Pada suatu pagi di tahun 2025, Alina berjalan menuju stasiun kereta api dengan langkah ringan. Tidak seperti beberapa tahun lalu, perjalanan menuju kantor tidak lagi memakan waktu berjam-jam. Kereta yang ia naiki adalah kereta listrik otomatis yang tidak hanya cepat, tetapi juga sepenuhnya ramah lingkungan, berkat teknologi terbaru yang sudah lama diterapkan.
Sesampainya di kantor, Alina disambut oleh asisten digitalnya, sebuah kecerdasan buatan bernama "Lumi" yang telah menjadi bagian dari rutinitasnya. "Pagi, Alina. Ada rapat virtual dengan klien di Singapura dalam 15 menit. Saya sudah menyiapkan materi presentasi berdasarkan data terbaru yang kamu minta," kata Lumi dengan suara lembut.
"Terima kasih, Lumi. Pastikan jaringan stabil, ya," jawab Alina sambil duduk di kursinya. Beberapa detik kemudian, layar holografis di meja kerjanya menampilkan tampilan 3D dari rapat yang akan berlangsung, menghubungkannya dengan klien yang sudah siap berada di ruang virtual.
Sambil mempersiapkan diri untuk rapat, Alina melirik sejenak ke luar jendela. Kota itu kini tampak berbeda, lebih hijau dan bersih dibandingkan beberapa tahun lalu. Kendaraan di jalanan semuanya beroperasi dengan energi terbarukan, dan gedung-gedung tinggi yang sebelumnya penuh asap kini dipenuhi dengan panel surya dan tanaman vertikal yang menyaring udara.
“Bagaimana dengan progres pengurangan karbon kita bulan ini?” tanya Alina kepada Lumi, yang dengan cepat memberikan analisis berdasarkan data yang terus diperbarui.
"Sejauh ini, kota ini berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 40%, lebih cepat dari target tahun ini," jawab Lumi dengan optimis.
Alina tersenyum. Beberapa tahun yang lalu, dunia tengah dilanda krisis iklim yang semakin mendalam, tetapi kini, berkat kemajuan teknologi dan kerjasama global, perubahan positif mulai terlihat. Masyarakat kini lebih sadar akan lingkungan, dan teknologi telah membantu mewujudkan perubahan besar.
Saat rapat dimulai, Alina merasa betul bahwa 2025 adalah tahun penuh perubahan. Dunia yang dulu terbelah oleh berbagai tantangan, kini menjadi tempat yang lebih terhubung. Metode telemedisin, seperti yang ia gunakan beberapa kali untuk konsultasi dengan dokter jarak jauh, kini telah menjadi norma. Bahkan dalam bidang pendidikan, kelas-kelas virtual memungkinkan anak-anak di pelosok dunia untuk belajar dari guru terbaik.
Namun, meski banyak kemajuan teknologi, Alina juga sadar bahwa tantangan baru akan muncul. Meskipun masyarakat semakin terhubung secara digital, kesenjangan sosial dan masalah keamanan data masih menjadi perhatian utama. Dan, meskipun teknologi otomasi berkembang pesat, banyak yang harus bekerja keras agar masyarakat tetap mampu beradaptasi dengan perubahan.
Setelah rapat selesai, Alina keluar untuk makan siang. Sebuah drone pengantar makanan dengan kecepatan tinggi mendarat di meja restoran yang dipilihnya, membawa hidangan sehat berbahan dasar tanaman, sesuai dengan gaya hidup yang kini semakin populer.
"Ini adalah 2025," pikir Alina. "Dunia telah berubah, tetapi dunia yang lebih baik masih menunggu untuk kita bangun bersama."
Di tengah hiruk-pikuk kota yang semakin cerdas dan ramah lingkungan, ia tahu satu hal: teknologi dan manusia harus berjalan seiring, menciptakan dunia yang tidak hanya canggih, tetapi juga penuh empati.