Sebagai ibu dari 3 orang anak tentunya memiliki pengalaman yang berbeda dalam membesarkan masing-masing anak. Tidak semua karakter anak bisa disamakan. Ketika anak pertama dan anak kedua masih berusia dibawah 3 tahun, saya masih disibukkan dengan pekerjaan saya sebagai salah satu karyawan disebuah perusahaan, dan secara otomatis seharian waktu saya dihabiskan untuk pekerjaan. Kadang tidak jarang pekerjaan saya juga mengharuskan saya untuk mengambil waktu extra diluar jam kerja.
Untuk menjaga dan merawat anak-anak saya ketika saya bekerja, lalu saya pun menyewa sebuah jasa penitipan anak 1 tahun lamanya. Kebetulan jasa penitipan anak tersebut memiliki yayasan pendidikan bagi anak usia dini, jadi mereka bisa belajar sambil bermain. Dan selesai jam kerja saya pun menjemput mereka dan pulang ke rumah, begitulah setiap hari.
Satu tahun pertama semua berjalan lancar, ketika itu putri sulung saya berusia 3,5 tahun, dan putra kedua saya berusia 2,5 tahun, dan saya pun saat itu telah melahirkan putri saya yang ke 3.
Perubahan anak-anak tidak seperti yang saya harapkan.
Anak pertama dan kedua sempat tumbuh jadi anak yang tidak terkendali emosinya. Tutur kata mereka pun jauh seperti yang saya harapkan, terutama anak laki-laki saya. Saat umurnya sudah melewati 2,5 tahun putraku belum fasih berbicara, namun ia sudah bisa mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya anak-anak ucapkan, walaupun dalam bicara yang kurang jelas. Ia cenderung diam dan asik dengan dunianya sendiri.
Begitupun dengan putri sulungku, menjadi anak yang sensitif dan perasa.
Saya pun berkonsultasi dengan tante saya yang berprofesi sebagai seorang psikolog.
Beliau menyarankan agar saya menarik anak-anak dari tempat penitipan. Dan kebetulan saat itu pihak perusahaan memberikan izin untuk saya berkantor di lokasi mess perusahaan yang terletak di pusat kota. Sebelumnya saya harus stand by di lokasi proyek yang letaknya jauh dari kota. Saya pun bisa leluasa mengawasi anak-anak. Mereka tetap bersekolah, dan selama mereka di sekolah sesegera mungkin saya menyelesaikan tugas tugas kantor, dan pada waktu istirahat makan siang saya menjemput mereka pulang dan istirahat di lokasi mess hingga waktu kerja usai. Kala itu saya dibantu oleh salah seorang pekerja yang bertugas untuk mengurusi mess.
Saya berjanji kepada suami saya untuk tidak melanjutkan kontrak kerja saya ketika proyek pembangkit listrik ini selesai.
Ya, inilah proyek terakhir yang saya tangani.
Bertepatan dengan selesainya tugas proyek itu, anakku yang pertama sudah berumur 5 tahun dan telah menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak. Berhitung dan membaca tentu saja sudah ia kuasai. Lalu haruskah saya melanjutkan pendidikannya ke sekolah dasar seperti yang teman-teman saya lakukan...?
Tidak, saya meliburkannya selama 1 tahun untuk menikmati masa bermainnya sambil sesekali saya mengajaknya membaca agar tidak lupa.
Begitupula dengan anak laki-laki saya.
Sebuah artikel parenting dan juga bimbingan dari tante saya menyadarkan saya, bahwa tidak seharusnya orang tua merebut masa bermain anak. Usia yang pantas untuk mereka siap menerima pendidikan yang sesungguhnya adalah ketika anak berusia 7 tahun.
Pada usia tersebut anak lebih siap dan mandiri untuk bersekolah.
Tidak perlu ikut trend menyekolahkan anak diusia 5 tahun dengan alasan Golden age.
