Jurnal Pendidikan Matematika

in jurnal •  6 years ago 

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOVERATIVE STUDENT FACILILATOR AND EXPLAINING UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII
PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL
DI SMP NEGERI 1 SUSOH KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

ABSTRAK

Emi Suhaimiyah

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh. Desain yang digunakan adalah true eksperimental dengan kelompok kontrol pretest postest, penelitian merupakan jenis penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 104 orang yang terdiri dari 4 kelas, sedangkan penarikan sampel menggunakan teknik random sampling, maka terpilihlah siswa kelas VIII.2 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah sebanyak 26 orang dan siswa kelas VIII.4 sebagai kelompok kontrol yang berjumlah sebanyak 25 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan tes yang terdiri pretest dan postest, teknik analisa data menggunakan uji gain ternormalisasi, uji homogenitas dan uji hipotesis. Hasil penelitian diperoleh bahwa nilai rata-rata gain ternormalisasi kelas eksperimen 0,47 dan kelas kontrol 0,22. Uji homogenitas diperoleh Ftabel > Fhitung (1,96 > 1,61) yang berarti bahwa kedua kelas homogen, uji normalitas kedua kelas menunjukkah bahwa data berdistribusi normal, sehingga pengujian hipotesis digunakan uji t dengan perolehan thitung = 29,33 > ttabel = 1,68. Maka Ha diterima dan Ho ditolak yang artinya bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooperative Student Facilitator and Explaining lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan wahana yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan faktor determinan pembangunan. Pendidikan adalah “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang” (UU SPN No. 20 Tahun 2003). Sumber daya manusia yang berkualitas terbentuk dari bangsa yang cerdas, dengan pendidikan diharapkan kualitas sumber daya manusia semakin meningkat.
Tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlepas dari hal itu, penanaman nilai-nilai melalui sikap dan perilaku kepada siswa sesuai dengan norma-norma bangsa Indonesia yang sesuai dengan ideologi Pancasila juga menjadi tujuan dalam dunia pendidikan. Fungsi Pendidikan nasional adalah “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” (Depdiknas, 2003:6-7).
Peranan dunia pendidikan tidak diragukan lagi, dengan pendidikan akan tercipta generasi yang memiliki sumber daya manusia yang tinggi. Pengembangan dunia pendidikan perlu dilakukan agar proses pendidikan berjalan dengan baik. Mulyasa (2006:4) menegaskan bahwa “sistem pendidikan nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan baik di tingkat lokal, nasional, maupun global”. Tujuan pendidikan nasional dioperasionalkan menjadi tujuan pembelajaran di sekolah dari bidang studi yang diberikan di sekolah salah satu bidang studi yang diberikan di sekolah adalah matematika.
Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu memegang peranan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan demikian matematika perlu dikuasai dan dipahami dengan baik oleh segenap lapisan masyarakat, terutama siswa sekolah formal. Johar (2006:18) mengatakan bahwa “matematika penting sebagai pembimbing pola pikir maupun sebagai pembentuk sikap”. Oleh sebab itu salah satu tugas guru adalah mendorong siswa agar dapat belajar matematika dengan baik.
Pembelajaran matematika yang dilaksanakan di tingkat SMP memiliki tujuan tertentu. Depdiknas (2006) menguraian tujuan pembelajaran matematika di SMP yaitu “peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menggunakan penalaran secara logis dan kritis dalam memecahkan masalah dan mengkomunikasikan ide”. Ketiga tujuan tersebut saling berkaitan karena jika peserta didik mampu memahami konsep matematika maka peserta didik akan cenderung lebih mudah menggunakan kemampuan bernalar dan kemampuan mengkomunikasi ide-ide yang sudah dimiliki ke dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu standar proses yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis. Ardani (2013:4) menjelaskan bahwa “komunikasi matematis berperan untuk memahami ide-ide matematis secara benar, siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik, cenderung dapat membuat berbagai representasi yang beragam, sehingga lebih memudahkan siswa dalam mendapatkan alternatif penyelesaian permasalahan matematis”.
