Buku yang Saya Terbitkan tentang Ketiga Kelompok Anak yang Berbeda (Slowork Publishing - Taiwan).
Saya berada di lingkungan pendidikan, sejak akhir tahun 2005. Mulai menjadi guru sukarelawan hingga diangkat CPNS di akhir 2009. Dalam rentang 2005 - 2009, pandangan saya pribadi bahwa sistem pendidikan masih menuntut anak-anak untuk mencapai target tertentu. Mengingat mereka berasal dari beragam keluarga, ekonomi, dan budaya. Persoalan dalam penyeragaman potensi dan kemampuan anak-anak generasi masa depan ini dapat dikatakan langkah keliru. Jika mereka tidak dioptimalkan potensinya, tentu tidak akan menjadi sosok atau pribadi yang matang dan utuh secara raga, jiwa, fisik, psikis, dan ragam kecerdasannya. Sebagaimana yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara perihal tujuan pendidikan, yaitu daya upaya untuk memajukan budi pekerti (karakter dan kekuatan batin), pikiran (intelegensi), dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya. Saya kutip Paulo Freire, 1970, dari buku "Suara dari Marjin" yang ditulis Sofie Dewayani bahwa siswa bukan cawan kosong, pendidikan tidak terjadi dengan mekanisme transfer perbankan; yaitu rekening yang penuh mengisi yang kosong.
Memang benar, anak-anak telah mampu membaca, berhitung, dan mengerjakan soal dalam bentuk tes tertulis. Akan tetapi, pertanyaan muncul kemudian, kenapa mereka kurang menyukai buku? Apalagi menggunakan kemampuan numerasinya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Indikasi ini merupakan persoalan yang terjadi dalam kehidupan anak-anak dalam tumbuh-kembangnya. Oleh sebab itu, berdasarkan studi "Most Littered Nation in the World" yang dilaksanakan Central Connecticut State University, Indonesia berada di posisi 60 dari 61 negara (Maret 2016). Data tersebut saya ambil dari edukasi.kompas.com, yang berarti di atas Botswana (61) dan di bawah Thailand (59).
Chip Denton menandai perbedaan buku pelajaran dan living books sebagai berikut: “Apabila sebuah buku menceramahi Anda, itu adalah buku pelajaran. Apabila sebuah buku membimbing Anda untuk berpikir tentang sesuatu, itu adalah living book. Apabila Anda melupakan isi buku tak lama setelah Anda membacanya, maka Anda telah membaca buku yang mati, dan itu adalah buku pelajaran.” (Sofie Dewayani, Menghidupkan Literasi di Ruang Kelas, Kanisius, 2018: Hal. 67).
Buku Kumpulan Cerpen, Jurnal, dan Artikel Anak-anak Asuh (Pers Cilik Cisalak - Leutikaprio Publisher, Yogyakarta).
Buku fiksi dalam ilmu sains kognitif, kisah memudahkan mekanisme kerja otak manusia. Manusia mendengarkan dan menceritakan kisah; bahkan sejak mereka dapat berbicara. Ketika anak kecil menuturkan kisah, biasanya mereka mengabaikan kebenarannya. Baginya, yang penting adalah urutan cerita. Mereka mengarang atau membesar-besarkan sesuatu bukan karena berbohong, tetapi karena mereka ingin membuat urutan cerita selogis mungkin (Gots, 2015). (Sofie Dewayani, Menghidupkan Literasi di Ruang Kelas, Kanisius, 2018: Hal. 72).
Oleh alasan di atas, saya mendirikan sebuah komunitas anak dari sebuah kelas. Ruang tempat saya mengajar dijadikan laboratorium pencarian bentuk pendidikan yang berpihak pada anak-anak. Sejak saat itu pula, pada tahun 2010, saya memetakan potensi dan bakat anak-anak. Ada yang menulis buku, bermain film, bermain musik, membuat album lagu, dan membuat komik. Dalam rentang hampir delapan tahun hingga hari ini, komunitas yang didirikan dari sebuah kelas tersebut menjadi komunitas multiliterasi. Rumpaka Percisa (Rumah Pustaka Pers Cilik Cisalak kemudian menjadi pusat belajar yang dapat dilaksanakan di mana saja. Terpenting dalam setiap menggarap sebuah kelompok anak, berakhir dengan sebuah karya.
Gerakan minat baca masyarakat tengah digelorakan semua pihak, baik pemerintah, swasta, profesional, dan pegiat. Meski menurut beberapa lembaga dunia masyarakat Indonesia masih berada di posisi terendah. Pada kenyataannya, semangat para pelaku literasi pantang menyerah agar masyarakat melek buku.
Buku Kumpulan Esai, Artikel, dan Jurnal tentang Gerakan Literasi 7 Tahun (Langgam Pustaka).
Sebenarnya, melihat reaksi masyarakat terhadap bahan bacaan atau buku yang tersedia, tidak terlalu mengkhawatirkan. Jika buku-buku berkualitas didekatkan dalam lalu-lintas kehidupan sehari-hari, mereka antusias juga untuk membaca. Apalagi, ada orang-orang yang peduli dalam membimbing mereka untuk gemar membaca. Menghidupkan taman-taman bacaan masyarakat merupakan alternatif untuk mengawali perubahan di lingkungan warga.
Para pegiat literasi tidak sekadar mengajak, tetapi aktif juga membaca untuk membangkitkan masyarakat demi Indonesia lebih baik di masa depan. Perubahan dapat dilakukan mulai dari lingkungan keluarga dengan menyadarkan para orang tua dalam membacakan atau mendongengkan cerita untuk anak-anaknya. Para orang tua ini diberi bekal dalam teknik membacakan nyaring sebuah buku cerita atau dongeng. Teknik read aloud tengah diaktifkan oleh pihak Roosie Setiawan, pendiri Reading Bugs Indonesia. Sebab pendidikan pertama dan utama adalah lingkungan keluarga, selain lingkungan masyarakat dan sekolah.
Buku yang Ditulis Anak Asuh, Orang Tua, dan Guru (Rumpaka Percisa Publishing).
Revolusi dalam minat membaca memang sangat vital dilakukan oleh seluruh keluarga di Indonesia. Barangkali, pendekatan yang dapat dilakukan para pegiat literasi adalah melalui orang tuanya. Tentu saja, anak-anak mereka diaktifkan dan diasah potensinya di taman bacaan masyarakat yang dekat dengan lingkungan keluarganya.
Jadi, selain dibacakan cerita atau dongeng, anak-anak juga harus mulai dibiasakan berkarya sejak dini. Sejelek apa pun karya mereka menurut orang dewasa, wajib diapresiasi setinggi-tingginya. Jika mampu, wujudkan dalam karya abadi untuk menjadi bahan pembelajaran dan renungan ketika mereka dewasa. Selamat Hari Buku Anak Internasional!
Komunitas Multiliterasi yang Didirikan sejak 2010.
Keren
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Makasih, Mas.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
wah wah wah, abang ini ternyata pecandu literasi ulung, ajari kamu walau satu ayat bg.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Selama Mas Mahlizar membaca dan menulis, kan sudah literat.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
eh baru sadar komentar aku yang diatas bg, hahahaha . Kamu itu harusnya aku bang. terimakssih dukungannya bg by the way.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit