Mengenal Suku Suku di Provinsi Aceh

in steemit-budaya •  7 years ago 

Sahabat semua, sesi kali ini mari kita mengenali sekilas BEBERAPA suku-suku yang ada di Provinsi Aceh.

1. Suku Lekon.
Suku Lekon adalah suatu masyarakat adat yang terdapat di kecamatan Alafan kabupaten Simeulue provinsi Aceh. Suku ini bermukim di desa (gampong) Lafakha dan gampong Langi.

Suku Lekon ini diperkirakan hadir Simalue kawasan Lautan Hindia Belanda ini bersama-sama dengan suku Devayan, Sigulai dan Haloban, juga beserta suku Nias, Mentawai dan Enggano, yang pada perjalanan migrasi bangsa Proto Malayan dari daratan Indo-china pada sekitar 7000 tahun yang lalu. Tersebar-sebar di beberapa pulau dan kepulauan yang membentuk komunitas suku-suku tersendiri. Tidak diketahui secara pasti, apakah mereka dahulunya berasal dari satu komunitas atau memang sejak awal sudah menjadi beberapa etnis yang berbeda.
Suku ini memiliki bahasanya sendiri yaitu bahasa Lekon. Kedudukan bahasa Lekon masih diperdebat-kan sampai saat ini, apakah termasuk salah satu dialek bahasa Devayan atau sebuah bahasa yang berdiri sendiri.

2. Suku Aceh.
Suku Aceh dalam bahasa Aceh disebut Ureuëng Acèh. Suku ini merupakan suku penduduk asli dan dominan yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Provinsi Aceh,
image

Suku Aceh dengan bahasanya dikenal Bahasa Aceh walaupun ada sedikit perbedaan dialek bahasa. Dialek-dialek bahasa Aceh, misalnya yang terdapat di lembah Kabupaten Aceh Besar terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Tunong untuk dialek-dialek di dataran tinggi dan Baroh untuk dialek-dialek dataran rendah. Banyaknya dialek yang terdapat di Aceh Besar dan Daya, menunjukkan lebih lamanya wilayah-wilayah tersebut dihuni daripada wilayah-wilayah lainnya. Di wilayah Bireuen, Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur juga terdapat cukup banyak dialek, walaupun tidak sebanyak di Aceh Besar atau Daya. Dialek-dialek di sebelah timur Pidie dan di selatan Daya lebih homogen, sehingga dihubungkan dengan migrasi yang datang kemudian seiring dengan peluasan kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam pasca tahun 1500.
Suku Aceh sesungguhnya merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa yang menetap di tanah Aceh. Pengikat kesatuan budaya suku Aceh terutama ialah dalam bahasa, agama, dan adat khas Aceh.

**3. Suku Aneuk Jamee. **
Suku Aneuk Jamee adalah sebuah suku di Indonesia yang tersebar di sepanjang pesisir barat Aceh mulai dari Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya dan Simeulue. Suku ini merupakan perantau Minangkabau yang bermigrasi ke Aceh dan telah berakulturasi dengan Suku Aceh. Dengan kata lain, Aneuk Jamee ini diartikan, “Anak-anak pendatang yang datang ramai-ramai.” yakni datang dari Minang Kabau.

Menurut cerita, ketika pecahnya Perang Paderi, para pejuang melarikan diri dari serangan tentara kolonial Belanda. Langkah para pejuang yang melarikan diri, membuat masyarakat Minangkabau ketakutan. Bahkan, banyak masyarakat Minangkabau yang tersebar di sepanjang pesisir pantai Barat-Selatan Aceh. Hal inilah yang membuat terbentuk-nya Suku Aneuk Jamee.

image

Suku ini masih memegang suatu tradisi, salah satunya Mambantai adalah kegiatan menyembelih hewan. Daging hewan tersebut nantinya akan dimasak untuk keperluan Meugang. Kegiatan Mambantai ini dilakukan oleh para lelaki. Kaum laki-laki berkumpul di sebidang tanah yang cukup luas. Prosesi penyembelihan ini biasanya dipimpin oleh seorang pawang yang benar-benar memahami tata cara dan doa menyembelih.

4. Suku Tamiang.
Suku tamiang mendiami enam kecamatan di Kabupaten Aceh Timur, yaitu Kecamatan Bendahara, Kejeruan Muda, Seruway, Karang Baru, Tamiang Hulu dan Kuala Simpang. Pada zaman Belanda daerah mereka termasuk ke dalam Kewedanaan Tamiang. Sekarang jumlah populasinya sekitar 125.000 jiwa lebih.
image

Nama Tamiang berasal dari bahasa Aceh, hitam mieng, artinya "pipi hitam". Nama itu diberikah oleh Sultan Muhammad Thahir Bahiansyah (1326-1350) kepada Raja Muda Setia (1330-1352), yaitu raja Tamiang pertama yang takluk kepada Aceh. Menurut cerita raja Tamiang ini mempunyai tahi lalat besar di pipinya. Dalam Kitab Negara Kertagama nama kerajaan itu ditulis Tumihang.

Seni budaya yang dimiliki suku Tamiang berbeda dengan seni budaya Aceh. Seni budaya suku Tamiang lebih dekat dengan budaya Melayu Seperti pakaian adatnya yang lebih didominasi warna kuning dan seni tarinya yang gerakannya lebih mirip dengan tarian budaya Melayu. Seni Budaya Tamiang merupakan kombinasi, kolaborasi dan akulturasi antara budaya Melayu dan Aceh sehingga melahirkan budaya Melayu Tamiang.

5. Suku Alas.
Suku alas adalah suku yang mendiami tanah alas Kabupaten Aceh Tenggara (Berbatasan dengan kabulaten Karo Sumut). "alas" dalam bahasa Alas berarti "tikar". Ini berkaitan dengan tempat daerah itu yang membentang datar seperti tikar di sela-sela Bukit Barisan. Daerah Tanah Alas dilalui banyak sungai, salah satu di antaranya adalah sungai Alas.
image

Dalam sistem kehidupan masyarakat Alas menganut sistem marge (marga) atau klan yang tiap desa (kute) berbeda marge. Mereka menarik garis keturunan patrilineal, artinya garis keturunan laki-laki. Mereka juga menganut adat eksogami merge, artinya jodoh harus dicari di merge lain.

Keadaan penduduk lembah Alas telah tercatat dalam sebuah buku yang dikarang oleh seorang bangsa Belanda bernama Radermacher (1781:8), bila dilihat dari catatan sejarah masuknya Islam ke Tanah Alas, pada tahun 1325 (Effendy, 1960:26) maka jelas penduduk ini sudah ada walaupun masih bersifat nomaden dengan menganut kepercayaan animisme.
Menurut buku Sanksi dan Denda Tindak Pidana Adat Alas, Dr Thalib Akbar MSC (2004) adapun marga–marga etnis Alas yaitu : Bangko, Deski, Keling, Kepale Dese, Keruas, Pagan, dan Selian kemudian hadir lagi marga Acih, Beruh, Gale, Kekaro, Mahe, Menalu, Mencawan, Munthe, Pase, Pelis, Pinim, Ramin, Ramud, Sambo, Sekedang, Sugihen, Sepayung, Sebayang dan marga Teriga.

6. Suku Batak Pakpak Boang.
Suku ini mendiami Provinsi yakni Kabupaten Aceh Singkil, Kota Subulussalam di Provinsi Aceh dan Kabupaten Dairi, Sidikalang dan Kabupaten Pakpak Barat Provinsi Sumatera Utara. Kalau di Aceh biasanya suku Pakpak Boang yang sering salah dipahami dengan disebut suku singkil. Populasi suku ini diperkirakan sekitar 50.000 orang.
image

Masyarakat suku Pakpak Boang di Singkil dan Subulussalam hidup berdampingan dengan suku Gayo dan suku Alas. Secara fisik orang Pakpak Boang terlihat kemiripan kekerabatan dengan orang Gayo dan Alas, begitu juga tradisi, adat dan budaya yang diusung mereka. Masyarakat suku ini juga terlihat berbeda dengan masyarakat suku Aceh yang menjadi mayoritas di Provinsi Aceh.
imageRumah Adat
Secara psikologis penduduk etnis Batak (yang biasanya memakai marga di akhir namanya) dengan penduduk lainnya tidak memakai marga bergaul harmonis diantara sesama mereka. Karena marga itu sebuah nama, yang membedakan pemanggilan antara seseorang dengan lainnya. Banyak juga dari etnis Batak ini sudah tidak memakai marga, tetapi hanya menjadi pegangan dalam silsilah keturunan dan pergaulan sesama marganya.
Nama-nama marga dalam suku batak pakpak boang antara lain; Kombih (Kumbi), Ramin, Sambo, Penarik, Seraan, dan lainnya.

7. Suku Devayan.
Suku Devayan, merupakan salah satu suku minoritas di provinsi Aceh. Bermukim di pulau Simeulue yang tinggal di sebelah barat pulau Sumatra dikelilingi Samudera Hindia Belanda. Suku Devayan ini mendiami kecamatan Teupah Barat, Simeulue Timur, Simeulue Tengah, Teupah Selatan serta Teluk Dalam.
image

Suku Devayan ini mempunyai bahasa tersendiri, yaitu bahasa Devayan. Suku Devayan secara fisik mirip dengan suku Nias dan Mentawai yang bermukim di kepulauan Nias Provinsi Sumatra Utara. Ciri-ciri khas kulit berwarna kuning, mata agak sipit, dijelaskan juga suku Devayan ini masuk dalam golongan ras mongoloid.

Suku Devayan saat ini mayoritas memeluk agama Islam. Agama Islam berkembang dengan kuat di pulau Simeuleu ini, yang menjadi agama mayoritas seluruh penduduk di kepulauan ini.

Dengan Jumlah penduduk sekitar 50.000 jiwa dan daerah yang masih terisolir maka sebagian besar penduduknya bermata pencaharian nelayan dan berkebun. Salah satu hasil perikanan yang terkenal adalah udang Lobster (udang laut) yang cukup besar ukurannya dan telah diekspor ke luar daerah seperti Medan, Jakarta dan bahkan ke luar negeri Singapura & Malaysia.

8. Suku Gayo.
Suku Gayo adalah salah satu etnis suku bangsa yang mendiami dataran tinggi Gayo di Provinsi Aceh bagian tengah. Bagian wilayah suku Gayo meliputi kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Gayo Lues. Sebagian juga mendiami wilayah Aceh Tenggara dan ada juga diwilayah Aceh Timur yaitu di kecamatan Serba Jadi, Peunaron, dan Simpang Jernih. Masyarakat suku Gayo beragama islam dan dikenal taat dalam beragama.
image

Kata Gayo berasal dari kata Pegayon yang berarti tempat mata air jernih dimana terdapat ikan suci (bersih) dan kepiting. Konon, dahulu serombongan pendatang suku Batak Karo ke datang ke Blangkejeren dengan melintasi sebuah desa bernama Porang.

Di perjalanan mereka menjumpai sebuah perkampungan yang terdapat sebuah telaga yang dihuni seekor kepiting besar, kemudian mereka melihat binatang tersebut dan berteriak Gayo Gayo. Dari sinilah daerah tersebut dinamai dengan Gayo.http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2016/02/sejarah-dan-kebudayaan-suku-gayo-aceh.html?m=1

imageDidong Gayo
imageDanau Lut Tawar

Di dalam ruang lingkup atau lingkungan bermasyrakat , masyarakat gayo hidup di tengah-tengah masyrakat yang di dalam ruang lingkupnya sedikit disebut kampong , setiap kampong di kepalai oleh gecik atau reje kampong ,kumpulan beberapa kampong disebut kemukiman yang di pimpin oleh mukim , dalam sistem pemerintahan tradisional ada yang disebut sarak opat yang terdiri dari reje (raja) , petue(petua orang yang dituakan) , imem (imam) , dan rayat (rakyat).

9. Suku Haloban.
Suku Haloban merupakan suatu suku yang terdapat di kabupaten Aceh Singkil, tepatnya di kecamatan Pulau Banyak Barat. Suku bangsa ini mendiami 2 desa dari 4 desa yang ada yaitu desa Haloban dan Asantola.

Asal usul suku Haloban ini diperkirakan datangnya bersama-sama dengan nenek moyang suku Nias, Mentawai dan Enggano, juga dengan suku Devayan, Sigulai dan Lekon. Pada masa sekitar 7000 tahun yang lalu mendarat dan tersebar di pulau-pulau sebelah barat pulau Sumatra. Dapat dilihat dari struktur fisik dan bahasa terdapat banyak kemiripan. Hanya saja budaya suku Haloban saat ini sudah terpengaruh dari budaya Islam yang menggeser budaya asli suku Haloban.
Suku Haloban secara mayoritas telah memeluk agama Islam yang pada masa lalu begitu kuat mempengaruhi wilayah ini. Beberapa adat istiadat dan seni-budaya suku Haloban banyak dipengaruhi oleh budaya Islam, yang dibawa oleh pendatang-pendatang dari Aceh dan Minang.
image

Bahasa yang dituturkan oleh suku ini adalah bahasa Haloban yang memiliki banyak persamaan dengan bahasa Devayan di pulau Simeulue. Suku Haloban secara mayoritas telah memeluk agama Islam yang pada masa lalu begitu kuat mempengaruhi wilayah ini. Beberapa adat istiadat dan seni-budaya suku Haloban banyak dipengaruhi oleh budaya Islam, yang dibawa oleh pendatang-pendatang dari Aceh dan Minang.
Selain agama Islam yang menjadi mayoritas di pulau Banyak ini, terdapat juga agama Kristen yang dianut oleh suku Nias yang berada di desa Sialit. Walaupun di daerah ini terdapat dua kelompok agama, tetapi kerukunan beragama sangat terjaga dan harmonis di wilayah ini.

Demikian tulisan yang dikutip dari berbagai sumber dan jangan lupa VOTE. Maaf jika gaya penulisan masih ortodok, yang penting jangan sampai di jenguk sama om @cheetah. 😂😁😁😀😀😊😅😅

🍀 ☀
🍀🍀
🍀🍀🍀
🎁 Have a
nice weekend!

Regard,
@muntadhar 😊

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!