Pelajaran dari di Rumah Saja

in steempress •  5 years ago  (edited)

Pelajaran dari "Di Rumah Saja"


Gerakan saatnya bekerja, belajar dan beribadah di rumah sudah banyak diterapkan banyak wilayah. Termasuk di kabupaten Cianjur. Tapi untuk wilayah Cianjur bagian selatan alias pelosok-pelosoknya, gerakan itu banyak tidak diindahkan. Suami masih bekerja, secara minggu ini kelas 12 di SLTA tempat ia ikut mengajar justru sedang mengadakan ujian. Bukan Indonesia kalau tidak berbeda-beda, hehe!


Saya sendiri bekerja dari rumah sudah dilakukan sejak empat tahun yang lalu. Jadi emang sudah terbiasa. Hehehe... Tidak dadakan seperti menggoreng tahu bulat. Jauh sebelum corona merebak di dunia ini. Jadi saat ada gerakan work from home, saya tidak mengalami perbedaan. Eh ada deh bedanya justru karena sekarang ada anak yang belajar di rumah dan saya yang mau tidak mau harus jadi gurunya.


Nikmati, syukuri. Semua berjalan seperti apa adanya. Tidak banyak perbedaan. Jadi sebagai warga negara yang baik ya jalani saja. Hanya itu yang bisa kami lakukan. Gak perlu nyetok sembako atau pakai masker karena (semoga) semua masih kondisi wajar. Kalau jahe dan bawang putih naik harganya, itu sejak awal Desember tahun lalu memang sudah naik di tempat saya tinggal ini.

Selalu ada hikmah dari setiap kejadian. Atau selalu ada kebetulan yang menurut kita tidak disengaja, padahal siapa tahu Tuhan justru telah merencanakan semua itu. Bukannya Ia Maha Tahu Maha Segalanya?

Hari pertama gerakan belajar di rumah anak tidak saya ajak belajar serius. Melainkan saya kasih pengertian secara bahasa yang mudah dimengerti kalau saat ini sedang digalakkan belajar di rumah karena sedang mewabah penyakit yang disebabkan oleh virus Corona. Virus ini mudah menular karena itu kita sebaiknya mengisolasi diri supaya terhindar dari penularan. Anak sepertinya mengerti. Saya juga memberitahukan jika sakit panas, demam batuk dan atau sakit tenggorokan untuk segera kasih tahu ayah dan ibu.

Anak tidak lagi banyak bertanya ketika ke masjid, suasana mulai sepi. Sebenarnya sih bukan karena adanya himbauan untuk sosial distancing ini yang menyebabkan suasana alun-alun Cianjur sepi. Secara alun-alun Cianjur memang ditutup untuk umum sejak awal tahun 2020 untuk renovasi.



Barulah hari kedua gerakan sosial distancing, suara saya mulai sedikit naik oktaf. Meski saya akui kebersamaan dengan anak ini sangat mengasyikkan. Saya hanya bersama satu orang anak. Tidak terbayangkan bagaimana dengan mereka yang memiliki dua, tiga, empat atau bahkan lima orang anak?

Mentang-mentang belajar di rumah, dikit-dikit anak permisi ambil minum, dikit-dikit izin ke toilet. Belum lagi kalau ada suara anak kecil di depan rumah. Buyar sudah konsentrasi nya. Padahal saya cuma kasih waktu setiap pelajaran sekitar 25 menit saja.

Saat anak ceria ketika saya bilang belajar di rumah nya pagi ini udah dulu. Nanti siang lanjut lagi, bukan hanya anak sebenarnya yang bahagia. Tapi saya juga. Hahaha. Beneran jadi pengalaman indah nih sebenarnya bisa selesai "mengajar" belajar dengan putera tercinta ini ya.


Saya jadi menemukan rumus baru. Ketika semua berawal #dirumahsaja dasarnya ibu harus bahagia. Karena kalau seorang ibu bahagia, niscaya keluarga akan ikut bahagia juga. Kalau semua keluarga sudah bahagia, otomatis bangsa juga ikut ceria...

“When mother is happy, family is happy. When family is happy, nation is happy.” (Abdul Kalam)

Meski tidak bisa saya pungkiri kalau batu saja hari ke dua homeschooling. Tapi sudah serasa dua tahun 😁

Pagi tadi saya mulai memberitahu kalau jam delapan waktu belajar dimulai. Anak yang sedang main pun mulai cemberut. Saya candain kalau mau ilmunya bermanfaat, belajarnya harus sabar dan ikhlas.

Ada sebuah pertanyaan dari Fahmi di hari ke tiga #dirumahsaja

"Bu, kenapa kita harus sabar dan ikhlas?”

Saya jawab sangat penting. Buat orang dewasa ataupun anak muda, termasuk anak-anak seperti Fahmi...

Semua orang mungkin tahu kaum remaja dan anak-anak yang emosi dan amarah nya masih meledak-ledak, bawaannya pasti ingin bebas. Bebas bermain, bebas istirahat, dll. Padahal bukan cuma remaja dan anak, dewasa dan orang tua juga sebenarnya begitu, kan? Hehehe...

Hari ke tiga belajar di rumah, Fahmi mulai mengeluh. Apalagi melihat teman sebayanya main sepeda di halaman. Teriakan anak di luar bikin jiwa anak-anak Fahmi terpanggil.

"Masa mereka boleh main, Ami tidak?"


Saya jelaskan itulah kenapa rasa sabar dan ikhlas itu sangat penting. Dengan belajar untuk sabar dan ikhlas dalam kondisi apapun mungkin hal itu dapat melatih sifat, sikap dan mental Fahmi untuk mencari jati diri yang lebih baik dan lebih tenang.

Biarkan anak lain main. Mungkin mereka sudah belajar lebih pagi. Mungkin mereka sudah pintar dalam mata pelajaran. Toh Fahmi pun tetap bisa bermain, setelah menyelesaikan latihan dan belajar di rumah, yang waktunya pun tidak lama, hanya sekitar setengah jam untuk setiap pelajaran.

Saya sampaikan kalau saya sebagai orang tua ingin anak bukan bisa belajar dalam pelajaran akademis saja, tetapi juga jadi anak (orang) yang kelak mampu memanage, mengontrol sekaligus menerapkan pada tempatnya akan arti kesabaran dan keikhlasan itu sendiri. Meski saya tidak bilang kalau soal sabar itu urusannya dengan otak sementara kalau ikhlas kaitannya dengan hati. Pemikiran anak mungkin belum sampai ke sana.

Sekarang sih Fahmi sudah bermain lagi. "Tenang main juga ya, Bu kalau sudah belajar mah." Katanya sambil cengengesan.

Alhamdulillah, semoga bermanfaat buat kehidupannya kelak...


Posted from my blog with SteemPress : http://tehokti.com/pelajaran-dari-di-rumah-saja.html

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!