PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INFORMASI DALAM PRESPEKTIF KEBERDAYAAN KOMUNITAS LOKAL Part 4

in pemberdayaan •  7 years ago 
  • Ruang Lingkup Pemberdayaan

image

Pemberdayaan harus dilakukan secara terus menerus, komprehensif, dan simultan sampai ambang batas tercapainya keseimbangan yang dinamis antara pemerintah dan semua segmen yang diperintah. Menurut Ndraha, diperlukan berbagai program pemberdayaan, antara lain :

  1. Pemberdayaan politik, yang bertujuan meningkatkan bergainning position yang diperintah terhadap pemerintah. Bergainning ini dimaksudkan agar yang diperintah mendapatkan apa yang merupakan haknya dalam bentuk barang, jasa, layanan, dan kepedulian tanpa merugikan pihak lain. Utomo menyatakan bahwa birokrasi yang berdaya dan tangguh adalah yang memiliki ”quality of work life” yang tinggi dan berorientasi kepada; (1) participation in decision making, (2) career development program, (3) leadership style, (4) the degrees of stress experienced by employees, dan (5) the culture of the organisastion.

  2. Pemberdayaan ekonomi, diperuntukkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan yang diperintah sebagai konsumen agar dapat berfungsi sebagai penanggung dari dampak negative pertumbuhan, pembayar resiko salah urus, pemikul beban pembangunan, kegagalan program, dan akibat kerusakan lingkungan.

  3. Pemberdayaan sosial-budaya, bertujuan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia melalui human investment guna meningkatkan nilai manusia (human dignity), penggunaan (human utilization), dan perlakuan yang adil terhadap manusia.

  4. Pemberdayaan lingkungan, dimaksudkan sebagai program perawatan dan pelestarian lingkungan, agar pihak yang diperintah dan lingkungannya mampu beradaptasi secara kondusif dan saling menguntungkan.

  • Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pada hakikatnya, pemberdayaan masyarakat bukan merupakan hal baru. Upaya pengembangan masyarakat terutama dilandasi oleh ajaran keagamaan, nilai-nilai kebangsaan, dan kebudayaan tradisional seperti semangat gotong-royong. Pengembangan masyarakat pada masa lalu erat hubungannya dengan memperjuangakan kemerdekaan, pada saat ini kegiatan pemberdayaan masyarakat terlenih bagi masyarakat informasi berorientasi pada partisipasi pembangunan dalam konteks transformasi sosial.

Korten, mengemukakan bahwa strategi program pengembangan masyarakat berorientasi pada pembangunan yang tercermin dalam empat generasi, yaitu;

  1. Generasi yang mengutamakan relief and walfare, yang diperuntukkan sesegera mungkin dapat memenuhi kekurangan atau kebutuhan tertentu yang dialami individu dan/atau keluarga, seperti kebutuhan makanan, kesehatan, dan pendidikan.

  2. Generasi yang memusatkan kegiatannya pada small-scale reliant local development atau disebut dengan community development, pada segmen ini antara lain meliputi pelayanan kesehatan, penerapan teknologi tepat guna, dan pembangunan infrastruktur.Dalam hal ini, penyelesaian persoalan masyarakat bawah (grassroot) tidak dapat diselesaikan dengan hanya pendekatan top-down approach, melainkan membutuhkan pendekatan bottom up approach.

  3. Generasi dimana semua sumber daya manusia dan potensi yang ada harus terlibat dalam sustainable sistem development, yakni mulai memperhatikan dampak pembangunan dan cenderung melihat jauh ke daerah lain, baik tingkat regional, nasional, dan internasional. Pada tahap ini terdapat upaya untuk mempengaruhi perumusan kebijakan pembangunan. Startegi ini mengharapkan perubahan pada tingkat regional dan nasional.

  4. Generasi yang berperan sebagai fasilitator gerakan masyarakat (people movement). Peran pada generasi ini membantu agar rakyat mampu mengorganisasi diri, mengidentifikasi kebutuhan lokal, dan memobilisasi sumber daya yang ada pada mereka. Generasi ini tidak sekedar hanya mempengaruhi perumusan kebijakan saja, namun mengharapkan adanya perubahan dalam pelaksanaannya.
    Ismawan (dalam Prijono), mengemukakan lima strategi pengembangan dalam pemberdayaan masyarakat, yaitu; (1) program pengembangan sumber daya manusia, (2) program pengembangan kelembagaan lokal, (3) program pemupukan modal swasta, (4) program pengembangan usaha produktif, dan (5) program penyediaan informasi tepat guna.

