Uji Kompetensi Jurnalis Tidak Wajib, Tapi Perlu

in jurnalis •  7 years ago 

image

Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ), maupun Uji Kompetensi Wartawan (UKW), sangat penting bagi profesi jurnalis guna memiliki Standar Kompetensi Wartawan (SKW). Dengan kompetensi itu dapat dilihat kemampuan yang menggambarkan tingktan khusus menyangkut kesadaran, pengetahuan dan keterampilan seorang wartawan.

Untuk itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Lhokseumawe, kembali membuka kesempatan kepada para jurnalis mulai dari jenjang Muda, Madya dan Utama. Uji kompetensi itu digelar pada 14-15 Oktober 2017 lalu, yang diikuti 28 anggota AJI terdiri dari AJI Lhokseumawe, Bireun, Langsa dan Banda Aceh.

Para peserta diuji oleh tujuh penguji sesuai jenjang masing-masing. Ini merupakan kesempatan yang langka bagi jurnalis muda, sehingga saya bersama 28 jurnalis anggota AJI dari empat kabupaten/kota lainnya juga tidak melewati kesempatan tersebut.

Namun, hanya satu orang yang tidak lulus yaitu dari jenjang muda, dan langsung dipulangkan ke kota asalnya.
Saya merasa harus mengikuti UKJ, karena profesi ini tetap melekat pada diri saya dan rasanya tidak lengkap menjadi seorang wartawan apabila belum lulus UKJ serta mendapatkan sertifikat standar kompetensi dari dewan pers.

Mulanya, ketika mendapat kabar bahwa AJI Lhokseumawe akan menggelar serangkaian kegiatan dimaksud, saya tidak memperoleh gambaran apapun tentang hal itu. Saya juga salah satu anggota AJI Lhokseumawe yang masih tergolong muda di antara jurnalis senior lainnya, namun sebelum mengikuti tahapan-tahapan yang akan diuji saat ujian berlangsung, saya tetap mempelajari materi ilmu jurnalistik dengan penuh keyakinan supaya bisa berjalan lancar saat hari H.

Peserta diuji terkait teori jurnalistik mulai dari prinsip-prinsip jurnalistik, berita, bahasa jurnalistik, fakta dan opini, narasumber serta kode etik. Selain itu, juga dilakukan praktik jurnalistik bagi semua peserta UKJ serta hal lainnya.

Memasuki bangku ujian, saya merasa gugup dan sedikit takut menghadapi ujian, terlebih pernah mendapat kabar sangat berat mengenai materi-materi yang akan diuji itu. Dengan berbekal rasa percaya diri karena telah membaca Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, Kode Etik Jurnalistik serta hal lain yang berkaitan dengan teori praktik jurnalistik, saya siap menghadapi ujian.

Apa yang terjadi? Ternyata begadang saya berhari-hari untuk mempersiapkan diri menghadapi UKJ, nyaris tidak ada gunanya. Karena UKJ tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya.

Kalau tidak pilihan ganda, tentu soal nalar untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penguji. Untuk jenjang muda bahan ujiannya adalah pekerjaan sehari-hari seorang wartawan, kalau Anda memang seorang wartawan, seorang Redaktur Pelaksana (Redpel), Pemimpin Redaksi (Pemred), yang bekerja sungguh-sungguh untuk sebuah media massa, pasti tidak akan menemui kesulitan untuk melewati UKJ.

Dengan kata lain, bagi kawan-kawan wartawan yang belum mengikuti UKJ maupun UKW, tidak perlu cemas. Karena hahan ujiannya hanya seputar hal-hal yang kita kerjakan sehari-hari. Artinya, kalau kita tidak pernah mengerjakannya, maka akan sulit mengikuti ujian, apalagi untuk lulus.

Tetapi, apabila Anda ingin langsung mengikuti ujian kelas Utama dan Madya, walaupun Anda seorang wartawan sesenior apapun, tentu akan mendapatkan kesulitan. Karena wartawan senior yang bisa ikut UKJ Utama, Madya hanya bagi mereka yang sudah melewati jabatan Redpel atau Pemred. Jika tidak, Anda pasti tidak bisa mengerjakan soal yang diberikan oleh penguji.

Ada tiga kategori wartawan dalam UKJ yaitu Wartawan Muda, Wartawan Madya, dan Wartawan Utama. Setiap kategori ini akan diberikan bahan ujian yang berbeda-beda, sesuai dengan pekerjaan mereka sehari-hari sebagai jurnalis, redaktur, Redpel, dan Pemred.