Berdasarkan hasil observasi awal di SMP Negeri 1 Susoh diperoleh informasi bahwa ada sebagian dari siswa yang masih memiliki prestasi belajar di bawah nilai KKM yang sudah ditentukan, hal ini disebabkan oleh kelalaian siswa dalam belajar, siswa merasa bosan, jenuh dan kadang-kadang masih keluar masuk masuk kelas pada saat jam pelajaran berlangsung, pelaksanaan pembelajaran di kelas VIII.2 dan VIII.4 menggunakan pembelajaran konvensional, dampak dari permasalahan tersebut adalah kurang pemahaman siswa terhadap pembelajaran matematika yang kemudian membuat siswa tidak mampu menerapkan pembelajaran matematika dalam kehidupan sehari-hari, dengan ilmu lain dan dengan konsep sesama matematika.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa di SMP Negeri 1 Susoh sering terjadi pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV), siswa kesulitan menghubungan benda nyata, gambar, diagram ke dalam ide matematika, menjelaskan situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan, menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika seperti halnya menentukan akar SPLDV dengan substitusi, eliminasi dan grafik, membuat matematika dari masalah sehari-hari yang berkaitan dengan SPLDV, menyelesaikan matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya, menyelesaikan SPLDV dengan menggunakan grafik garis lurus.
Kemampuan komunikasi matematis siswa sangat perlu untuk dikembangkan, karena melalui komunikasi matematis siswa dapat melakukan organisasi berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan, siswa bisa memberi respon dengan tepat, baik di antara siswa itu sendiri maupun antara siswa dengan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Effendy (2000:13) menjelaskan bahwa komunikasi adalah: Proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna bagi kedua pihak, dalam situasi yang tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk merubah sikap atau tingkah laku seorang atau sejumlah orang sehingga ada efek tertentu yang diharapkan.
Slameto (2003:72) menjelaskan bahwa “kemampuan komunikasi merupakan salah satu bagian penting dalam pendidikan matematika, melalui kegiatan komunikasi, siswa dapat bertukar gagasan dan sekaligus mengklarifikasi pengetahuan yang mereka peroleh dalam pembelajaran”. Kemampuan komunikasi menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dapat mengembangkan komunikasi matematika yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Cooperative.
Pembelajaran Cooperative merupakan “suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran” (Isjoni, 2009:15). Dari sekian banyak model pembelajaran Cooperative yang dikembangkan salah satunya adalah model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining.
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran Cooperative. Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar mengajar (Trianto, 2010:41).
Model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining dikebangkan oleh Slavin (Roy Klien, 1996). Model pembelajaran ini didesaian untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajaran itu sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari meter yang diberikan, tetapi siswa juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya.
Slameto (2012:14) menjelaskan bahwa model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining merupakan suatu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa atau peserta untuk mempresentasikan ide atau pendapat pada rekan peserta lainnya. Model ini mempunyai kelebihan yaitu siswa diajak untuk dapat menjelaskan kepada siswa lain, siswa dapat mengeluarkan ide-ide yang ada dipikirannya sehingga dapat lebih memahami materi tersebut.
Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Ardani (2013) bahwa model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa VIII C SMP Negeri 4 Kebumen tahun pelajaran 2013/2014. Selanjutnya penelitian yang dilaksanakan oleh Siska (2014) menyimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran cooperative Student Facilitator and Explaining lebih baik dari pada kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran langsung.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik utuk mengadakan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VIII pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh ?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooperative Student Facililator and Explaining dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh.