  • Pengukuran Keberdayaan Masyarakat

Wilson, menyampaikan pendapatnya bahwa pada kebanyakkan pengukuran diarahkan pada ’the what has to be done factors’. Masyarakat dinilai menurut prestasi, produktivitas, ketaatan pada anggaran, potongan biaya, dan sebaginya. Faktor-faktor ini penting bagi keberhasilan organisasi, namun apabila yang diukur hanya pada aspek-aspek efektivitas dan kinerja organisasi di waktu mendatang, hal ini perlu waspada karena berada dalam ’bahaya’, ibarat memiliki sebuah mobil dan mengendarainya tanpa memperhatikan cara mengemudi yang benar dan bagaimana melakukan perawatan kendaraan tersebut. Hal ini apabila tidak dipatuhi, pada akhirnya kendaraan akan rusak dan tidak membawa hasil dari fungsi kendaraan itu.

Selanjutnya pendapat Wilson, ada beberapa ukuran yang berbeda pada level yang berbeda dalam organisasi. Pada kelompok organisasi, pengukuran pemberdayaan ditentukan oleh; (a) kebijakan pemberdayaan, (b) strategi dan perencanaan bagi pengembangan budaya pemberdayaan, (c) keuangan dan sumber daya yang tersedia bagi pengenalan dan pengembangan pemberdayaan, (d) struktur dan proses manajemen untuk mengelola pemberdayaan, (e) publisitas dan komunikasi bagi prakarsa dan keberhasilan pemberdayaan, (f) keberhasilan usaha yang langsung mempengaruhi pemberdayaan, dan (g) moril dan kepuasan dalam organisasi. Pada level departemen dan seksi, ukuranukurannya meliputi; (a) pemahaman tentang pemberdayaan oleh para manajer dan karyawan, (b) sumber daya yang dialokasi untuk pengembangan budaya pemberdayaan, (c) pergantian tenaga kerja, (d) indeks moril dan kepuasan, (e) fleksibilitas karyawan, (f) kurangnya perlawanan terhadap perubahan, (g) pertumbuhan ketrampilan dan kemampuan karyawan, (h) tingkat kepercayaan, (i) jumlah orang yang dipromosi, (j) suasana diantara staf, dan (k) derajat delegasi manajemen.

Pada level individu, pemberdayaan dapat diukur melalui; (a) semangat yang diungkapkan oleh masyarakat, (b) keinginan individu untuk belajar hal-hal baru, (c) keterbukaan masyarakat terhadap usulan dan konsep baru, (d) derajat pengambilan resiko, (e) jumlah usulan dan perbaikan yang direkomendasikan, (f) tingkat kerjasama antar individu, dan (g) derajat ketidaktergantungan yang diperlihatkan oleh setiap orang.

Organisasi dan individu adalah entitas yang dinamis dan selalu berubah. Sering diperkirakan bahwa manfaat pemberdayaan begitu besar, sehingga masyarakat akan secara langsung menjadi pengikutnya yang setia kepada gerakan pemberdayaan. Suatu organisasi yang secara serius memperkenalkan pemberdayaan harus menghadapi tantangan asumsi ini dan mengevaluasi berbagai faktor, antara lain:

  1. Kesediaan organisasi menerima pemberdayaan bergantung pada situasi yang dihadapi, yaitu; factor adapting, growing, consolidating, declining, surveying, and rebuilding;

  2. Adanya pemikiran bahwa pemberdayaan itu tidak untuk setiap orang. Namun pada hakikatnya bahwa setiap orang ingin maju (diberdayakan) dan mendapat kesempatan untuk mengembangkan ketrampilan dan memiliki rasa tanggung jawab dalam arti sebenarnya. Asumsi ini dilandasi pada keyakinan bahwa manusia secara alamiah ingin belajar, mengembangkan potensinya, lebih mampu mengontrol lingkungan kerjanya. Orang tidak dapat mencapai tujuan tersebut, karena struktur hirarki yang represif dan kontrol yang dilakukan oleh organisasi dan para manajernya. Dilain hal, para manajer dan penyelia menentang pemberdayaan karena alasan tertentu. Perluasan pekerjaan orang lain sering dicapai dengan mengorbankan pekerjaannya sendiri. Mengapa mereka harus bekerja dengan prakarsa yang dirancang untuk menyingkirkan mata pencaharian mereka ?. Perlawanan mungkin terjadi dan mereka mungkin lebih terpenuhi, namun persepsi merekalah yang penting.

