Demonstration, A Crossroads Between Provocateurs and the Goal

in life •  5 years ago  (edited)


source

Demonstration, A Crossroads Between Provocateurs and the Intention


Seeing the events that took place in the last few hours filled with news of demonstrations, I remembered how demonstrations would turn out to be anarchists when no one could control the situation. Demonstrators should be in control so they must be responsible to the demonstrators. That's one responsibility that must be done well. When in 1998 I was a student at IKIP Semarang (now Semarang State University) involved in moving students to hold demonstrations when we heard that Trisakti University students had died of being shot by live ammunition.
After a few days walking the free pulpit on campus then we asked the Chancellor of University to participate. How happy we are when he wants to provide support by saying students must ALL OUT in their struggle. However, he also advised not to struggle with good intentions infiltrated by provocateurs. So when we moved students from the IKIP Campus in Sekaran, Gunung Pati to do a long march to the Parliament Building in the City of Semarang, we were very careful with the chancellor's message. We remind you to avoid strangers entering the line. we realized that the long march was carried out by more than a thousand people. So we are for some people to always remind us not to be infiltrated by provocateurs.

We realize that traveling more than 10 km on foot is certainly not easy. All are tired and thirsty. We must hold our hunger. Well, at that time we passed a public road which is also a very busy public transportation route. Automatically, we take the driver's time. Here the coordinators are tasked to make things work. It was during this trip that the provocateurs were prone to be infiltrated. If a provocator enters and then throws a stone at an object, it could be a demonstration and a demonstration will be chaotic or even chaotic. Here the leadership of the Korlap is demanded. Thanks to the awareness of all parties, ranging from students, road users and drivers who participated in feeling what we were voicing, we could go on a demo trip well. In fact, after the speech and the demonstration was finished we were given an offer to ride a Dalmas truck from the police. All can run well and orderly.
Slightly different from the demo that can not be controlled. this is usually influenced by field coordinators who are less able to control participants. Usually there is no good initial agreement so the demonstration goes wild and without clear focus. In this situation usually the parties who want to make a profit will easily enter. The entry of provocateurs is inevitable and can trigger riots.

Clarity of purpose


A demonstration must have a background that can be traced. After Indonesian independence there is an interesting record that can be taken from each generation. each era has its own peculiarities. however, all of that was driven more by one big power. Those who set up the demonstration were youth and students.
Let's look at a demonstration driven by students, youth and various action units which were formed in October 1965. The demonstrators demanded an improvement in conditions during the change of the old order to the new order. They demanded three things that were very much felt by the people, which we know as Tritura. Three people's demands, which consisted of demanding the dissolution of the PKI (Indonesian Communist Party and its mass organizations, cleansing the Dwikora Cabinet from the elements of the PKI and demanding economic improvement by lowering prices.
All these demands represent and reflect the wishes of some members of the community who are experiencing suffering. After the G30S, all the ringleaders were dropped at the PKI. The PKI was considered to be the beginning of suffering through a political process that was carried out to influence the people's economy. A deteriorating economy with very high inflation rates and unaffordable prices of goods makes young people and students moved to voice the fate of the people.
Clarity of purpose and the common vision of the demo participants will make steps that are easily commanded. One step one command so that no one will demonstrate wildly without direction. The important role of field coordinator requires good leadership. Here we are required to be able to direct the participants of the demo not to shout loudly. They must be given an explanation so that during the demonstration they can understand what the demands are. Do not let many people demonstrate but do not know what was done.

That's a little my writing this time. Hopefully it can be a material for mutual reflection