1.4 Manfaat Penelitian
Berpedoman dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi :

  1. Bagi peserta didik, diharapkan dapat melatih peserta didik agar lebih aktif, kreatif, percaya diri, dan mandiri dalam menyampaikan ide-ide serta dapat membangun kemampuan komunikasi matematis dengan teman kelompok.
  2. Bagi guru matematika, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi guru agar lebih memberikan kebebasan kepada para siswa untuk berpikir kreatif serta dapat mengeluarkan ide-ide yang terpendam dalam diri siswa itu sendiri.
  3. Bagi sekolah, diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam menciptakan ransangan belajar terhadap peserta didik sebagai acuan meningkatkan mutu pendidikan serta untuk mencapai komunikasi matematis yang baik dalam diri siswa.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, dengan kegiatan belajar yang maksimal maka mutu pendidkan akan semakin tinggi. James (2010:19) menjelaskan bahwa belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Proses untuk memperoleh perubahan tingkahlaku didapatkan dari hasil yang sungguh-sungguh dengan pengalaman interaksi yang baik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.

2.1.2 Pengertian Pembelajaran Matematika
Pembelajaran dapat dikatakan sebagai persiapan terhadap kegiatan yang akan dilaksanakan, dalam hal persiapan yang dimaksud adalah kesiapan guru dalam mengelola proses pembelajaran di sekolah. (Poerwadarminta, 2002:17) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah “proses atau cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar”. Dalam proses belajar mengajar, guru sebagai pengajar dan peserta didik sebagai subyeknya dituntut adanya profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

2.2 Hakikat Matematika
Matematika merupakan salah mata pelajaran yang harus dikembangkan terus semenjak dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. Matematika memiliki kajian abstrak dari pengertian matematika sampai dengan kajian-kajian yang disajikan. Matematika berasal dari kata “mathema dalam bahasa yunani yang diartikan sebagai sains, ilmu pengetahuan, belajar atau suka belajar” (Sriyanto, 2007:12). Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai sifat yang khas kalau dibandingkan dengan disiplin ilmu yang lain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hudojo (2001:74) “Matematika bukanlah ilmu yang hanya untuk keperluan dirinya sendiri, tetapi ilmu yang bermanfaat untuk sebagian besar ilmu-ilmu lain”. Dengan perkataan lain, matematika mempunyai peranan yang sangat esensial untuk ilmu lain, yang utama sains dan teknologi.

2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Ramdhana (20015) menjelaskan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah “kemampuan untuk berkomunikasi yang meliputi kegiatan penggunaan keahlian menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika yang diamati melalui proses mendengar, mempresentasi, dan diskusi”. Sedangkan Jazuli (2011:215) menyebutkan bahwa komunikasi matematis adalah “kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafis, kata-kata atau kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri”. Dari kedua pendapat tersebut dapat diartikan bahwa kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan yang disampaikan. misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa.
Berdasarkan uraian tentang kemampuan komunikasi matematis maka Indikator yang akan diukur dalam kemampuan komunikasi matematis siswa pada penelitian ini adalah :
a) Menyatakan situasi atau ide-ide matematika dalam bentuk gambar, diagram atau grafik,
b) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika,
c) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara tulisan, dan
d) Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi.

2.4 Model Pembelajaran Cooperative Student Facililator And Explaining (SFE)
Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining merupakan salah satu dari tipe model pembelajaran cooperative. Di dalam kelas cooperative siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. “Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar mengajar” (Trianto, 2010:41).
Setiap model yang sudah ada selama ini memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan model Student Facilitator and Explaining memiliki kedua hal tersebut. Menurut Prasetya (2009:19) adapun kelebihan dan kekurangan dari model ini yaitu:

a. Kelebihan

  1. Dapat mendorong tumbuh dan berkembangya potensi berpikir kritis siswa secara optimal.
  2. Melatih siswa aktif, kreatif dalam menghadapi setiap permasalahan.
  3. Mendorong tumbuhnya tenggang rasa, mau mendengarkan dan menghargai pendapat orang lain.
  4. Mendorong tumbuhnya sikap demonstrasi.
  5. Melatih siswa untuk meningkatkan kemampuan saling bertukar pendapat secara obyektif, rasional guna menemukan suatu kebenaran dalam kerjasama anggota kelompok.
  6. Mendorong tumbuhnya keberanian mengutarakan pendapat siswa secara terbuka.
  7. Melatih siswa untuk selalu dapat mandiri dalam menghadapi setiap masalah.
  8. Melatih kepemimpinan siswa.
  9. Memperluas wawasan siswa melalui kegiatan saling bertukar informasi, pendapat dan pengalaman antar mereka.

