Kebanggaan Absurd Seorang Kawan dan Asas Manfaat Politik Luar Negeri

in story •  7 years ago  (edited)

tumas.jpg
sumber: TuMazpinterest.com

Saat baru selesai ujian skripsi, beberapa teman sudah mengajar di sekolah meski belum di wisuda. Setahuku, mencari pekerjaan itu sulit, tetapi teman-temanku seperttinya mudah sekali mendapat pekerjaan. Kupikir mereka sedang beruntung saja atau memang sudah mendapat rezeki pekerjaan.

Ketika aku baru rampung sidang skripsi, aku menemui si X, sebut saja begitu, sebab tidak enak kalau namanya diganti dengan “mawar” atau “bunga”. Meski tak kuberi tahu jenis kelaminnya, kukira kalian bisa menebaknya. Aku menemui X bukan karena kepo akut, selain kita juga berteman, ada seorang lagi temanku si Y, yang sangat ingin tahu tentang si X, sebab saat itu si Y masih menganggur meski sudah wisuda lebih dulu daripada kami.

Suatu ketika, aku dan si X mengobrol bersama di depan ruang kelas. Meski aku beda kelas dengan si X, aku tentu saja menemuinya lebih dulu atas permohonan si Y.

“X, kamu sekarang mengajar di mana? Tumben ke kampus?” tanyaku. X yang sedang menunggu dosen untuk meminta tanda tangan skripsi yang akan dijilid, tiba-tiba menjawab, “Aku sekarang mengajar di Sekolah Islam Terpadu.”
“Wah, kamu hebat ya bisa mengajar di sana,” ucapku refleks.

“Ya, iya donk, kan pamanku kepala sekoah di sana. Tentu aku cepat diterima,” ucap X dengan lantang.

“Wah, pamanmu kepala sekolah di sana, kau pasti keluarga yang beruntung,” jawabku. Aku mamang terbiasa memuji orang-orang yang senang menonjolkan diri dengan nada satire. Si X tersenyum dan aku pun meninggalkannya.

Di perjalanan, aku berpikir. “Mengapa si X begitu bangga dengan jabatan pamannya yang kepala sekolah itu? Mengapa ia juga sangat bangga diterima mengajar di sekolah bukan atas kerja kerasnya, tapi atas relasi kekeluargaan? Bukankah itu sangat aneh?” lalu aku mengabari si Y. Y pun memberi tahu bahwa kemarin si X juga mengatakan hal yang sama ke si Y. Aku terkejut.

“Kalau kau sudah tahu ia mengajar di sekolah itu, mengapa kau masih memintaku menanyakannya? Bukankah itu sebuah tindak kejahatan?” tanyaku kesal. Si Y berusaha meredam emosiku. Y bilang ia hanya ingin tahu karakter asli si X.

“Jika kau memang ingin tahu, mengapa kau menjadikanku sebagai kelinci percobaan? Bukankah kau menggunakan politik luar negeri dengan memanfaatkanku?” protesku kesal. Si Y meminta maaf padaku. Ia bilang tak ada orang lain yang bisa dimintai tolong kecuali aku. Dengan berat hati kucoba memaafkannya.


gambar-kartun-cewek-imut.jpg
sumber: daunbuah.com

Setiba di rumah, bayangan si X kerap muncul dalam kepalaku. Mengapa ia seperti hantu dan terus datang? Selama ini, aku mendapatkan pekerjaan atas dasar kerja kerasku sendiri, aku tak pernah memanfaatkan kolega/relasi. Mengapa ia bangga sekali? Aku saja yang tak punya paman kepala sekolah tidak bangga mendapatkan pekerjaan sendiri. Hahahahaha. Akan tetapi, aku punya paman yang wakil kepala sekolah. Kalau aku mau, aku bisa juga mengajar di sekolahnya, tetapi aku tidak mau, tetapi aku tidak ingin. Memang, hidup itu benar-benar pilihan.

Lalu, apa bedanya si Y dan si X? Si Y hanya memperalatku demi tujuannya. Sudah beberapa kali kepolosanku dimanfaatkan oleh orang-orang seperti Y. Kalau saja dari awal ia jujur, aku pasti akan membantunya. Sungguh klise sekali ketika alasannya hanya aku satu-satunya yang bisa dimintai tolong.

Sahabat Steemian, aku tidak pernah bilang aku orang paling baik di kampus, tapi kupikir, kita punya etiket untuk memperlakukan manusia sebagaimana sebenar-benarnya manusia. Bukan sebagai objek yang bisa diperalat semaunya.

Bika si X bangga dengan jabatan keluarganya, kupikir dia memang berhak melakukannya. Semua orang berhak melakukan apa saja yang mereka inginkan, selama mereka mampu bertanggung jawab atas sikapnya. Namun, memperalat sesama teman adalah hal kejam yang tak manusiawi.

Terkadang, kita lupa menghargai orang lain karena terlalu menganggap diri sendiri lebih penting dari yang lainnya. Padahal, sejak sekolah dasar bahkan mungkin TK, kita selalu diajarkan untuk selalu berbuat baik terhadap sesama. Kenyataaan tak selalu berbanding lurus dengan harapan. Ya, begitulah hidup. Mari bergembira dan petik hikmahnya dari kisah ini!


Muaro Jambi, 22 Maret 2018
Follow My Steemit/Instagram @puanswarnabhumi

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Percakapan yang sangat bagus dan bermotivasi lagi...

Terima kasih, Bung.

  ·  7 years ago Reveal Comment

Hihi ada-ada saja😜😜😜

Itulah namanya hidup. Banyak sekali ragam dan macamnya. Rileks dan nikmati. Yang terpenting isi hidup ini dengan hal yang positif. Dan terpenting teruslah berayukur.

Benar kk cantiiik

Wah, judulnya saja nendang kali ya mbak.
Hehehe
Salam alumni GLN 2017.
hehe

Wah sampai ketemu GLN 2018 bang. Hahahahah

Ahahaha. Insyaallah, semoga lolos lagi.

Aamiinnnn

Keren tulisan mba, ngena banget

Makasih yg lebih keren😝

He..he... Bukankah hidup harus saling memanfaatkan?