🐞🐞
"Tsurayya jangan buah sampah sembarangan, Nak," Ambu mengingatkan Tsurayya saat dia buang sampah di atas kursi.
"Sembarangan itu apa?" Tsurayya malah bertanya
"Berceceran," jawab ambu singkat
"Berceceran itu apa?" tanya Tsurayya penasaran
"Tsurayya buang sampahnya di tempat sampah pink ya," kata ambu tanpa jawab pertanyaan Tsurayya.
Lalu Tsurayya buang sampah ke tempat sampah.
🐞🐞
"Tsurayya jangan teriak, Nak, dede lagi bobo" kata ambu yang lagi nenenin de Im
"Aaaaaaaa.." Tsurayya malah sengaja teriak membuktikan ucapan ambu.
"Tuh ga bangun ya de Im nya, aaaaaaaa," Tsurayya senang de Im beneran ga bangun dan teriak lagi.
"Tsurayya bicaranya yang tenang ya," kata ambu sambil berbisik
"Iya ambu," dijawab dengan berisik juga.
🐞🐞
"Tsurayya pipis ya," kata ambu saat Tsurayya bangun tidur
"Ga mauuu," Tsurayya jawab sambil nangis
"Tsurayya jangan pipis ya," kata kakek dari luar kamar
"Ambu ayo pipis nanti dilarang kakek," kata Tsurayya sambil jalan ke kamar mandi
Lalu Tsurayya pipis.
🐞🐞
Itulah sekelumit cerita tentang penggunaan kata "jangan" pada balita, yang sebagian pakar bilang "jangan bilang jangan" tapi disanggah pakar lain karena di Alquran pun banyak kata jangan.
Nah setelah dipraktekkan, ternyata masalahnya bukan terletak pada kalimat tersebut apakah ada kata "jangan" atau tidak tapi seberapa efektif komunikasi kita dengan anak.
Dalam alquran ada banyak kata jangan karena alquran ditujukan untuk orang yang berakal, sedang untuk balita yang akalnya belum sempurna, penggunaan kata jangan jadi bermakna sangat luas, sehingga saat kita melarang menggunakan kata "jangan" harus dibatasi dengan memberitahu hal yang diperbolehkan atau simpelnya memang ungkapkan apa yang kita harapkan seperti pada kasus buang sampah. Tapi kadang kata jangan malah seperti anjuran untuk mereka seperti kasus teriak dan pipis.
Ilmu parenting itu penting, tapi bukan berarti kita jadi robot Parenting yang plek ketiplek ngikutin semua ilmunya.
Pakar parenting boleh mengutarakan teori apapun, tapi pakar anak anak kita ya kita sendiri. 😁