Jika tak sanggup, tinggalkan

Sumber image: google.com

DR. Aidh al-Qarni dalam buku la tahzan, beliau menceritakan kisah pada saat beliau berkhutbah jum'at di kota Abha.

Seperti biasa isi khutbah saya adalah tentang sirah rasulullah. Menurut perasaan saya para hadirin senang dengan apa yang saya sajikan, yang saya anggap tidak terlalu jelek.

Kemudian saya diminta berbicara tentang mahalnya mahar, karena banyak orang membutuhkan keterangan ini. Judul seperti ini memang sangat apresiasif yang cenderung menampilkan contoh-contoh dan kasus-kasus yang umum terjadi, dan ini merupakan suatu hal yang tidak dapat saya lakukan.

Kemampuan, potensi dan aktifitas saya lebih banyak pada kajian seputar sirah, sehingga kalau menyampaikan masalah-masalah saya selalu menjelaskannya.

Tetapi karena permohonan mereka itu, dengan terpaksa saya iyakan. Saya pun terpaksa berkhutbah tanpa teks, saya kutipkan ayat dan beberapa hadis dalam upaya untuk memfokuskan pembahasan saya tambahkan beberapa hadis lagi, tapi nampaknya para hadirin sangat bingung dengan pembahasan saya.

Tubuh saya keluar keringat dingin, tak ada respon sama sekali, dan akhirnya khutbah saya hentikan. Setelah kejadian tersebut akhirnya saya sampai pada keyakinan bahwa yang paling baik untuk saya lakukan adalah berbicara tentang suatu hal yang sangat saya kuasai.

Kata umar, kita dilarang untuk memikul beban terlalu berat. Jika kita ingin bahagia, mendapatkan ketenangan jiwa dan dapat memberikan yang terbaik untuk orang lain, maka kita harus berbicara, bekerja dan memberikan sesuatu yang mampu kita lakukan

Melakukan sesuatu dengan baik adalah penawar jiwa dari penyakit kesal, ketenangan jiwa dari tuntutan yang tidak dikuasai dan penunaian amanah kepada yang berhak.