  3. Ketergantungan adalah budaya. Manusia terkadang dikondisikan untuk berperilaku tertentu. Kebiasaan ini ada dalam hirarki, birokrasi, kontrol manajemen yang tegas, akibatnya pola pikir orang tersebut terbentuk dalam rutinitas, karena dalam kerja selalu dihadapkan pada norma yang sama dan bergantung pada aturan dan kenyamanan bagi stabilitas pribadi kita. Hal ini menciptakan pada kondisi kenyamanan (comfort condition), sehingga dapat memunculkan karakter ketergantungan. Perubahan dan pemberdayaan akan berhasil hanya melalui pertanyaan mendasar dari metode kerja yang ada oleh setiap orang dalam organisasi.

  4. Dominasi kekuasaan. Pemberian kewenangan/kekuasaan oleh para manajer kepada bawahannya merupakan inti dari pemberdayaan. Namun apabila kita cermati seksama, terkadang manajer tidak mampu menyerahkan kekuasaannya kepada orang lain. Dorongan psikologis mengharuskan manajer untuk secara terus-menerus mencari kekuasaan dan pengaruh. Untuk itu, pemberdayaan memerlukan jenis manajer yang mampu dan siap menggantikan dorongan kekuasaan, individualistik kepada hubungan kerja tim yang empatik dengan manusia. Manajer yang tidak mampu menerima gaya perilaku yang sesuai dengan pemberdayaan harus meninggalkan organisasi atau mereka akan sabotase dan menghalangi perkembangan budaya baru.

  5. Lingkup pemberdayaan. Dalam proses pemberdayaan, sangat penting apabila orang mempunyai pemahaman yang realistik tentang apa yang akan dicapai. Pemberdayaan memberikan setiap orang kesempatan untuk mendapat dan menerima ketrampilan dan tanggung jawab tambahan. Sejumlah pembinaan dan pengembangan diperlukan ketika seseorang berharap ingin menguasai ketrampilan tertentu. Proses pemberdayaan tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap, namun memerlukan proses yang cukup menyita waktu, hal ini karena kemampuan dan motivasi setiap orang berbeda.

  6. Keyakinan dan kepercayaan. Para manajer, terutama dalam organisasi yang menganut hirarki tradisional, dalam mengembangkan pemberdayaan harus mengubah persepsi mereka terhadap bawahannya karena sifat transaksi antara orang harus berubah. Hal paling mendasar adalah keyakinan bahwa masyarakat dapat dipercaya dan dapat berpikir tentang dirinya sendiri.

  7. Kondusifitas bagi perubahan yang cepat, rapid change. Suatu organisasi tidak bijaksana memperkenalkan pemberdayaan bersamaan dengan perubahan yang signifikan. Hal mendasar dari seluruh perubahan adalah gangguan dari sistem, metode yang ada, dan pola hubungan manusia. Terkadang perubahan menghasilkan perasaan sakit dan permusuhan, kondisi seperti ini sulit dihindari, tidak mustahil dapat mengakibatkan kendala bagi proses pemberdayaan. Pemberdayaan didasarkan pada adanya kepercayaan dan hubungan baik antara orang dengan organisasinya, antara orang dengan temannya, dan tak kalah penting terhadap dirinya sendiri. Apabila kondisi seperti itu tercipta, maka semua orang yang ada pada sistem organisasi akan menerima perubahan dengan segala konsekuensinya.

  8. Investasi sumber daya yang besar. Orang perlu memahami proses dan mengetahui hasil yang akan dicapai. Mereka memerlukan pembinaan untuk melihat bagaimana pekerjaan dan tanggung jawab mereka akan berubah dan ketrampilan yang diperolehnya bisa diimplementasikan secara efektif. Intinya pembinaan itu mahal dan membutuhkan waktu.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Congratulations @anjasbakry! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 1 year!

Click here to view your Board

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Congratulations @anjasbakry! You received a personal award!

Happy Birthday! - You are on the Steem blockchain for 2 years!

You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking

Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!