Bohlam raksasa itu bernama matahari. Menggantung sempurna seperti bandul jam gadang kepunyaan kakek yang tewas diangka dua belas. Aku bergegas menghalau panas. Memasang mata mencari kendaraan umum pertama yang sedia membawaku kembali ke kaki gunung Tangkuban Parahu. Sebuah bus renta menepi, berderit derit menahan laju badan nya sendiri yang terhuyung di rem oleh sopirnya.
"Bandung, mang?" Tanyaku menyelidik.
"Muhun, Bandung". Jawab kondektur pasti.
"Sabaraha ongkos na, mang?"
"20 rebu, neng"
"Mahal geuningan, mang...tadi angkatkeun kana elf kur 15 rebu, mang" protesku
"Daripada leumpang ka Bandung, mending mana, neng...??? Lamun diakod, komo deui. sajuta satengah mayarna...hahaha".
mamang kondektur tergelak-gelak jahil. wajahnya yang kocak menyembul di balik pintu bus, kumis mamang coklat kerontang, terpapar radiasi bohlam raksasa yang terik.
"Oh enya oge nya, mang..."
sambutku sepakat, menyetujui penjelasan logis kondektur. Si mamang mengangkat alisnya dua kali, isyarat senang. Naluri kedekut ibu-ibuku telah dilumpuhkan oleh teori komparasi nya.
"Hayu Neng. Iraha deui naek beus Amita Bacang".
serunya ujub.
Si mamang mematut diri serupa aktor Bollywood tahun 70-an. Aku merunduk membenamkan wajah yang terkekeh, gagal mencari garis wajah kondektur yg mirip dengan raut muka sang aktor. Ingin ngakak so hard tapi takut si mamang tersinggung, bisa-bisa aku diturunkan ditengah jalan dan urung pulang kepelukan anak dan suamiku yang menunggu di Lembang.
Aku pun bergabung bersama segelintir penumpang yang khusyuk menikmati romantisme perjalanannya masing-masing. Memaksakan diri berdamai dengan kepungan hawa panas yang ditingkahi dentuman irama dangdut koplo yang syairnya meracau, kepulan debu serta bebauan asing yang berasal dari ketek para penumpang yang kegerahan. Aku menyandarkan punggung pada jok yang koyak, sekoyak hati marimar saat sergio mengkhianatinya (?). mengerjap-ngerjapkan mata berusaha terpejam sambil bergumam lirih mencerna keadaan, betapa kerasnya kehidupan.
Bus reyot ini melaju paksa hanya dengan membawa beberapa penumpang saja. Bila ku kalkulasi, ongkos seluruh penumpangnya amat jauh dari menutupi biaya operasionalnya. Aku menduga-duga, barangkali melaju paksakan bus renta ini menjadi keputusan paling heroik bagi pak sopir dan kondekturnya. Mereka menolak berhenti walau tergopoh-gopoh mengejar gelinding perubahan. Mengokohkan simpul ikhtiar pada satu2 nya tali nafkah yang dipunyai. Mengais rezeki dari pengguna jasa transportasi umum yang makin tergerus moda online.
Adakah hikmahnya untukku? Ada. sebelumnya, tak terbetik dibenakku menyambangi anakku di pondok nun jauh di Subang dengan menumpang bus uzur ini. Tapi Alloh pulalah yang menuntunku sampai kemari. Suamiku dikejar deadline, 2 anak lelakiku disergap batuk, sehingga rencana menjenguk bersama terpaksa ditunda. Alloh swt yang memperjalankan aku dan menetapkan aku menjadi salah satu perantara rezeki-Nya, se-tak mau apapun aku, berlabuh jua aku di lambung mobil renta ini. Merogoh isi dompetku dan menyerahkan nya pada kondektur.
Maka mengertilah aku, se-prihatin apapun ikhtiar kita menapaki kehidupan, bergeraklah! Janganlah memeram diri dan menyepelekan jalan-jalan rezeki. Sambutlah peluang terkecil dan terdekat yang Alloh swt berikan. Tunjukanlah kesungguhanmu, hingga Alloh swt menilaimu pantas dilonjakan rezekinya.
Bekerjalah sebagai tanda ketaatanmu menempuh jalan takwa, bahwa engkau telah patuh kepada-Nya. Menegakkan tulang punggung dengan cara mulia untuk dirimu dan keluargamu. Menjaga kehormatan dari mengemis-ngemis yang dicela agama. Bukankah terang benderang rasul SAW bersabda, pahala mencari nafkah halal setara jihad dijalan Alloh dan kepayahan yg ditanggguk sebab mencari nafkah mampu menghapus dosa-dosa. Maka mengapakah masih banyak yang berpangku tangan? memaklumkan kemalasan bertameng sejuta alasan?
Niatkan peluhmu sebagai senarai amal soleh yang kamu tunaikan sebagai sebentuk syukur, bahwa kamu diberi kesempatan untuk bekerja dengan akal dan badanmu. sedang pintu2 rezekinya biarlah Alloh sendiri yang mengatur dan menetapkan.
15_juli_2018
Membolang_ke_Subang
Chichy_Uminachia
=====================================
*) Terjemahan kalimat sunda untuk pembaca non-sunda :)
"Bandung, mang?"
(Ke Bandung, Bang?)
"Muhun, Bandung".
(Iya, ke Bandung)
"Sabaraha ongkos na, mang?"
(Berapa ongkosnya, bang?)
"Mahal geuningan, mang...tadi angkatkeun kana elf kur 15 rebu, mang".
(Mahal ternyata, bang...tadi berangkat naik elf cuma 15 ribu, bang)
"Daripada leumpang ka bandung, mending mana, neng...??? Lamun diakod, komo deui. sajuta satengah mayarna".
(Daripada jalan kaki ke bandung, mending mana, neng? Kalau di gendong apalagi, satu juta setengah ongkosnya )
"Oh enya oge nya, mang..."
(oh betul juga ya mang)
"Hayu Neng. Iraha deui naek beus Amita Bacang".
(Ayok neng, kapan lagi naik bis amitabh bachan)
✅ @mandavini, I gave you an upvote on your post! Please give me a follow and I will give you a follow in return and possible future votes!
Thank you in advance!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit