PEMANFAATAN LIMBAH ALUMINIUM SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN TAWAS

in reviewarticle •  7 years ago 

Selvina Ayuansyari Lubis
Jurusan Teknik Kimia, Program Studi Teknologi Kimia Industri
Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jl. Banda Aceh – Medan Km. 280,3 Buketrata – Lhokseumawe, 24301
Email : [email protected]

Abstrak
Pendahuluan
Kepadatan penduduk dan semakin banyak industri mendorong banyaknya sampah masyarakat baik industri maupun rumah tangga. Sampah yang ada bisa didaur ulang dalam waktu yang singkat maupun tidak bisa didaur ulang. Semakin banyaknya sampah, maka akan merusak badan air apabila sampah tersebut terurai ke tanah. Salah satu sampah industri maupun rumah tangga yang dapat di daur ulang adalah aluminium. Aluminium dapat menyebabkan pencemaran lingkungan karena dibutuhkan waktu lebih kurang 400 tahun untuk aluminium terurai dalam tanah (L. Anggreani, 2017).
Aluminium adalah logam yang memiliki beberapa keunggulan diantaranya lebih ringan dari pada baja, mudah dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat menahan masuknya gas, mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang (S.Mulyadi, dkk, 2011).
Namun limbah aluminium bisa dikurangi dengan cara didaur ulang. Salah satu limbah aluminium yang berasal dari limbah rumah tangga adalah kaleng aluminium, aluminium foil dan lain-lain. Sedangkan limbah aluminium yang berasal dari kegiatan industri adalah limbah serbuk aluminium dari pembuatan lemari piring, dll. Secara kasar, 60% kaleng soda terbuat dari aluminium baru (biji besi bauksit yang ditambang), sedangkan 40% terbuat dari aluminium daur ulang ( I.Purnawan, 2014). Bahan baku aluminium dapat didaur ualng menjadi tawas untuk menurunkan kekeruhan air. Kadar aluminium dalam tawas yang diperbolehkan adalah kurang dari 14%.
Pada artikel review ini bertujuan untuk mempelajari potensi limbah aluminium sebagai bahan baku pembuatan tawas serta mempelajari jumlah katalis dalam pembuatan tawas dari limbah aluminium.
Potensi Limbah Aluminium sebagai Bahan Baku Pembuatan Tawas
Bahan baku pembuatan tawas yaitu dapat berasal dari logam aluminium yang dapat dihasilkan dari limbah kaleng aluminium, aluminium foil, maupun serbuk aluminium dari pembuatan rak piring, dan lain-lain. Limbah aluminium tersebut apabila dibuang ke lingkungan begitu saja maka membutuhkan waktu 400 tahun untuk mengurai ke tanah. Untuk meminimalkan limbah tersebut, dapat diolah menjadi tawas. Tawas dapat dibuat melalui beberapa proses yaitu, persiapan bahan baku, pelarutan, pengendapan tawas, pencucian, serta kristalisasi.
Berdasarkan SNI 06-0032-2004, aluminium yang terdapat dalam tawas minimal sebanyak 17%. Pengujian kadar kalium dan aluminium dalam tawas menggunakan Atomic Absorption Spehtrophotometry (L.R.Sitompul, 2017). Pada pembuatan tawas yang telah dilakukan oleh Irfan Purnawan (2014) dengan bahan baku kaleng aluminium, kaleng tersebut dibersihkan dengan pengamplasan dan digunting menjadi bagian yang kecil. Pada pembuatan tawas yang telah dilakukan oleh Lilis Anggreani (2017) dengan bahan baku kemasan aseptik, kemasan aseptik terlebih dahulu direndam dalam air selama ±1 hari, dan dilakukan pemisahan antara karton dan aluminium foil yang ada di dalam kemasan. Kemudian aluminium foil tersebut dipotong mejadi ukuran yang lebih kecil.
Pada proses pelarutan dengan menggunakan katalis KOH, katalis KOH dibutuhkan untuk mempercepat reaksi dan untuk melarutkan aluminium tersebut. Pelarutan dilakukan diatas heater pada suhu 70°C selama 30 menit. Konsentrasi KOH yang dibutuhkan 10-50%. Kemudian didiamkan hingga suhu kamar dan dilakukan penyaringan. Reaksi yang terjadi pada saat penambahan katalis KOH sebagai berikut
2Al(s)+2KOH(aq)+2H2O(l) → 2KAlO2(aq)+3H2(g)
Pada pembuatan tawas dengan penambahan katalis KOH, KOH akan mengikat kation Al2+ yang terdapat pada kaleng bekas/ aluminium foil dan lain-lain. KOH pada reaksi bersidat inert dan mudah larut dalam air. Hasil reaksi yang berupa 2KAlO2 akan bereaksi dengan H2SO4. Konsentrasi KOH yang tepat untuk pembuatan tawas adalah 7-10%. Jika konsentrasi lebih dari 11%, maka konversi pada tawas akan kecil. Jika konsentrasi pada tawas kurang dari 7%, maka KOH tidak bisa menarik Al2+ karena mengandung banyak air (M.Syaiful, 2014).
Filtrat yang diperoleh kemudian ditambahkan H2SO4. Penambahan H2SO4 dilakukan agar seluruh senyawa 2KAlO2 dapat bereaksi sempurna. Konsentrasi H2SO4 juga berpengaruh pada pembuatan tawas, karena H2SO4 mengikat aluminium yang telah diekstrak oleh KOH (L.Anggreani, 2017). Konsentrasi asam sulfat yang dapat bereaksi adalah 6-7 M. Jika dibawah dari nilai tersebut, sulfat tidak bisa bereaksi. Sedangkan konsentrasi diatas 7 M, maka larutan dan tawas didapat terlalu asam dan merusak pH air pada saat proses koagulasi (M.Syaiful, 2014). Larutan alumina yang dinetralkan dengan asam sulfat, mula- mula terbentuk endapan yang berwarna putih dari Al(OH)3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut
2KAlO2(aq)+2H2O(l)+H2SO4(aq) → K2SO4(aq)+Al(OH)3(s)

