Botol

in puisi •  6 years ago 

Untitled.png
(Sumber gambar: Goggle.com)

Sore terkabar di atas tungku. Saat itu aku sedang merebus imajinasi. Di sudut kamar ada rasa yang pengap. Siapa yang bersalin di atas kasur? Tanyaku pada tungau yang berlari.

Sore itu mendidih di dalam rahim, dia adalah anak kandung labirin dan langit-langit rumah. Bau semakin sengit. Kata-kata menjerit, berteriak agar segera dicucuki makna. Sambil membenarkan letak kain sarung, makna itu terdesak lahir. Hasilnya prematur, begitu kata anak laba-laba yang setia menyaksikan darah itu mengucur.

Untuk menghibur si buah hati. Aku menggantungkan pertanyaan dari tubuh-tubuh penyesalan. Sendi-sendiku mulai keropos, kataku pada sengit yang mengajak bercumbu lagi.

Malam mengamuk dalam botol anggur. Binatang jangan dipelihara dalam tubuh, kata kesihku. Aku mejulurkan lidah dan menetas lagi binatang itu. Mengguyur jantung hewanku. Menderas merampas sadarku. Sekian teguk mengalir, membajiri kesadaranku. Lalu aku hanyut dalam ikan yang lupa. Dalam batu yang lupa.

Kuteguk seperti cangkir yang meneguk tubuhku. Lalu mengalirkan aku di atas kasur. Di langit mataku dan paha-paha bergelantungan membentuk pelampiasan dan piasan keganansan. Mulailah di plapon rumah tubuh menari-menarik.

Reruntuhan daging tubuh membentuk senyum seperti bibir. Kembali seperti manusia dalam imaji. Kemolekan habis. Berikan bosan. Erangku mengerang. Satu teguk lagi. Habis sudah satu botol. Tapi masih hasilkan tapi.

Aku melangkah dalam terik tubuhku yang malang. Roda berputar memekik di telinga masa depanku. Aku mencekik diriku. Aku mengembara dalam lamunan orang. Entah apakah aku masih di sana?

Yi Lawe.
Yogyakarta, 2018.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!