya sendiri", dan masih banyak lagi.
Untuk selengkapnya bisa Anda baca di sini : Wajib Baca! Beberapa Tafsir Salah Kaprah yang Sudah Menyebar di Telinga Masyarakat