subject: kabut pagi menipis di kota kecil kita

in poetry •  7 years ago  (edited)

IMG_7315.JPG
Sebuah rumah tua berlatarbelakangkan Bukit Basah, Curup-Rejang Lebong Source: private collection

subject: kabut pagi menipis di kota kecil kita
(balasan buat e-mail dari seorang sahabat yang hampir 30 tahun tak pulang)

kabut pagi pun menipis. lusa kota kecil kita tak lagi jadi
partitur irama hujan, panen di kebun-kebun kopi,
hutan dan orang-orangnya yang berbicara dengan
bahasa yang kasar. tak juga ada lagi sisa bunyi
lari-kecil kita di pematang sawah, mengejar sekelompok
pipit yang akan terjun ke padi-padi masak.
dia akan jadi konser sibuk yang dipaksakan masuk
ke gendang-gendang telinga merusak tidur-lelap lelah
kau di tengah malam. kesibukan telah menjadi kosa kata.
tak ada lagi petang untuk saling meminta tembakau,
menggulung rokok daun bersama sambil membanting
kartu gaple dan bercerita tentang bahagia selesaikan siang
di bawah lampu listrik yang masih bercampur dengan
sentir minyak tanah.

menjelang magrib:
biasanya ada anak-anak penuh lumpur
pulang memancing - biasanya ada anak-anak bermain
perang-perangan di depan surau selepas belajar
mengaji - biasanya ada wanita tua sempat memetik
sirih di sudut kebun - biasanya ada lelaki tua terguling
diseret kambing yang dihelanya

biasanya ada seorang wanita
yang berdiri di bibir jalan menunggu kekasihnya pulang
biasanya ada lelaki bersiap menguak malam
akan menjumpa cintanya dengan pantun-pantun lama

kalau barisan damar-damar raksasa tempat delman, beca
dan tukang-tukang cukur tua mangkal memang telah
lama dirobohkan. ketika jalan-jalan saatnya harus diperlebar.
ketika orasi-orasi mulai berkata tentang hari-hari yang
harus bergeliat. ketika kota kecil itu diberi nomor dada
untuk masuki lingkaran gelanggang lomba

tentang gunung dan bukit tempat kita dulu suka memulut
punai bahkan telah lama pula dilupakan,
sebagian telah jadi gundukan besar tanah kuning mati.
kulitnya telah dikelupas, padahal yang dulu rata hijau dan
menyimpan air untuk ikan-ikan di sungai
yang kini jadi tak lebih lebar dari selokan.

ah, aku sendiri mengapa tak pernah pulang?
selalu sajakah kota kecil kita
hanya jadi tempat lahir
tetapi ketika tumbuh dan berkembang
kita tak pernah berbuat untuknya

ya, sahabat
kala selalu paling perkasa
kalahkan manusia sebagai anai-anai
yang dihempas angin ke bandar-bandar waktu
mengubah dunia jadi berubah
menggerakkan hari-hari jadi bergerak
maka, kabut pagi pun menipis di kota kecil kita


Dari Antologi "Tak ADa Persimpangan Di Lautan" (Emong Soewandi)
|| @emong.soewandi

Baca Juga Puisi-Puisiku Lainnya:

  1. Penyelesaian
  2. Hujan Tak Jadi Reda
  3. Seikat Bunga Di Perjalanan
  4. Untuk Ibu
  5. Di Depan Makam Letkol Santoso
  6. Kita Tiba Di Bumi
  7. Balada Pasung
  8. Embun
  9. Ritual of Picking Rose
  10. Solitude Late Night
  11. Ombak Senja, Pantai Celaka
  12. Ladang Tempat Setiap Burung Akan Mati Melaluinya

Screenshot_18.jpg

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

World of Photography Beta V1.0
>Learn more here<

Thank you for participating in #landscapephotography

You have earned 5.30 XP for sharing your photo!

Daily Stats
Daily photos: 1/2
Daily comments: 0/5
Multiplier: 1.06
Server time: 00:42:27
Account Level: 0
Total XP: 91.00/100.00
Total Photos: 16
Total comments: 8
Total contest wins: 0
When you reach level 1 you will start receiving up to two daily upvotes

Follow: @photocontests
Join the Discord channel: click!
Play and win SBD: @fairlotto
Daily Steem Statistics: @dailysteemreport
Learn how to program Steem-Python applications: @steempytutorials
Developed and sponsored by: @juliank

  ·  7 years ago Reveal Comment

Suasana pedesaan sangat kental di puisi ini. Lanjutkan bang.....

  ·  7 years ago Reveal Comment

Mantap kak

  ·  7 years ago Reveal Comment

Syahdunya tentang balasan email itu.

  ·  7 years ago Reveal Comment

Syuukaaaa😍

  ·  7 years ago Reveal Comment

Foto dan puisinya kentak suasana pedesaan. Asyik.

  ·  7 years ago Reveal Comment

Membaca puisi ini, ku tersedot ke masa silam. Masa di kampung halaman, sebuah pedesaan asri yang selalu asri.

  ·  7 years ago Reveal Comment