b. Kekurangan

  1. Timbul rasa yang kurang sehat antar siswa satu dengan yang lainnya.
  2. Peserta didik yang malas mungkin akan menyerahkan bagian pekerjaannya kepada siswa yang pintar.
  3. Penilaian individu sulit karena tersembunyi dibalik kelompoknya.
  4. Model student facilitator and explaining memerlukan persiapan yang rumit dibanding dengan model lain, misalnya model ceramah.
  5. Apabila terjadi persaingan yang negatif hasil pekerjaan akan memburuk.
  6. Peserta didik yang malas memiliki kesempatan untuk tetap pasif dalam kelompoknya, dan memungkinkan akan mempengaruhi kelompoknya sehingga usaha kelompok tersebut gagal.
    Penerapan model pembelajaran dapat mendorong munculnya belajar bermakna pada para peserta didik, yakni bagaimana mereka mampu melibatkan diri secara fisik , mental dan intelektual dalam aktivitas belajar. Salah satu model yang dipilih adalah pembelajaran cooperative. Ada banyak variasi yang dapat dilakukan guru dalam model pembelajaran cooperative. Salah satu diantaranya adalah model student facilator and explaining.
    Trianto (2009:66) menguraikan langkah-langkah model Cooperative Student Facilitator and Explaining pada tabel 2.1 sebagai berikut :
    Tabel 2.1 Langkah-langkah model Cooperative Student Facilitator and Explaining
    Fase Kegiatan
    Fase 1
    Menyampaikan tujuan Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
    Fase 2
    Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
    Fase 3
    Mengorganisasikan siswa dalam kelompok Membentuk kelompok yang anggotanya 4 sampai 5 siswa secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku dan lain-lain)
    Fase 4
    Membimbing kelompok bekerja Masing-masing kelompok menerima lembar tugas untuk bahan diskusi dan menyelesaikannya, Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
    Fase 5
    Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan Beberapa kelompok mempresentasikan hasil pekerjaannya
    Fase 6
    Memberikan penghargaan Guru memberi pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok

2.5 Pembelajaran Konvensional
Ujang (2003:104), mendefenisikan bahwa “pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan”. Disini terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah “proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.

2.6 Teori Belajar yang Relevan

2.6.1 Teori Belajar Bruner
Teori belajar Bruner adalah model pengajaran yang dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip konstruktivis. Bruner berpendapat bahwa peranan guru harus menciptakan situasi, di mana siswa dapat belajar sendiri daripada memberikan suatu paket yang berisi informasi atau pelajaran kepada siswa. Bruner menyarankan siswa harus belajar melalui kegiatan mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, di mana mereka harus didorong untuk mempunyai pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen dan membiarkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip bagi mereka sendiri (Trianto, 2010:38).

2.6.2 Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran mengatakan bahwa anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, teori konstruktivisme ini mempunyai satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar (Trianto, 2010:28).

2.6.3 Teori Belajar Piaget
Teori perkembangan Piaget mewakili kontrukvitisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka. Teori ini mengacu kepada kegiatan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi siswa. Trianto (2009:29) mengemukakan bahwa, “dalam teori ini pengetahuan tidak hanya sekedar dipindahkan secara verbal tetapi harus dikonstruksi dan direkontruksi oleh siswa, sebagai realisasi teori ini siswa harus bersifat aktif dan partisipatif”.

2.8 Hipotesis
Hipotesis adalah “suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul” (Arikunto, 2006:110). Berdasarkan pendapat di atas maka hipotesis dalam penelitian adalah” “Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh”.

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah “rancangan kelompok kontrol pretest postest” (Sugiono, 2011:77 ). Pada desain ini menggunakan dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol, kelas eksprimen dilaksanakan pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional, kedua kelas dilakukan pretest dan posttest untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pendekatan pada penelitian ini merupakan pendekatan kuantitatif. Sugiyono (2011:13) menjelaskan bahwa data penelitian dengan pendekatan kuantitatif berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik”. Desain penelitian yang digunakan adalah true experimental design. Untuk lebih jelasnya desain yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Group Pretest Perlakuan Postest
Eksperimen
Kontrol T1
T1 X

  • T2
    T2
    Keterangan :
    T1 = Tes awal (pretest)
    T2 = Tes akhir (postest)
    X = Perlakukan terhadap kelas eksperimen dengan model Cooverative SFE

3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian adalah SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya pada siswa kelas VIII, pelaksanaan penelitian berlangsung pada semester ganjil tahun ajaran 2017/2018.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi merupakan sumber utama dalam pelaksanaan sebuah penelitian. Arikunto (2010:172) menjelaskan populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”. Populasi yang dijadikan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya yang berjumlah 104 orang siswa. Untuk lebih jelasnya tentang data siswa kelas VIII dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3.2 Data Jumlah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Susoh Tahun 2016/2017
No Kelas Jenis kelamin Jumlah
Perempuan Laki-laki

  1. VIII.1 10 16 26
  2. VIII.2 12 15 26
  3. VIII.3 9 17 26
  4. VIII.4 10 16 26
    Jumlah
    41 64 104
    Sumber : Dokumentasi SMP Negeri 1 Susoh

3.3.2 Sampel Penelitian
Sedangkan sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. (Arikunto, 2010:175). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling, dimana teknik ini memungkinkan peneliti dapat mengambil sampel secara objektif karena setiap unit yang menjadi anggota populasi mempunyai karakteristik yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Berdasarkan hasil random sampling yang penulis lakukan maka terpilihlah siswa kelas VIII.2 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah sebanyak 26 orang dan siswa kelas VIII.4 sebagai kelompok kontrol yang berjumlah sebanyak 26 orang, dengan demikian maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 52 orang siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Susoh.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan dalam kelancaran dan keberhasilan suatu penelitian. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes.
Subana (2000:28) menjelaskan tes adalah “serangkaian pertanyaan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok” Tes yang digunakan berupa soal pretest 5 soal dan postest 5 soal yang keseluruhan berjumlah 10 soal berbentuk essay yang dilaksanakan berdasarkan langkah-langkah penelitian. Adapun kisi-kisi soal dan indikator kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.2 Kisi-kisi soal dan Kemampuan Komunikasi Matematis
No. Soal Indikator
Soal Indikator
Kemampuan komunikasi Ranah Kognitif

  1. Siswa dapat menghitung harga penjualan dua jenis beras, jenis beras A dan Jenis beras B dengan metode substitusi dan eliminasi - Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
  • Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan, tulisan.
  • Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi. C3
  1. Siswa dapat menentukan himpunan penyelesaian dengan metode grafik - Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
  • Menyatakan situasi atau ide-ide matematika dalam bentuk gambar, diagram atau grafik
  • Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi. C1
  1. Siswa dapat menentukan jumlah produk sepatu yang dibuat oleh Asti dan Anton dengan jam bekerja yang berbeda eliminasi - Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
  • Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan, tulisan.
  • Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi C3
  1. Siswa dapat menentukan perbedaan umur Sani dan Ari dengan cara substitusi - Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
  • Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan, tulisan.
  • Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi C3
  1. Siswa dapat menentukan harga pembelian 1 kg salak dan 5 kg jeruk dengan cara substitusi - Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika
  • Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan, tulisan.
  • Membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi C3

Sumber : Sumarmo, 2005

3.5 Teknik Analisa Data
Teknik analisa data merupakan suatu cara untuk mengolah sebuah data menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut menjadi mudah untuk dipahami. Untuk mempermudah memahami data maka dilakukan uji hipotesis sebelum pengujian hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan statistik lainnya diantaranya :

  1. Uji Gain Ternormalisasi
    Uji gain ternormalisasi (normalized gain) digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa melalui model pembelajaran Cooverative SFE. Rumus gain ternormalisasi menurut Hake (2001:3)

Tabel 3.3 Kriteria Gain Ternormalitas (g)
Interval Intervrestasi
g ≥ 0,7
0,3 ≤ g < 0,7
g < 0,3 Tinggi
Sedang
Rendah

  1. Distribusi Frekuensi
    Untuk membuat daftar distribusi frekuensi dengan panjang kelas yang sama. Sudjana (2005:47) mengemukakan langkah-langah sebagai berikut :
    a. Rentang ialah data terbesar dikurangi data terkecil
    b. Banyak kelas interval yang diperlukan, untuk itu dapat digunakan aturan sturges yaitu :
    Banyak kelas = 1 + (3,3) log n
    c. Panjang kelas interval P

d. Pilih ujung bawah kelas interval pertama, untuk ini bisa diambil sama dengan data terkecil atau nilai data yang lebih kecil dari data terkecil tetapi selisihnya harus kurang dari panjang kelas yang telah ditentukan.

    Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekuensi kemudian ditentukan nilai rata-rata hitung dengan menggunakan rumus:
x ̅= (∑▒fixi)/(∑▒fi)
Keterangan 
x ̅     : Skor rata-rata siswa
fi      : Frekuensi kelas interval
xi      : Nilai tengah atau tanda-tanda kelas interval

    Selanjutnya ditentukan pula varians (S2) data varians (S2) diperoleh dengan rumus :
 
Keterangan :    
fi      = Frekuensi kelas interval
xi  = nilai tengah atau tanda-tanda kelas interval
s   = varians
n   = banyak data 
        Sedangkan untuk mencari varians gabungan dapat digunakan rumus :
 

Keterangan :
S2  = varians gabungan
s1  = varians kelas eksperimen
s2  = varians kelas konvensional
n1  = banyak data kelas eksperimen
n2  = banyak data kelas konvensional
  1. Uji Normalitas
    Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah data penelitian ini berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas suatu data digunakan uji chi kuadrat (chi square) dengan :
    Ho : Data berdistribusi normal
    Ha : Data tidak berdistribusi normal
    Adapun Rumus yang digunakan menurut Sudjana (2005:273) adalah sebagai berikut :

    Keterangan :
    χ2 : Statistik chi kuadrat
    Oi : Frekuensi pengamatan
    Ei : Frekuensi yang diharapkan

    Kriteria yang ditetapkan adalah tolak Ho jika nilai χ2 ≥ χ2(1-α)(dk) pada taraf signifikan α=5% berarti data tidak berdistribusi normal.
    
  2. Uji Homogenitas
    Pengujian homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah sampel dari penelitian ini berasal dari populasi yang sama atau bukan, dengan ketentuan sebagai berikut :
    Ho : Sampel dari penelitian ini berasal dari populasi yang sama
    Ha : Sampel dari penelitian berasal dari populasi yang tidak sama
    Rumus yang digunakan dalam uji homogenitas menurut Sudjana (2005: 250) adalah :

    Adapun Kriteria pengujian ini adalah tolak H0 jika F > Fα(n1-1, n2-1) dan dalam hal lain H0 diterima. 
    
  3. Uji Hipotesis
    Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :
    H0:μ1 ≤ μ2 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooverative SFE tidak lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh
    Ha:μ1> μ2 : Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooverative SFE lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh
    Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji pihak kanan dengan taraf signifikan α = 0,05 apabila data berdistribusi normal dan homogen. Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini menurut Sudjana (2005:239) adalah dengan rumus :
    t = (x ̅_1-x ̅_2)/(s √(1/n_1 +1/n_2 ))
    Keterangan :
    t = harga t hasil perhitungan
    x ̅_1 = Rata-rata nilai gain siswa pada kelas eksperimen
    x ̅_2 = rata-rata nilai gain siswa pada kelas kontrol
    n1 = jumlah sampel kelas eksperimen
    n2 = Jumlah sampel kelas kontrol
    s = Simpangan baku

dengan :
s^2=((n_1-1) S_1^2+(n_2-1) S_2^2)/((n_1+n_2-2) )
Keterangan:
s2 = varians gabungan
s1 = varians kelas eksperimen
s2 = varians kelas kontrol
n1 = banyak data kelas eksperimen
n2 = banyak data kelas kontrol

