Cara Aceh Memuliakan UAS

in johan •  7 years ago 

ADA kesedihan yang mendera Ustadz Abdul Somad yang dikenal publik dengan singkatan UAS. Walau secara keilmuan, ia tak perlu sedih atas tolakan demi tolakan yang menimpanya. Sosok UAS yang punya segudang ilmu dan tata krama tinggi tentu tidak menyimpan penyakit hati yang justru akan merusak dirinya. Sebagai muslim memang haram memelihara sifat tercela/penyakit hati, seperti dendam atau dengan slogan ‘tidak ada kata maaf untukmu’.

Fitrah manusia pasti akan sedih bila ada orang yang menghina, memaki, dan cibiran pedas lainnya. Sebagaimana menggemparkan publik, UAS ditolak oleh segelintir golongan di Bali saat memenuhi undangan safari dakwah pada 8-10 Desember. Sejatinya peristiwa ini membuat dirinya sedih, sebab ribuan umat muslim di Bali sedang menantinya. Mungkin saja UAS menolak tawaran ceramah di tempat lain karena telah menerima amanah dakwa di Bali. Dan bisa dengan perkara lainnya.

Cerita demi cerita, UAS dituding tidak taat pancasila dan patuh pada konstitusi negara, ditandai dengan sikapnya yang tidak berminat mencium sangsaka merah putih (bendera RI) atas instruksi golongan gelap. Bahkan dinobatkan sebagai dai anti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Yang menyayat hati adalah ketika dilempar tuduhan ingin mendirikan negara khilafah sebagaimana yang diusung Hizbur Tahrir Indonesia (HTI).

Terkait kepemimpinan Islam, seorang muslim sejati tidak bisa mengingkari kewajiban mendirikan khifah di bumi. Hal ini jelas dalam alquran dan hadis. Dalam peradaban muslim, kejayaan Islam di bawah khalifah bertahan sampai khalifah Turki Utsmani. Dan Aceh menjadi bagian dari kekhalifahan Turki Utsmani sejak tahun 1530-an. Kenyataan ini tidak lepas dari kekuatan Islam yang merangkap dalam jiwa pemimpin dan rakyat Aceh pada masa itu.

Kembali ke bab awal. Setalah di Bali, UAS ditolak menyampaikan dakwah di Hongkong pada 24 desember 2017. Secara kasat mata, penolakan itu belum bisa dipastikan murni keinginan otoritas/masyarakat Hongkong. Namun tidak pantas juga menebak-menebak dalang utama dibalik kasus deportasi UAS ke Indonesia. Terpenting adalah sikap hati-hati dan penelitian mendalam atas peristiwa melukai hati umat Islam tersebut.

Penolakan ulama Indonesia baik dalam negeri mau pun luar negeri sudah sering terjadi. Beberapa rentetan peristiwa kelam juga sudah diketahui publik. Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain dan rombongannya ditolak di Bandara Susilo, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pada 12 Januari 2017. Dan Habib Rizieq Shihab pernah dihadang kedatangannya di Bandara Tjilik Riwut, Palangkaraya-Kalimantan Tengah pada 11 Februari 2012. Namun, itu hanya ulah komunitas kecil yang tak perlu disamaratakan.

Aceh jamu UAS
Rakyat Aceh yang tergabung dalam panitia besar pelaksanaan ‘Zikir Internasional dan Peringatan 13 Tahun Tsunami Aceh’ melihat ada luka yang tidak ingin dipermasalahkan oleh UAS pascapengusirannya di beberapa tempat dalam dan luar negeri. Akhirnya panitia mencuri peluang kosong UAS agar mengalihkan jadwal ceramah ke Aceh.

Tak biasanya, penyambutan UAS mulai dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda hingga kembali ke tanah kelahiran terkesan mengharukan. UAS disambut dengan syair pujian yang dikenal dengan ‘shalawat badar’. Persis seperti penyambutan kaum anshar atas kedatangan Nabi Muhammad ke kota Madinah. Demikian seharusnya umat memperlakukan ulama, sebab kita tidak kedatangan Nabi lagi selain Rasulullah sebagai penutup.