Banyak orang tua yang salah menafsirkan tentang golden age. Seperti yang saya kutip dari sebuah sumber mengenai golden age :
Pada masa ini, perkembangan otak terjadi secara keseluruhan pada keempat bagian otak, termasuk pada masing-masing belahan otak. Belahan otak inilah yang akan menyimpan kemampuan-kemampuan anak yang berbeda, yakni pada belahan otak kanan maupun otak kiri. Otak kiri berhubungan dengan tangan, kaki, dan tubuh sebelah kanan. Otak kiri mengendalikan aktivitas yang bersifat teratur, berurutan, rinci, sistematis, misalnya membaca, menulis, menghitung. Otak kanan berhubungan dengan tangan, kaki, dan tubuh sebelah kiri. Otak kanan mengendalikan aktivitas yang bersifat divergen (meluas), imajinasi, ide-ide, kreativitas, emosi, music, intuisi, abstrak, bebas, simultan. Oleh karena itu, jika menginginkan anak dengan kecerdasan multiple, latihlah kedua tangan, kaki, mata, telinga kanan dan kiri sama seringnya setiap hari, terutama sampai umur 3 tahun, agar otak kanan dan kiri berkembang optimal.
Hal ini perlu untuk pembelajaran anak usia dini, bukan seperti untuk anak usia sekolah. Akan tetapi, hal yang diperlukan disini adalah pemberian stimulasi/rangsangan. Pemberian stimulasi yang paling efektif dalam usia ini adalah olahraga otak secara ringan. Dalam usia ini pula, peran ibu sangat menentukan kecerdasan anak. Stimulasi/rangsangan hendaknya diberikan secara kompleks tapi ringan, mulai dari stimulasi bahasa, hingga stimulasi gerakan dan sentuhan. Kedekatan orang tua dengan anak akan memberikan rasa aman dan menumbuhkan rasa percaya diri, kemudian mempengaruhi aspek perkembangan lainnya.
Saya menarik sebuah kesimpulan bahwa yang dibutuhkan anak pada usia golden age adalah pendampingan orang tua pada masa pertumbuhannya, bukan memaksa mereka untuk mengenal abjad dan angka, atau memaksa mereka untuk bisa membaca dan berhitung dengan alasan malu dengan anak-anak lainnya yang berusia 4-5 tahun sudah pandai membaca.
Memang disekolah tersedia berbagai macam permainan edukasi untuk melatih kecerdasan anak. Tapi alat edukasi yang paling baik untuk anak usia itu adalah gerak dan ekspresi wajah orang tua nya sendiri. Selain itu peralatan dan perabotan dirumah juga menjadi media yang ampuh untuk melatih daya imajinasi dan kreativitas anak-anak, seperti selimut yang dijadi kan tenda, kursi makan yang dijadikan kereta api, bahkan panci yang sering dijadikan helm ketika mereka mengendarai sepedanya.
Memang keadaan rumah akan sangat berantakan ketika mereka pada usia itu, tapi itulah masa mereka dan dunia bermain mereka yang sesungguhnya.
Saya akhirnya menyekolahkan anak pertama dan anak kedua saya pada sat mereka genap berusia 7 tahun.
Dan ternyata benar, disaat teman-teman seusia mereka yang sudah 1 sampai 2 tingkat sekolahnya diatas mereka, namun dalam kemandirian dan ketertiban anak-anakku jauh lebih tertib dan mandiri. Begitupun teman-teman sekelas mereka yang usia 1-2 tahun dibawah mereka. Saya mengetahui hal ini ketika saya berbincang dengan para orang tua di sela-sela waktu menunggu kepulangan anak sekolah. Tidak sedikit para orang tua teman-teman anakku yang memuji kemandirian dan ketertiban anak-anak ku. Mulai dari tugas sekolah yang dikerjakan di rumah, disiplin waktu, tutur kata dan kebijakan sikap mereka dalam berteman.
Terus terang, saya sangat bangga mendengarnya. Sempat terbesit dalam hati penyesalan ketika saya kehilangan waktu 1 tahun bersama mereka.
Saya bersyukur tuhan menyadarkan saya ketika itu.
Sekarang putri bungsuku berumur 5,5 tahun. Usia yang tepat bagiku untuk mengenalkan nya pada dunia bermain dan belajar serta bersosialisasi bersama teman-temannya disekolah.
Satu catatan penting bagi saya, bahwa tidak semua anak sama, baik itu dari kecerdasan, sifat, keterampilan dan ketekunan. Tugas orang tua lah yang harus membimbing dan mendampingi mereka agar bisa menjadi individu yang lebih baik.
these kids are too cute pal.... you are so blessed by God...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thanks friend
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Congratulations, you were selected for a random upvote! Follow @resteemy and upvote this post to increase your chance of being upvoted again!
Read more about @resteemy here.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
You got a 6.25% upvote from @getboost courtesy of @yuslindwi!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit