Matamu puisi. Wajah yang pagi kau-bangun, pada matahari dalam kertas senyum, lepas lelah sisa lenguh resah semalam... baitmu harum.
Mata itu, terus aku menikmati sentuhan pandang kata-nya. Sebab, ada lukisan aksara para khidir bukit, ada ketenangan laut, dan celoteh burung-burung menari di atas tanah rumput. Sungguh aku bisa bernapas lepas di sana, bisa menuliskan wangi sisa usia, bisa memanen nyala kehidupan surga.
Dari matamu, suatu musim nanti, pastikan-ku menemui teduh hari yang 'tlah lama mimpi. Lalu, beranjak sempurna puisi ia menjadi pagi, dan barulah nalarku memahami... itu cinta, dengan rindu yang membaca sirr jiwa,-- kusimpan, kususun rapi dalam tubuh yang cipta.
Matamu... Pada pagi di pandangnya, aku ingin menghadiahkan rumah tahun-tahun dengan embun, di mana usiaku akan panjang menginap, bersamamu dalam buku yang matahari, dan menghabisi kertas-kertas sepi dengan kema'rifatan cinta sang puisi.