Coffee does inspire. From or with coffee, many paintings, stories and poems have been produced. Coffee is not only taste and aroma, but also tradition, history, love, and self-esteem. When coffee grows on your bloodshed, its roots protect the skeletons of your ancestors, but it is claimed to be as much as the production of other countries, that's disturbed self-esteem.
But don't hurry up and take up arms. Just say with coffee, as love says with flowers.
The poem "The Dream of Coffee" was once published in Lintas Gayo. Happy sipping poetry while reading coffee and happy reading coffee while sipping poetry.
The Dream of Coffee
in this chair
I nail myself
using complaints
about the route that gets worse
and unreadable maps
on a trip astray in the wilds of the city
in this chair the time passes in dark
dance from discourse to discourse
in a sip of coffee, harvest gardens immediately
fat rice grains contain
goats and cows breed females
only a blink of an eye
enough cup of coffee
to juggle a land to become independent
seven generations come wealth
escort us from one dream to the next dream
the ocean of coffee that doesn't go away
in a hundred full moon
Jakarta, October 2012
Kopi memang menginspirasi. Dari atau bersama kopi banyak melahirkan lukisan, kisah, dan puisi. Kopi bukan hanya rasa dan aroma, melainkan juga juga tradisi, sejarah, cinta, dan harga diri. Ketika kopi tumbuh di tanah tumpah darahmu, akarnya melindungi kerangka nenek moyangmu, tetapi diklaim sebanyak hasil produksi negara lain, itu harga diri yang terusik.
Tapi jangan buru-buru angkat senjata. Katakan saja dengan kopi, sebagaimana cinta berkata dengan bunga.
Puisi “Mimpi Kopi” ini pernah diterbitkan di Lintas Gayo. Selamat menyesap kopi sambil membaca puisi dan selamat menyesap puisi sambil membaca kopi.
Mimpi Kopi
Di kursi ini
aku memaku diri
menggunungi keluh kesah
tentang rute yang makin payah
dan peta yang tak terbaca
dalam perjalanan sesat di belantara kota
di kursi ini waktu berlalu dalam kelam
menari dari wacana ke wacana
dalam sesapan kopi, kebun-kebun panen seketika
bulir-bulir padi gemuk berisi
kambing dan sapi membiakkan betina
hanya sekedip mata
cukup secangkir kopi
untuk menyulap negeri menjadi merdeka
kekayaan datang tujuh generasi
mengantar kami dari satu mimpi menuju mimpi berikutnya
samudra kopi yang tak kunjung terarungi
dalam seratus kali purnama
Jakarta, Oktober 2012
Haha...
Saya tak punya senjata untuk di angkat, saat ini hanya ada satu cangkir dimeja, dengan isi air kopi hitam pekat.
Tulisan yang indah, dengan rangkaian kata yang anggun. Keren, saya suka gaya bahasa @ayijufridar 👍👍👍
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit