Ketika Rasa Sosial Itu Tidak Berbatas

Saya bersama kedua anak dari adik saya

Semua bermula saat adik ipar (suami dari adik perempuan) saya meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu adik kandung saya menjadi single parent karena memiliki dua anak yang masih kecil (anak yatim). Saya juga ikut mengasuh kedua anak yatim tersebut dengan rutin mengirim uang untuk kebutuhan sehari-hari dan juga biaya pendidikan. Tapi ada hal lain yang menyedihkan terjadi sejak adik saya meninggal suaminya tersebut yakni dia terlilit utang dengan pihak perbankan dengan jaminan ruko (rumah toko) tempat tinggalnya.

Kami sekeluarga mendapatkan warisan dari orang tua masing-masing satu kapling tanah di tepi jalan. Adik saya saat itu juga membangun rumah toko sesuai ukuran tanah yang didapatkannya dari warisan orang tua. Dan tanah serta bangunan tersebut atas nama adik saya. Belakangan untuk mengembangkan usahanya dia meminjamkan uang dari bank dan sejak suaminya meninggal dia tidak sanggup lagi mencicil pinjaman tersebut karena harus memenuhi kebutuhannya dan juga usahanya gulung tikar alias bangkrut. Tapi dia tidak pernah menceritakan hal tersebut kepada kami tentang pinjaman dari perbankan tersebut.

Setelah beberapa kali mendapatkan peringatan dan rumahnya akan dilelang oleh pihak bank apabila tidak segera melunasi tunggakan tersebut. Akhirnya dia mencurahkan keluh kesahnya kemarin saat saya mengantarkan bantuan sosial dari tempat bekerja untuk mereka. Adik saya mengadu kepada saya dengan kondisinya tersebut dan dia menangis karena akan kehilangan tempat tinggalnya. Saya terdiam dan seakan kepala menjadi pecah saat dia menceritakan hal tersebut. Karena seandainya dari dulu menceritakan kepada kami sekeluarga tentunya kami bisa membantu mencicilnya.

Untuk menyelamatkan rumah agar tidak di sita oleh bank, saya harus segera melunasi pinjaman tersebut. Tadi pagi saya bersama adik saya sudah ke bank tempat dia meminjamkan uangnya tersebut untuk meminta waktu sebulan untuk kami melunasi hutang tersebut. Dan dengan terpaksa saya harus melakukan power down untuk dapat segera mendapatkan dana segar untuk melunasi hutang tersebut. Saya membutuhkan sekitar 60.000 sampai 70.000 STEEM untuk menutupi hutang pokok dan bunganya tersebut yang berjumlah hampir 200.000.000 rupiah.

Atas tindakan saya melakukan power down saya minta maaf kepada semua pihak yang telah mendukung saya selama ini.