Pada kesempatan kali ini saya akan me-review buku acehnologi yang terdapat dalam bab 22, yaitu tentang Kerak Peradaban Aceh. Aceh merupakan tanah rencong yang sangat di segani oleh banyak orang luar bagaimana tidak dengan kebudayaannya yang kental akan nuansa islam, kita bisa berjaya membangun tanah rencong yang kita banggakan ini.
Namun hari ini aceh belum bergerak sama sekali untuk keluar dari keterpurukan. Hampir setiap hal pasca abad ke-17, aceh selalu diterpa konflik, yang selalu melihat manusia sebagai aktof utama. Setelah abad ke-17, aceh mulai disibukkan untuk berfikir yang tidak lagi mengacu ke pada spirit ke aceh-an. Akibatnya aceh akan sangat mudah ditaklukkan. Walaupun sejarah mencatat aceh tidak pernah secara fisik dikalahkan oleh penjajah, tapi secara mental aceh telah mengalami penglihatan terhadap kesadaran akan peradaban.
Baru-baru ini terbit ohysics of the future karya michio kaku. Dalam buku tersebut, kaku memperkenalkan sebuah istilah yaitu planetary civilization (peradaban planet). Paling tidak ada tiga jenis. Jenis pertama, dimana manusia mampu mengontrol sumber-sukmber energi di bumi , dan mereka juga mampu mengontrol dan memodifikasi cuaca, dan bisa membuat kota-kota ditengah-tengah samudra. Kemudian jenis kedua, bagaimana manusia mengambil energi dari bintang. Dan jenis yang ketiga, dimana manusia dapat mengambil energi dari galaksi dari miliyaran bintang di angkasa.
Di aceh pada kajian ini telah berada di satu pintu peradaban yang amat maju dari abad ke-16 dan ke- 17 masehi. Ketika aceh memiliki kejayaan peradaban pada abad ke-17 , dimana saat itu ada kekuatan spirit kosmik yang mengitari kehidupan rakyat aceh. Puncak peneguhan atau penggunaan spirit ini adalah ketika aceh melawan penjajah, baik sebelum 1945 maupun sesudah tahun tersebut. Namun aceh runtuh pada abad ke-17 masehi.
Ketika aceh bergabung dengan republik indonesia aceh dianugerahi dengan gelar ‘istimewa. Saat itu hanya ada dua daerah yang istimewa yakni aceh dan yogyakarta. Ketika aceh diberikan gelar ini, yang terbayang adalah bahwa orang aceh memiliki adat istiadat dan ajaran islam yang dapat diberlakukan di segala aspek kehidupan rakyat. Namun tidak dijadiakan islam sebagai spirit dalam stradisi berbegara di daerah istimewa ini. Di mana gelar tersebut nampak tidak berarti sama sekali bagi rakyat aceh dibandingkan dengan yogyakarta.
Disinilah persoalan muncul tentang bagaimana spirit ke aceh-an itu sendiri? Di aceh tidak ada lagi sultan berbeda dengan yogyakarta yang masih mempertahankan spirit kebudayaannya, dan mereka juga masih memilki sultan yang mesti mereka patuhi. Begitulah, walaupun aceh secara historis terdapat beberapa kerajaanislam,namun peninggalan kerajaan tersebut hanya sebatas siklus sejarah saja. Namu kerajaan di aceh merupakan simbol spirit keislaman diikuti dengan spirit kebudayaan dab spirit ilmu pengetahuan. Kebersatuan tiga spirit inilah yang membentuk jatidiri ke-aceh-an itu sendiri. Oleh karena itu kita harus bangga menjadi orang aceh, kita bersyukur lahir di tanah rencong ini, yang kental akan nuansa keislamanya.