Mengelola SPT Masa PPh 21/26: Ketentuan Pemotongan serta Pelaporannya

in pajak •  4 months ago 

SPT Masa PPh adalah formulir yang dipergunakan untuk melaporkan pajak yang dipotong dari penghasilan wajib pajak pada setiap masa pajak (bulanan). Salah satu bentuk SPT Masa PPh yang penting untuk dipahami adalah SPT Masa PPh 21/26. Dalam artikel ini, akan dijelaskan bagaimana mengelola SPT Masa PPh 21/26, termasuk proses pemotongan dan pembayaran.

Apa itu SPT Masa PPh 21/26?

SPT Masa PPh Pasal 21/26 adalah salah satu jenis SPT Masa PPh yang digunakan untuk melaporkan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. SPT Masa PPh Pasal 21 ditujukan untuk subjek pajak orang pribadi yang berada di dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 untuk subjek pajak orang pribadi yang berada di luar negeri.

Ketentuan Pemotongan PPh 21/26

Mulai Januari 2024, pemotongan PPh 21/26 dapat dilakukan melalui aplikasi e-Bupot 21/26 untuk administrasi PPh 21/26. Meskipun aplikasi ini mendukung pembuatan bupot dalam bentuk elektronik, pemotong pajak masih dapat menggunakan bukti potong dalam bentuk formulir kertas.

Namun, berdasarkan Pasal 6 ayat 3 PER-2/PJ/2024, ada 4 kondisi di mana pemotong pajak wajib menggunakan bupot dan SPT Masa PPh 21/26 dalam format elektronik.

  1. Membuat bukti potong PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final atau PPh Pasal 26 dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
  2. Membuat bukti potong PPh Pasal 21 final dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
  3. Membuat bukti potong PPh Pasal 21 bulanan atau bukti potong PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap atau pensiunan yang menerima pensiun berkala dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak; dan/atau
  4. Melakukan penyetoran pajak dengan Surat Setoran Pajak (SSP) atau bukti Pemindahbukuan (Pbk) dengan jumlah lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.

Pemotong pajak yang memenuhi ketentuan tersebut harus membuat dan melaporkan bupot serta SPT Masa PPh dalam format elektronik. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut, pemotong pajak dapat memilih antara formulir kertas atau dokumen elektronik.

Selain itu, pemotong pajak yang telah menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 dalam format elektronik tidak diperbolehkan lagi menyampaikannya dalam format formulir kertas untuk masa pajak berikutnya. Jika pemotong pajak melanggar ketentuan ini, mengacu pada Pasal 10 ayat 2 PER-2/PJ/2024, maka dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh 21/26 dan dapat dikenakan sanksi.

Ketentuan Pelaporan SPT Masa PPh 21/26

Pelaporan SPT Masa PPh 21/26 menggunakan Formulir SPT PPh 1721 yang memiliki dua jenis, yaitu 1721 A1 (untuk karyawan swasta) dan 1721 A2 (untuk pegawai negeri). Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sementara batas waktu penyampaian SPT Masa adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.

Menurut PER-2/PJ/2024, kewajiban lapor SPT Masa PPh 21/26 juga berlaku untuk SPT yang berstatus nihil. PPh 21 dapat berstatus nihil karena adanya surat keterangan bebas (SKB) atau dikenakan tarif 0%.

Sebelumnya, PPh 21 yang berstatus nihil tidak perlu melaporkan SPT Masanya, kecuali di masa pajak Desember. Namun dengan adanya ketentuan terbaru, Wajib Pajak harus melaporkan pemotongan pajak atas PPh 21/26 meskipun berstatus nihil.

Kesimpulan

SPT Masa PPh Pasal 21/26 merupakan dokumen untuk melaporkan pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. Proses pemotongan dan pelaporan dapat dilakukan secara elektronik melalui e-Bupot PPh 21/26.

Penting untuk dicatat bahwa setelah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26 dalam bentuk elektronik melalui e-Bupot, pemotong pajak harus terus menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik pada masa pajak berikutnya. Jika tidak, dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPh 21/26.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!