Thank you for reading my post. I hope you enjoy it

Bahasa Indonesia

Melihat berbagai peristiwa yangterjadi beberap waktu terakhir yang dipenuhi dengan berbagai berita demonstrasi, saya teringat bagaimana demonstrasi akan bisa berubah jadi anarkis saat tak ada bisa mengendalikan keadaan. Para tokoh pendemo harusnya bisa memegang kendali sehingga ia harus bertanggung jawab pada pendemo. Itu salah satu tanggung jawab yang harus dilakukan dengan baik. Ketika tahun 1998 saya masih menjadi mahasiswa di IKIP Semarang (Sekarang universitas Negeri Semarang) ikut terlibat dengan menggerakkan mahasiswa untuk melakukan unjuk rasa saat kita mendengar ada mahasiswa Trisakti yang meninggal dunia terkena tembakan peluru tajam.
Setelah beberapa hari berjalan mimbar bebas di kampus lalu kami mendaulat Rektor IKIP untuk ikut serta. Betapa kami bahagia saat beliau mau memberikan dukungan dengan mengatakan mahasiswa harus ALL OUT dalam perjuangannya. Namun, beliau juga berpesan jangan sampai perjuangan dengan niat baik disusupi oleh provokator. Maka saat kami menggerakkan mahisswa dari Kampus IKIP di Sekaran, Gunung Pati untuk melakukan long march ke Gedung DPRD di Kota Semarang kami sangat berhati hati dengan pesan rektor tersebut. Kami mengingatkan agar jangan sampai ada orang yang tidak dikenal masuk dalam barisan. kami sadar bawa long march itu dilakukan oleh lebih dari seribu orang. Maka kami bagi beberapa orang untuk selalu mengingatkan agar jangan sampai disusupi provokator.
Kami sadar perjalanan menempuh jarak lebih dari 10 km dengan berjalan kaki tentu bukan hal yang mudah. Semua lelah dan haus . Laparpun kami harus kami tahan. Nah, saat itu kami melewati jalan umum yang juga rute transportasi umum yang juga sangat sibuk. Secara otomatis, kami menyita waktu para pengemudi. Di sini para koordinator bertugas untuk membuat semua bisa berjalan baik. Selama perjalanan inilah yang rawan disusupi oleh provokator. Jika ada provokator yang masuk dan kemudian melempar batu ke suatu objek maka bisa jadi demonstrasi dan unjuk rasa akan berlangsung ricuh atau bahkan rusuh. Di sini dituntut kepemimpinan korlap. Berkat kesadaran semua pihak, mulai dari mahsiswa, pengguna jalan dan pengemudi yang ikut merasakan apa yang kami suarakan maka perjalanan demo bisa kami lalui dengan baik. Bahkan, setelah orasi dan selesai unjuk rasa kami diberi tawaran tumpangan truk Dalmas dari kepolisian. Semua bisa berjalan dengan baik dan tertib.
Sedikit berbeda dengan demo yang tidak bisa dikendalikan. ini biasanya dipengaruhi oleh koordinator lapangan yang kurang bisa mengendalikan peserta. Biasanya tidak ada kesepakatan awal yang baik sehingga demo berlangsung liar dan tanpa fokus yang jelas. Dalam keadaan begini biasanya pihak-pihak yang ingin menangguk keuntungan akan mudah masuk. Masuknya provokator tak bisa dihindari dan bisa menjadi pemicu kerusuhan.

Kejelasan tujuan
Sebuah unjuk rasa pasti mempunyai latar belakang yang bisa ditelusuri. Setelah indonsia merdeka ada catatan menarik yang bisa diambil dari tiap generasi. masing masing zaman punya kekhasan tersendiri. namun, semua itu lebih banyak digerakan oleh satu kekuatan besar. Mereka yang menggerakkan demonstrasi adalah pada pemuda dan mahasiswa.
Mari kita lihat demontrasi yang digerakkan oleh mahasiswa, pemuda dan berbagai kesatuan aksi yang sudah terbentuk sjah Oktober 1965. Para pendemo menuntut perbaikan keadaan saat pergantian orde lama ke orde baru. Mereka menuntut tiga hal yang sngat dirasakan oleh masyarakat, yang kita kenal dengan Tritura. Tiga tuntutan rakyat, yang terdiri dari menuntut pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, pembersihan Kabinet Dwikora dari unsur PKI dan menuntut perbaikan ekonomi dengan menurunkan harga.
Semua tuntutan itu mewakili dan mencerminkan keinginan sebagian warga masyarakat yang sedang mengalami penderitaan. Setelah G 30 S maka semua biang keladi dijatuhkan kpada PKI. PKI dianggap menjadi awal mula penderitaan melalui proses politik yang dijalankan hingga berpengaruh terhadap perekonomian rakyat. Perekonomian yang memburuk dengan tingkat inflasi yang sangat tinggi dan harga barang yang tak terjangkau membuat para pemuda dan mahasiswa tergerak hatinya untuk menyuarakan nasib rakyat.
Kejelasan tujuan dan kesamaan visi para peserta demo akan membuat langkah yang dengan mudah dikomando. Satu langkah satu komando sehingga tidak akan ada yang berdemo dengan liar tanpa arah. Peran penting dari para orlap dibutuhkan leadership yang baik. Di sini kita dituntut untuk bisa mengarahkan peserta demo untuk tidak asal teriak kencang. Mereka harus diberi penjelasan sehingga saat demo mereka bisa mengerti apa yang jadi tuntutan. Jangan sampai banyak orang demonstrasi tapi tidak tahu pa yang dilakukan.
Demikian seelumit tulisan saya kali ini. Semoga bisa jadi bahan renungan bersama.

Terima kasih telah membaca postingan saya. Semoga anda menikmatinya

PS This article also I posted in https://www.kompasiana.com/rohanipakekaha/5d8b198e0d823067ff6b5793/refleksi-untuk-sebuah-demonstrasi

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Thanks for using eSteem!
Your post has been voted as a part of eSteem encouragement program. Keep up the good work! Install Android, iOS Mobile app or Windows, Mac, Linux Surfer app, if you haven't already!
Learn more: https://esteem.app
Join our discord: https://discord.gg/8eHupPq