PERS kampus di Aceh selama ini mati dan tumbuh silih berganti. Penyebab pers kampus tidak bisa survive selalu klise; tidak ada dana. Kendati memang terdengar klise, tapi begitulah kondisi riilnya. Pers kampus memang bukan tidak dikelola secara bisnis murni, sehingga susah untuk dilirik pemasang iklan.
Selain dana, pers kampus sering mendapat benturan dari rektorat akibat pemberitaan yang dinilai merugikan petinggi universitas. Idealisme mahasiswa terkadang tanpa kompromi terhadap berbagai kebijakan rektorat yang harus mempertimbangkan banyak hal. Belum lagi kemampuan mahasiswa dalam menggarap sebuah media masih sangat terbatas karena banyak di antara mereka hanya bermodal semangat dan idealisme. Mahasiswa yang mempunyai latar belakang jurnalistik masih sangat kurang.
Dengan segenap kekurangan itu, wajar saja bila media kampus tak pernah berumur panjang. Modal semangat dan idealisme ternyata tidak cukup untuk membangun media kampus. “Harus kita akui, dana berperan sangat penting. Selama ini mahasiswa hanya mengandalkan proposal saja. Tapi namanya juga proposal, kadang diterima tapi lebih banyak ditolak,” ungkap T Khairul Razi, mahasiswa Teknik Kimia Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Minggu 20 November 2005.
Berangkat dari keprihatinan atas nasib media kampus, puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Aceh sepakat membentuk Aliansi Jurnalis Mahasiswa Aceh (AJMA). Lembaga ini lahir setelah sekitar 40 mahasiswa Aceh mengikuti pelatihan pers kampus yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lhokseumawe bekerja sama dengan AJI Jakarta dan Internews pada 27-30 Agustus 2005 silam.
Mereka sepakat menggunakan aliansi karena organisasi itu merupakan gabungan beberapa perguruan tinggi yang ada di Aceh. “Kami mengundang semua jurnalis mahasiswa yang ada di Aceh untuk bergabung. Di setiap kota nanti akan kami bentuk AJMA untuk menampung semua persoalan jurnalisme kampus. Kalau ada masalah, kita komunikasikan bersama,” tambah Khairul yang menjabat koordinator AJMA wilayah Lhokseumawe dan sekitarnya.
AJMA Pusat yang bertempat di Banda Aceh, dipimpin Firman yang merupakan aktivis pers kampus dari Universitas Syiah Kuala. Menurut Firman yang dihubungi terpisah, AJMA merencanakan menggelar musyawarah besar pada Desember 2005 atau Januari 2006 mendatang. “Tapi tergantung dananya juga. Kami sangat berharap kegiatan ini bisa terlaksana untuk memperkuat jaringan pers mahasiswa,” ujar Firman.***
So)urce: release of The Alliance of Independence Journalists (AJI) Lhokseumawe in 2005.
[](
Nyan kalheuh long peulaku watee kuliah di Ekonomi Unsyiah. Mulai dari buletin sampai majalah setebal 60 halaman kamoe peutubeit, walau setahun sekali terbitnya. Majalah itu bernama Perspektif. Saat itu kami punya jaringan 64 media kampus se Indonesia. Perspektif FE Unsyiah pernah bekerja sama denan detik.com di awal-awal detik muncul, kami mengisi rubrik kampus. Di Aceh hanya dua media kampus yang digandeng detik.com yakni Perspektif FE Unsyiah dan Detak Mahasiswa Unsyiah. Formatnya kerja sama segitiga, pers kampus - AJI Indonesia- detik.com. Honornya lumanyan untuk biaya hidup seorang mahasiswa kala itu, satu berita Rp 50.000.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Waktu saya ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe, 2003 - 2005, pernah ada program membantu penerbitan (ada yang terbit kembali) pers tiga pers kampus di FISIP Unimal, IAIN, dan Unsyiah. Program itu dibantu AJI Jakarta dan Internews. Para pemred majalah kampus itu kini sudah hebat-hebat, ada yang jadi wartawan (seperti Masriadi Sambo) dan pejabat (si Malek dari IAIN).
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit