Kadang saya berpikir, mengapa beberapa orang memiliki kelebihan atau keistimewaan khusus yang tak dimiliki orang lain tapi lantas menyia-nyiakannya. Tapi kemudian saya berpikir ulang, bisa jadi orang lain pun berpikir hal yang sama terhadap saya.
Memang kerap kali kita hanya bisa menduga dan menghakimi seseorang berdasarkan apa yang kita lihat di permukaan, padahal tidak tahu apa yang bergejolak dalam dirinya, yang bisa jadi tidak dia bagikan bahkan kepada orang terdekatnya.
Atau kita mungkin juga luput mendengar dan menyelami apa yang dikeluhkan, sesuatu yang sesungguhnya penting tapi kita abaikan, dari orang terdekat, dari orang yang kepadanya kita lari mendekat setiap bertemu kendala. Dari seseorang yang selama ini rajin mendengar kita tapi lupa kita dengarkan juga.
Hubungannya dengan foto ini? Sedikit. Ini hanya menunjukkan bahwa saya menikmati kopi sore bersama "teman ngopi" kemarin, yang dibuang sayang.
Nah, buku di sebelahnya adalah sebuah novel karya Zaky Yamani.
Anywaaaay.... ini novel Zaky Yamani (ZY) yang berbeda dari novel-novel sebelumnya. Maksud saya, gaya penceritaannya berbeda. Ada sedikit gaya Gabriel Garcia Marquez (GGM) di sini. Yang pernah baca Love in the Time of Cholera pasti paham. Bagaimana GGM berkisah bolak-balik, menceritakan kisah A, kemudian A¹, A², tiba-tiba menceritakan C sebelum ke B, eh lantas balik lagi ke A. Mirip, tapi tidak sama persis. Penceritaan ZY lebih runut dibanding GGM yang terlalu melompat-lompat. Tapi konsentrasi pembaca harus penuh, agar bisa mensinkronkan titimangsa dan peristiwanya. Saya sarankan jangan menyeling novel ini dengan membaca buku lain. Biar lebih asyik!
Petualangan tokoh bernama Samiam dalam novel ini bisa dibilang mustahil. Petualangan yang niat utamanya mencari Bianca, sang tunangan, yang baru disadari sama sekali tak dia ketahui bagaimana perasaan dan lingkaran pergaulannya, padahal seharusnya Samiam jadi orang paling pertama tahu hal-hal pribadi. Jika dia bisa lebih peduli, tentu saja. Namun ujung-ujungnya Samiam mengikuti garis nasibnya bertualang demi pencarian jati diri dari Portugal ke tanah Sunda, dibalut konflik kepentingan politik para penguasa yang mengatasnamakan agama (terdengar "akrab" ya?) dan penjajahan wilayah demi rempah-rempah. Ah, ZY memang ada aja idenya!
Novel ini merupakan hasil residensinya ke Portugal. Tapi saya yakin, idenya sudah bercokol di kepala penulisnya sejak bertahun-tahun lalu. Sebagai jurnalis yang tekun, ZY tentu ditempa menulis berita dengan data yang akurat, sehingga sekalipun novelnya fiksi, tapi ini adalah fiksi sejarah yang mempertautkan bagaimana hubungan Portugal dan Indonesia (terutama Sunda) di masa lalu.
Selalu, tulisan ZY bikin saya sulit "move on" segera. Caranya bertutur selalu asyik. Seperti juga caranya mengajar. Iya, beliau ini salah satu guru saya di kelas menulis feature yang dibuat oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, beberapa tahun lalu. Galak. (Semoga dia gak baca tulisan saya di paragraf ini. 🤪)
Kabarnya, buku ini edisi pertama dari trilogi yang direncanakan. Saya menyesal terlalu cepat menamatkannya, sebab novel kedua dan ketiga masih harus saya berikan rasa sabar untuk ditunggu. Sebal ya?
Menunggu itu tidak enak, ZY.
NB: segera beli dan baca novelnya, ya! Recommended.