Pada kesempatan kali ini saya akan me-review buku acehnologi yang terdapat dalam bab 20, yaitu tentang Studi Religi Aceh. Aceh sangat kental akan nuansa keislamannya, sebagaimana kita tau rata-rata orang aceh merupakan orang islam. “din” merupakan “agama”, walupun di aceh hindu datang lebih awal dari islam. Aceh sendiri tidak bisa dipisahkan dari kenyakinan akan budaya keislamanya. Kerajaan aceh sendiri merupakan landasan keislaman. Dan islam telah menjadi simbol bagi masyarakat aceh.
Di Aceh keunduri sering diibaratkan dengan keunduri udep (kehidupan) dan keunduri mate (kematian). Tradisi ini kental dengan nuansa Islam. Tapi ini tidak menjadi “agama Aceh” dalam pandangan orang Aceh, seperti “agama Jawa” dalam pandangan orang Jawa. Dapat kita bayangkan gimana kalau Islam tidak datang ke Aceh, tentu saja sama seperti daerah Bali yang kental dengan “agama Hindu”.
Ini juga yang menjadi alasan kenapa hubungan Aceh dan Indonesia bisa dikatakan tidak berjalan mulus. Karena, negara Indonesia bukan negara yang berdaulah Islam. Ini yang menjadi alasan juga kenapa terjadinya konflik GAM. Dan dari Aceh lah Islam menyebar ke Melayu dan Jawa.
Aceh juga dikenal dengan Tanah Aulia-Aulia Allah. Dari Aceh juga adanya ekspansi ulama Aceh ke Pulau Jawa. Seperti Sunan Gunung Jati, dia adalah orang Pasai yang menyiarkan Islam ke Jawa Barat, kemudian Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang berasal dari Jeumpa (juga termasuk wilayah kekuasaan pasai) ke Gresik membantu Maulana Malik menyiarkan Islam.
Dapat kita gambarkan, bagaimana tingkat berpengaruhnya orang Aceh untuk Indonesia dan juga Tanah Melayu. Perlu kita ingat kembali, bahwa Islam datang ke Aceh ini tidak dalam bentuk peperangan atau bahkan penjajahan, melainkan perdagangan. Hal ini membuat Islam lebih mudah diterima dalam kalangan orang Aceh.
Di Aceh Islamologi yang berarti kajian Islam disebut dengan istilah meuruno atau jak meuruno. Istilah ini dapat dipastikan bahwa ketika seseorang pergi keluar rumah untuk menuntut ilmu, maka itu adalah belajar Islam. Jadi jangan heran jika di Aceh sangat mudah bagi kita menemukan pesantren atau dayah-dayah, baik daerah pesisir maupun pegunungan. Ada juga kitab-kitab karya dari ulama Aceh seperti al-Raniry dan al-Singkili, meskipun berjudul bahasa Arab tetapi isinya bahasa Melayu.
Mungkin hanya ini yang bisa saya paparkan tentang Studi Religi Aceh, semoga ini menjadi sebuah pembelajaran bagi kita yang membacanya dan terutama bagi saya sendiri yang menulis. Sekian terima kasih.