    Adapun kriteria pengujian yang berlaku adalah terima H0 jika t < t1-α dan tolak H0 jika t memiliki harga-harga lain pada taraf signifikan α = 0,05 dan dk = (n1+n2-2).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Uji Gain Ternormalisasi
Uji gain ternormalisasi diperoleh nilai rata-rata gain kelas eksperimen sebesar 0,47 dan kelas kontrol sebesar 0,22.

4.1.2 Homogenitas
Dari data di atas diperoleh nilai Fhitung adalah 1,61. Data dikatakan homogen apabila Ftabel > Fhitung. Berdasarkan perhitungan Ftabel >Fhitung (1,96 > 1,61), maka dapat diambil kesimpulan bahwasannya kedua kelas yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut bersifat homogen.

4.1.3 Normalitas

  • Uji normalitas kelas eksperimen (0,70 < 5,99) yang berarti bahwa uji gain kelas eksperimen berdistribusi normal.
  • Uji normalitas kelas kontrol diperoleh nilai (1,71> 5,99) yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.

4.1.4 Uji Hipotesis
Hasil perhitungan yang telah dilakukan di atas diperoleh t_hitung = 29,33, sedangkan pada taraf signifikansi α=0.05 dan dk = (n1 + n2 – 2) = 49 ternyata dari daftar kurva diperoleh nilai t_tabel= 1,68. Karena t_hitung= 28,75 > t_tabel= 1,68. Ini berarti H0 ditolak dan Ha di terima. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa “Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooperative Student Facilitator and Explaining lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya terhadap penggunaan model pembelajaran Cooperative Student Facilitator and Explaining terhadap siswa kelas VIII, maka dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel melalui model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining lebih tinggi dari pada melalui pembelajaran konvensional di SMP Negeri 1 Susoh.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang sudah dijelaskan di atas maka penulis menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini, diantaranya:

  1. Kepada guru
    a. Guru hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining pada pelajaran matematika karena dapat mengaktifkan siswa pada proses pembelajaran.
    b. Penggunaan model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining yang bervariasi harus terus ditingkatkan dengan model pembelajaran lain agar dapat menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa.
  2. Saran bagi sekolah
    Penggunaan model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining hendaknya dapat menjadi salah satu upaya untuk mengembangkan sekolah ke arah yang lebih baik terutama kualitas pembelajaran.
  3. Saran bagi peneliti
    Penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran Cooverative Student Facililator and Explaining dalam pembelajaran matematika hendaknya lebih dikembangkan dengan penggunaan model-model pembelajaran jenis lain oleh peneliti-peneliti selanjutnya.
  4. Peneliti lain
    Diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan referensi dalam melaksanakan penelitian lain, baik dengan model penelitian yang sama ataupun dengan penelitian yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2003. Model Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IPA Terpadu. Jakarta : Tidak diterbitkan.

Hamalik, O 2005. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Huda, M. 2011. Komunikasi pendidikan. Tulungagung: Diktat tidak diterbitkan.

Johar, R. 2006. Pembelajaran Efektif dan Inovatif. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyasa, D. 2006. Interaksi dalam proses pembelajaran: Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Prasetya. 2009. Konsep Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Rineka Cipta

Ramdhana, I. 2015. Pengembangan instrument dan bahan ajar umtuk meningkatkan kemampuan komunikasi, penalaran, dan koneksi matematis dalam konsep integral” (online) http://jurnal.upi.edu/file/6-yani_ramdhana-edi.pdf, diakses 10 Oktober 2016.

Sudjana, N. 2000. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumarmo, U. 2007. Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan penelitian IKIP Bandung. Bandung: Tidak diterbitkan.

Suprijono, A. 2009. Cooperatif Learning, Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Subana, 2000. Statistik Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA
STKIP ACEH BARAT DAYA

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!