Pakain adat yang seharusnya dikenakan dipelaminan dengan didampingi oleh sosok wanita pilihan justru kali ini dipakaikan kepada UAS dan Habib Novel. Semua ini dilakukan sebagai wujud rakyat Aceh memuliakan ulama, khususnya UAS yang memang kian tenar di tanah air. Memuliakan ulama dalam hal ini berposisi sebagai tamu, maka itu sudah budaya Aceh sejak dahulu. Dalam hadit madja disebutkan; peumulia jamee adat geutanyoe. Petuah ini merupakan manifestasi dari ajaran Islam. Sebagaimanan Rasulullah sangat menganjurkan para sahabat untuk memuliakan tamu, bahkan sampai tiga hari.

Cara lain Aceh memuliakan UAS adalah peusijuk. Peusijuk merupakan ritual sakral dalam budaya Aceh. Dan biasa dipraktikkan dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Peusijuk juga dilakukan pada orang yang mendapatkan musibah seperti kecelakaan. Tujuannya untuk memohon berkat dan perlindungan pada Allah. Nah, kali ini UAS sedang didera musibah hati karena ditolak menyampaikan syiar Islam dengan beragam dalih. Maka rakyat Aceh ingin menyembuhkan luka itu dengan memohon doa pada Rabb lewat ritual peusijuk yang dilakukan oleh ulama dayah Aceh.

Memang segilintir orang menganggap peusijuk rajanya syirik. Kita tak perlu hiraukan itu. Aceh punya ulama yang kapasitas ilmunya tak diragukan lagi. Tentu mereka pewaris nabi yang tidak akan menyalahi sunnah Nabi.
Perlakuan Aceh terhadapa UAS atau ulama sejatinya menjandi contoh bagi provinsi lain. Aceh yang menerapkan syariat Islam telah memberikan kesan baik untuk negeri. Bahwa Islam sangat menganggungkan toleransi dalam keberagaman. Non muslim juga banyak yang datang ke Aceh namun tetap dalam perlakuan baik selama tidak menjalankan misi misionaris.

Nilai ini dikembangkan dalam kehidupan masyarakat Aceh sebagaimana amanat konstitusi negara. Aceh menjadi tempat nyaman bagi muslim, dan tempat aman bagi non muslim. Di sini akan terlihat jelas bahwa Islam agama yang melindungi semua umat. Tetapi Islam tidak membiarkan penganutnya dirusak dengan perkara yang merugikan muslim. Intinya, Aceh dengan kemegahan syariat Islam saat ini tidak melawan Hak Asasi Manusia (HAM) yang selalu disalah tafsirkan oleh pihak yang menentang syariat.

Beberapa perlakuan tidak menyenangkan kepada UAS, umumnya umat Islam tidak boleh terulang lagi walau dari idiologi agama yang berbeda. Karena dasar pendirian NKRI sejalan dengan poin syariat yang tidak menindas pemeluk agama lai dengan sewenang-wenang.

Terakhir, sosok UAS memiliki ilmu luas dan sopan santun. Sebab itu ia tak ingin menghina orang yang melukainya. Pada dasarnya, tidaklah menghina kecuali orang yang hina. Mohd Azhar pernah berkata, setiap orang yang mempunyai emosi yang tenang, mereka tidak mudah marah, sedih, iri hati, dengki, dan sebagainya. Perawakan UAS yang tenang tentu menjadi bukti bahwa ia tak perlu repot membalas hujatan dan perlakuan tak beradab pihak lain terhadap dirinya. Inilah ajaran Rasulullan yang selalu dipraktikkan semasa hidupnya. Orang yang berilmu itu banyak, tetapi orang yang beradab itu sedikit. Syaikh Abdul Qadir Aljailani pernah berpesan; aku lebih menghormati orang beradab dari pada orang berilmu. Kalau berilmu, setan pun berilmu, tetapi dia tak punya ada.

*Amiruddin (Abu Jidan). Blogger dan Penulis lepas.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!