Pengalaman pribadi, saya sebagai wartawan muda yang diuji oleh salah seorang wartawan senior Tempo. Ujian yang berlangsung dua hari penuh nyaris tanpa istirahat itu membuat saya benar-benar kelelahan, dalam uji kompetensi tersebut digunakan rentang nilai mulai 65, 70, 75, dan nilai tertinggi 80. Bagi peserta yang mendapatkan skor hanya 65, maka langsung dinyatakan tidak lulus.

Dikarenakan setiap peserta UKJ tidak boleh mendapatkan angka di bawah itu, sebab sistemnya bukan akumulasi, tetapi masing-masing mata uji. Walaupun mendapatkan angka 80 untuk mata ujian lainnya, namun tidak bisa menutupi perolehan angka 65 untuk mata ujian lainnya dan sudah aturannya seperti itu.

Pertama saya bersama tiga teman lainnya, tergabung dalam kelompok pertama yaitu bercampur antara jenjang Muda, Madya dan Utama. Setelah itu, kami mendapatkan instruksi (arahan) dari penguji untuk dipisagkan kelompok, supaya tidak terganggu konsentrasi saat akan berjalannya ujian.

Lalu, kami pun mengindahkan arahan tersebut, pada dasarnya jenjang muda yang mengikuti ujian berjumlah 18 orang. Kebetulan kelompok saya hanya terdiri tiga orang, dan masing-masing memiliki kelompok sendiri.

Saat itu, materi pertama yang diberikan penguji yaitu wawancara berkaitan dengan ilmu jurnalistik, kode etik, teknik peliputan berita dan sebagainya. Perkiraan saya mudah, ternyata banyak pertanyaan yang menjebak kita dan membuat sedikit kesulitan untuk menjabarkan dari pertanyaan yang diajukan tersebut. Harus sangat berhati-hati menjawabnya, karena satu materi bagaimana bisa mencapai nilai minimal angka 70.

Tapi saya tetap semangat untuk menjawab pertanyaan dari penguji dengan semampunya. Selain itu, juga banyak pertanyaan lainnya untuk kita pada lembaran yang dibagikan berupa soal essay, membutuhkan daya nalar yang kuat untuk menjawab soal-soal tersebut. Undang-Undang pers tentunya harus mampu kita kuasai walaupun tidak semuanya, karena hal itu sangat berkaitan.

Alhasil, pada mata ujian ini pun saya tidak ada masalah dengan jejaring yang sudah saya bangun selama menjadi wartawan. Penguji sudah merespon baik dari semua paparan saya selama ujian itu berlangsung, hingga akhirnya kami semua diberikan berupa penghargaan bahwa telah melewati proses kesulitan tersebut.

Lalu apa pentingnya UKJ itu? Inilah pertanyaan yang banyak saya terima sebelumnya. Saya hanya bisa mengatakan, bahwa suatu saat Dewan Pers akan mengeluarkan ketentuan bahwa setiap narasumber boleh menolak wartawan yang wawancara jika belum lulus UKJ dan UKW. Bagaimana jika seorang wartawan yang ditolak wawancara itu tetap menulis berita, bahwa saat diwawancarai narasumber tidak mau berkomentar? Apa tindakan Dewan Pers dalam hal ini.

Tetapi di masa depan, menurut hemat saya ini merupakan langkah maju untuk menata menuju pers profesional. Selanjutnya, kita berharap penerapan Standar Perusaahn Pers juga disegerakan untuk menata juga perusahaan pers yang sehat dan profesional.

Kerena ini menyangkut profesi, wartawan profesional adalah mampu menjaga keseimbangan berita, menjunjung tinggi ketidakberpihakan dan menjaga etika profesi. Untuk menjadi wartawan yang sesungguhnya yaitu tidak cukup hanya mengandalkan mahir dalam menulis berita, akan tetapi bagaimana mampu menguasai dari berbagai hal atas ketentuan yang diberlakukan dalam ilmu jurnalistik tersebut.

Kecepatan dan ketelitian menjadi kompetensi yang diharapkan media dari profesi seorang jurnalis, dikarenakan pekerjaan itu mengemban tanggung jawab yang sangat besar terhadap masyarakat (publik).

Semoga UKJ/UKW bisa bermafaat kepada semua para jurnalis. Salam satu jurnalis....

@jealson

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Sependapat. Wartawan itu harus berkompeten agar informasi yh dibuat benar, tdk merugikan pihak lain serta memenuhi kaidah & sesuai dgn etika jurnalistik.

Benar bang @ismadi, etika sngat penting..