Hidup bahagia dalam kesejahteraan dan terpenuhi semua kebutuhan adalah idaman semua insan. Tidak ada seorang pun yang bercita-cita untuk hidup miskin, berbalut kekurangan. Apalagi hidup dalam kemelaratan. Namun sayangnya, tanpa sadar kita malah memilih untuk hidup dalam kondisi demikian. Saya, anda, kita dan mereka melakukan itu. Sehingga yang terjadi adalah regenerasi kemiskinan. Mencetak generasi miskin berikutnya.
Sumber gambar : Republika/Yogi Ardhi
Hidup adalah pilihan. Begitu orang bijak sering mengungkapkan. Namun setiap pilihan itu ada konsekuensi yang harus ditanggung. Sebagai akibat dari pilihan tersebut. begitu juga halnya Islam mengajarkan. Dalam surat Asy-Syam 8 – 10 Allah subhanahu wata’ala berfirman :
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kefasikan dan ketakwaan adalah pilihan. Keberuntungan dan kerugian adalah konsekuensi dari pilihan tersebut. Allah subhanahu wata’ala tidak pernah memaksakan hamba-Nya akan suatu hal. Ia hanya menghamparkan semua pilihan itu di depan mata hamba-Nya. Dan hamba-Nya lah yang memilih ke jalan yang mana akan ditujunya. Begitu juga halnya dengan kemiskinan, ia adalah pilihan. Allah tidak pernah menahan rezeki hamba-Nya. Ia memberikannya bagi siapa saja. Baik hamba tersebut taat atau maksiat. Kemiskinan sesungguhnya sangat berhubungan dengan pola pikir dan sikap mental.
Isa Alamsyah, dalam bukunya No Excuse! Saatnya Berhenti Mencari-Cari Alasan, mengatakan bahwa miskin atau kaya adalah masalah mental. Alasan utama kenapa anak dari keluarga miskin tetap hidup miskin karena mereka terwarisi mental miskin dan terdidik dengan pikiran miskin.
Di India, pada kalangan keluarga pengemis, ada orang tua yang sengaja membuat cacat anaknya (dengan membuat kaki patah, lumpuh, bahkan buta) supaya penghasilannya besar sebagai pengemis. Karena menjadi pengemis yang cacat akan mengahasilkan uang lebih dari pengemis yang bertubuh normal. Jika mental miskin ini terwarisi maka akan terjadi regenerasi keluarga miskin.
Isa Alamsyah juga menambahkan bahwa menjadi sukses atau menjadi kaya adalah urusan mental, pikiran, keyakinan dan kerja keras. Orang miskin yang mempunyai mental sukses akan berjuang dengan segala cara agar terbebas dari belenggu kemiskinan. Anak yang telah terbina dengan mental dan mindset sukses, meski berada dalam keluarga miskin, akan membenci kemiskinan dan mencari jalan agar terbebas darinya. Jika bisa melepas diri dari mental miskin dan tidak mudah menyerah pada nasib, maka kita bisa lepas dari kesusahan.
Di sisi lain, kemiskinan senantiasa datang satu paket dengan penghinaan. Ketika seseorang berada dalam kemiskinan, ia kerap dihina, diacuhkan, direndahkan dan tidak dipedulikan.
Pilihannya adalah apakah kita menerima hinaan tersebut sebagai kepantasan atau kita ingin berdiri tegak dan berjuang membebaskan diri dari hinaan.
Begitu banyak tokoh-tokoh besar di dunia ini yang awalnya hanya anak miskin dari keluarga miskin. Yang hanya makan sekali sehari. Yang cuma bisa makan ampas gandum. Tapi mereka tidak menyerah pada nasib. Mereka berdiri tegak menantang keadaan dan bangkit menuju kesuksesan.
Silahkan merujuk biografi Lee Myung Bak, yang berhasil bangkit dari keterpurukan dan akhirnya menjadi orang nomor satu di Korea Selatan. Juga lihat perjalanan hidup Li Ka Shing yang harus hidup menumpang di tempat orang, namun dengan semangat yang membaja ia menjadi orang terkaya di Asia. Dan juga pelajarilah kisah hidup penulis buku fenomenal, Harry Potter, JK. Rowling, yang pernah terpaksa hidup dari santunan negara. Namun ia tidak menyerah pada nasib. Ia pun bangkit dan akhirnya menjadi wanita terkaya di Inggris dan bahkan dunia.
Dalam Islam pun begitu banyak orang-orang yang mampu bangkit dari keterperukannya. Dan menjadi orang sukses yang dikenal dunia. Oleh karenanya, rubahlah pola pikir kita, sikap mental kita. Sehingga kita tidak lagi mewarisi mental miskin kepada generasi berikutnya. Dan regenerasi kemiskinan akan mampu diminimalisir, bahkan dihilangkan dalam hidup kita. Wallahu a’lam.
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://faridwajidi.wordpress.com/2016/06/30/regenerasi-kemiskinan/
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit