asal mula khanduri uteun di aceh

in sejarah •  7 years ago 

@timang-rasa

Islam dalam masyarakat Aceh telah mendarah daging di dalam segala aspek kehidupan sejak zaman dahulu. Bagi orang Aceh, ajaran agama merupakan tolak ukur dan barometer atas segala sikap, stindak-tanduk, perbuatan, dan penampilan mereka dalam pergaulan sesamanya. Secara sederhana, Islam di definisikan dengan tuntunan, bimbingan dan aturan Allah baik dalam bentuk prinsip atau juga dalam bentuk yang telah terperinci, tujuannya untuk memamadukan perilaku manusia dalam hubungan dengan Allah Swt, yang berhubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia baik muslim atau non muslim dan juga dengan alam dan lingkungannya, (Alyasa’Abubakar, 2005: 2).

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh menggunakan ajaran Islam selaku pedoman yang harus ditaati dengan sungguh-sungguh, karena dapat mensejahterakannya baik didunia maupun diakhirat. Masyarakat Aceh hingga kini pada umumnya hidup dalam lingkungan hukum dan adatnya. Disana sini mereka menyesuaikan diri dengan keadaan dewasa ini, tetapi yang tidak berlawanan dengan ajaran Agama Islam yang dianutnya, (Muhammad Husen, 1970: 1).
Hukum Agama yang sangat dijunjung secara langsung teraktualisasi dan terkristalisasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan selanjutnya tumbuh dan berkembang secara praktik dan tanpa tertulis tetapi sifatnya mengikat norma, kaidah dan aturan yang secara umum diakui sebagai hukum adat, (Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, 2006: iii).

Tidak dapat di pungkiri pula bahwa sejak berabad-abad lamanya hukum adat atau lebih dikenal dengan adat istiadat merupakan perangkat aturan nilai-nilai dan keyakinan sosial budaya yang telah tumbuh dan berurat dan berakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. Keterkaitan tersebut dalam masyarakat Aceh selanjutnya terpatri dalam suatu hadih maja “Hukom ngon Adat lagee Zat ngon sifeut (Hukum Agama Islam dan hukum adat tidak ubahnya seperti zat dengan sifat, yang senantiasa seiring dan sejalan), (Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, 2006: iv).
Pada dasarnya, yang dimaksud dengan adat-istiadat adalah aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang tertentu di indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertip tingkah laku anggota masyarakatnya. Di Indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan manusia itu menjadi aturan hukum yang mengikat, yang kemudian disebut adat. Pesta atau upacara yang merayakan adanya peralihan tersebut, (Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, 2006: 45).
Begitu juga halnya dengan adat Khanduri merupakan suatu adat budaya yang berlangsung di kalangan masyarakat, khususnya apabila terjadi kemalangan atau dalam hal-hal menjaga stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Khanduri biasanya dilaksanakan dalam rangka mengadakan suatu upacara baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus, misalnya khanduri dalam keagamaan yang bersifat ritual, di antaranya diadakan khenduri dalam hal menjauhkan segala jenis penyakit atau keselamatan dari berbagai mara bahaya.
Selain dari upacara turun kesawah dan khanduri laut juga di dapati di Aceh khanduri lada (merica) sebagai mana diketahui bahwa pada zaman jayanya kerajaan aceh merupakan kerajaan yang banyak menghasilkan lada. Sehingga orang-orang luar negari datang ke aceh untuk membeli lada. Justru karna penanaman ladamendapat tempat yang baik di hati orang Aceh, sehingga setiap tahun, selesai memetik lada di ladang- ladang diadakan kenduri. Untuk khanduri lada juga disembelih seekor kerbau yang di beli secara gotong royong oleh petani lada, (Nasrudin Sulaiman, dkk, 1992 :27).

Kemudian ada juga khanduri tentang adat seuneubok yang sering dilakukan oleh masyarakat di Aceh. Adat seuneubok ialah aturan perkebunan, yaitu berkebun lada, berkebun kelapa, berkebun kelapa sawit, berkebun pala, berkebun karet, berkebun nilam, berkebun jahe, berkebun coklat, dan lain lain. Berkebun pada zaman dulu boleh dikerjakan secara perorang, kelompok, dan juga menjadi milik perorangan (pribadi), menjadi milik milik bersama. Apabila dalam satu lokasi terdapat beberapa orang pemilik kebun maka para pemilik kebun dengan adanya persatuan tersebut, akan mudah menyelesaikan masalah yang mengganggu anggota perkebun, (Muhammad Umar, 2008 : 128).
Khanduri Uteuen merupakan sebuah khenduri yang dilaksanakan pada tahap awal pembukaan lahan di dalam sebuah hutan. Khanduri Uteuen dilakukan oleh orang-orang yang ingin berladang, menanam padee glee (padi di hutan) lada, sawit sebagai bekal dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Pelaksanaan Khanduri Uteuen tersebut dilaksanakan oleh masyarakat yang akan membuka lahan yang bahwa hal ini mereka melakukan dengan cara bersama mengadakan khanduri uteuen dengan sistem gotong royong. Pelaksanaan tradisi Khanduri Uteuen dilaksanakan oleh masyarakat setiap setahun sekali. Dalam pelaksanaan tersebut dibaca do’a-do’a dalam bermunajat kepada Allah Swt., agar dapat diberikan keselamatan terhadap kehidupan masyarakat dan dapat terhindar dari segaja jenis penyakit yang akan merusak tanaman.
Panglima Uteuen adalah yang mengatur dan mengelola segala hal berhubungan dengan hutan, seperti luas hutan, penggunaan hasil hutan. Di dalam panglima uteuen ada yang dinamakan dengan pawang yaitu orang ahli di bidangnya. Misalnya pawang Glee, yaitu orang ahli mengatur permasalahan berhubungan dengan hewan ( fauna) seperti pawang rimueng ( ahli menangani harimau), Pawang gajah ( ahli menangani gajah), Pawang rusa ahli menangani rusa, (L.K.Ara Medri, 2008: 301).

Tradisi Uteuen yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan kenduri pintu rimba ialah sebuah khenduri yang dilaksanakan oleh masyarakat di sebuah hutan yang sudah menjadi tempat untuk dilaksanakan khanduri. Di sinilah masyarakat tersebut membuat khenduri kemudian dilanjutkan dengan makan bersama pemuka agama, tokoh masyarakat, dan anak-anak, (Muslem, 2014: 1).
Khanduri Uteuen terus dikembangkan sebagai adat dan budaya di lingkungan masyarakat. Yang tidak dapat dipisahkan lagi, Pelaksanaan Khanduri Uteuen yang dilestarikan oleh masyarakat sampai saat ini sudah menjadi tradisi bagi mereka sebagai sebuah sarana komunikasi budaya, karena dalam pelaksanaan Khanduri Uteuen tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan masyarakat yang bertempat tinggal di gampong itu. Masyarakat yang hadir terdiri dari anak-anak, remaja, orang tua, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat lain pada umumnya

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Congratulations @timangrasa! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of posts published

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Upvote this notification to help all Steemit users. Learn why here!

ok thank you steemit