Pembentukan kristal tawas dapat dipercepat dengan mendinginkan larutan di dalam es selama ±1 jam. Sedangkan untuk menghilangkan kadar air yang masih terdapat di dalamnya, bisa dilakukan pelarutan dengan menggunakan etanol 50%.  Kemudian untuk mengeringkan alum dapat dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven dengan suhu 500 C hingga kering (I.Purnawan, 2014). 

Karakteristik Tawas
Karakteristik tawas mencakup kadar aluminium, rendemen, warna, dan lain-lain. Tetapi pada umumnya parameter tawas yang utama adalah susut pengeringan, kadar besi, kadar kalium, logam berat dan bahan yang tidak larut. Berdasrakan SNI 06-2102-1991 mengenai syarat mutu tawas teknis meliputi kadar tawas (kemurnian) minimal 93%, susut pengeringan maksimal 2,0%, kadar besi maksimal 0,01%, kadar arsen maksimal 0,0002%, kadar logam berat maksimal 0,003% dan bahan yang tidak larut dalam air maksimal 0,02%.
Tawas yang diperoleh harus dihitung rendemennya untuk mengetahui hubungan antara rendemen terhadap kadar KOH dan H2SO4. Pada pembuatan tawas yang telah dilakukan oleh L.Anggreani (2017), rendemen tawas terbanyak sebesar 72,69% (19,91 gram) dengan menggunakan bahan baku berupa aluminium foil, KOH 30%, H2SO4 6M.
Rendemen tawas yang didapat dilakukan uji bagian yang tidak larut dalam air untuk mengetahui hubungan antara bagian yang tidak larut dalam air terhadap konsentrasi KOH yang digunakan. Pembuatan tawas yang telah dilakukan oleh I. Purnawan (2014), bagian yang tidak larut dalam air terbanyak adala sebesar 5,05% dengan menggunakan bahan baku kaleng aluminium bekas, KOH 10% dan H2SO4 8M.
Kandungan aluminium dalam tawas mempengaruhi karakteristik pada tawas. Pada penelitian I.Purnawan dengan menggunakan bahan baku kaleng aluminium bekas, didapat kandungan aluminium terbanyak adalah sebesar 83,96%. Penelitian yang dilakukan oleh M.Manurung dengan menggunakan kaleng bekas bermerk greensands, kandungan aluminium tebanyak sebesar 15,80%.

Kegunaan tawas
Tawas berguna pada pengolahan air sebagai koagulan untuk menjernihkan air. Penetapan yang dilakukan pada analisis fisik air adalah warna, bau dan kekeruhan. Untuk warna dan bau dilakukan dengan metode organoleptik sedangkan kekeruhan dengan alat turbidimeter. Pembuatan tawas dengan menggunakan bahan baku berupa kaleng bekas terbukti efektif sebagai koagulan walaupun penggunaannya lebih banyak yang dibuktikan dari metode jar test.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh I.Purnawan (2014) pH air sebelum ditambahkan tawas adalah 7,33 sedangkan pH air setelah penambahan tawas adalah 6,92. Sedangkan kekeruhan air sebelum penambahan tawas adalah 156 NTU, dan setelah penambahan tawas kekeruhan air tersebut 0,879 NTU. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh M.Syaiful 2014, tawas yang dihasilkan mampu menurunkan turbidity air baku hingga 1,59 NTU, konduktivitas air hingga 69,7, TDS akhir hingga 34,8 NTU, pH akhir air higga 4,89, dan temperatur akhir air hingga 27,60 C.

Kesimpulan
Limbah aluminium yang didapat dari kegiatan industri maupun rumah tangga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan tawas. Aluminium dilakukan pelarutan dengan menggunakan katalis KOH untuk mempercepat reaksi menggunakan pemanasan dan penyaringan apabila suhu mencapai suhu kamar. Kemudian filtrat hasil penyaringan agar 2KAlO2 dapat bereaksi sempurna, ditambahkan dengan menggunakan H2SO4. Tawas yang dihasilkan harus berbentuk kristal yang akan dilakukan dengan pendinginan menggunakan es. Kemudian dilakukan lagi penyaringan dan dilarutkan menggunakan etanol untuk mempercepat proses pengeringan. Kemudian alum tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven untuk menurunkan kadar air. Berdasarkan SNI 06-2102-1991, kadar aluminium dalam tawas sesuai standard adalah kurang dari 14%. kadar tawas (kemurnian) minimal 93%, susut pengeringan maksimal 2,0%, kadar besi maksimal 0,01%, kadar arsen maksimal 0,0002%, kadar logam berat maksimal 0,003% dan bahan yang tidak larut dalam air maksimal 0,02%.

Daftar Pustaka
L.Anggreani, E.Yenie dan S.Elystia. 2017. Daur Ulang Sampah Aluminium Foil Kemasan Aseptik Menjadi Tawas. Fakultas Teknik. Universitas Riau. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 4 (1), hal: 1-6
S.Mulyadi, F.Halawa. 2011. Karakteristik Sifat Mekanis Kaleng Minuman (Larutan Lasegar, Pocari Sweat dan Coca Cola). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Jurnal Ilmu Fisika. Vol 3 (2), hal: 68-74
I.Purnawan, R.B.Ramadhani. 2014. Pengaruh Konsentrasi KOH Pada Pembuatan Tawas Dari Kaleng Aluminium Bekas. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Jakarta. Jurnal Teknologi. Vol 6 (2), hal : 109-119
L.R.Sitompul, E.Yenie dan S.Elystia. 2017. Pemanfaatan Logam Aluminium (Al) pada Kaleng Minuman Soda Menjadi Tawas. Fakultas Teknik. Universitas Riau. Jurnal Fakultas Teknik. Vol 4 (1), hal: 1-6
M.Syaiful, A.I. Jn dan D.Andriawan. 2014. Efektivitas Alum Dari Kaleng Minuman Bekas Sebagai Koagulan Untuk Penjernihan Air. Fakultas Teknik. Universitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia. Vol 20 (4), hal: 39-45

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!