STAY...!!!

in story •  7 years ago 

Tak bisakah kau diam dan bertahan?
Tak mampukah seorang pria bertahan hanya pada satu wanita saja seumur hidupnya?
Tak bisakah aku temukan cinta tulus tanpa nafsu mengiringinya?
Tak bisakah, ah ... impossible.


Jakarta 20.15 wib,

image

alunan lagu Alessia cara bertajuk Stay mengalun merdu,
kita tak harus tumbuh dewasa, kau hanya perlu bertahan dan kita bahagia bersama menikmati waktu. Sepenggal lirik yang sangat amat kusuka, begitu mirip dengan apa yang sangat amat kudambakan jika bersamanya.
All you have to do is stay ...
just stay ...

Aku begitu menikmatinya sesekali bernyanyi mengikuti Alessia, sampai akhirnya ada yang mencipratkan air ke wajahku dengan jahilnya.
"Stop, Robby!"
"Hahaha ... "
kemudian dia melepaskan satu persatu bajunya, tanpa menyisakan sehelai pun dan menceburkan diri ke bak mandi tempatku berendam.
"I miss you, baby. unch ..."
sebuah kecupan basah hinggap di bibirku tanpa permisi.
Mataku terpejam menikmati setiap sentuhan lembutnya.
Dia selalu begini, membuatku selalu nikmat dan candu.
Tubuhku tak pernah dilepasnya, bahkan saat tubuh polos kami berpindah ke atas tempat tidur.
"You're so sexy, baby. Unch ..."
Aku selalu senang jika ia mengatakan itu, meski setiap waktu setiap detik sentuhannya.
Aku tak ingin dia berhenti, terus dan selalu mencumbu setiap inci tubuhku .
Desah kami mengalun semalaman ini, tanpa jeda tangan dan bibirnya memenuhi hasrat tubuhku.
Malam telah mencapai puncaknya, begitu juga dengan erangan kenikmatan kami.
Aku tau ini akan berakhir, tapi biarkan aku tenggelam dan lupa bahwa akan ada hari esok.

Mentari pagi menyapa tubuhku yang polos dan lelah.
Kudapati wajah lelah dan tampannya diatas perutku.
"Wake up, baby."
Kuelus rambutnya lembut, mencoba membangunkan.
Wajahnya bergerak menggelitik perutku.
Matanya terbuka perlahan,
"Morning, honey. Unch ..."
sapanya mencium payudaraku.
Kembali ia membuatku bergairah. Tapi tidak pagi ini, aku harus segera bergegas untuk meeting.
"Please, aku ada meeting."
"Hemmm ... baiklah, mau kumandikan?"
"Butuh satu hari penuh jika kamu yang mandikan, beb."
"Hahaha ... okay."
Ia pun bangun dan membiarkanku bersiap.
"But, Always i need your dick, baby. Unch ... "
kecup mesraku sebelum meninggalkannya menikmati sentuhan bibirku.
"Mee too,"


*Attention!!!
Okay, sorry yaaa guys buat ceritaku yang satu ini akan cukup erotis dan berbau 21++
tapi itu bukan intinya, akan ada dimana ceritanya membuatmu ga cuma menahan liur karna terbawa suasana cerita dewasa, tapi juga kembali membuatmu terfikir, benarkah cinta mampu bertahan tanpa nafsu? Atau Cinta memang harus selalu dibarengi nafsu? Ah, aku ragu.
Hahahaha ... Let's have fun n enjoy reading my story yeaaa ... *kecupbasah


Ranch Tower, 10.45 wib

Ting!
Pintu lift terbuka,
mataku tepat menatapnya. Sosok pria berkacamata, tersenyum manis padaku dengan sopannya. Kami berdua sekarang di dalam lift.
Aku tak mengenalnya, tapi dia cukup menarik perhatianku dengan wangi parfumnya yang maskulin dan memoriable.
*Ting!
Pintu lift kembali terbuka,
lantai empat. Aku keluar, tapi tak tau dengannya. Tapi kurasa ia pun juga, entahlah tak kuperhatikan karena terburu-buru.

"Kean ... !"
Suara cempreng Ayu menyapaku.
"Hei, morn sweety."
"Sial Kean, sial!"
ia mengumpat kesal.
"Why?"
"Pak Bayu marah karena project kita ditolak klien, dan itu karena Briant!"
"Okay, calm down beb. Coba tarik nafas dulu, terus ceritain sama gue dengan detail."
Kemudian Ayu pun menceritakan perihal project kami yang ditolak klien karena ulah Briant, pacar sekaligus partner kerja Ayu yang cemburu pada klien yang saat meeting kemarin seperti curi-curi pandang pada Ayu, membuat Briant kehilangan akal sehat dan menghajar klien tepat di depan banyak orang . See? Siapa orangnya yang akan terima jika rekan kerja sama nya malah membuatnya malu di depan umum.

image

Alhasil, pak Bayu yang sangat amat mengandalkan kami dalam project ini untuk bisa berhasil membujuk klien untuk deal, malah membuat klien marah dan membatalkan kerja sama, kecewa dan marah bukan main. Bahkan Briant terancam di pecat. Beruntung Ayu membujuk pak Bayu dan memberi kesempatan untuk Briant.

"Ya ampun si bray! Kemana dia sekarang?"
"Ada tuh di kubikelnya!"
Ayu menjawab ketus.

"Yauda, ngupi dulu yuk! Biar lu enakan."
Ajakku pada Ayu, yang dibalas anggukan.
"Traktir?"
"Yeah, kuylah!"
"Hehehe ... "

Aku berbalik dengan dua coffe latte ditangan, dan ... ups!
Tanganku menabrak tubuh seseorang, coffe ku tumpah mengenai bajunya.
"Oh my god! Yaampun, duh sorry sorry ... ga sengaja. Duh, gimana nih bajunya basah semua, ma ... s!"
kataku terhenti dan kaget mengetahui orang yang kutabrak. Dia? Si pria berkacamata dengan lesung pipi yang membuatnya manis bila tersenyum.
"It's okay! Aku juga yang salah."
Senyumnya ramah, ah ... melted dedek bang
'Ah, hush sadar Kean!'
Aku segera mengambil tisue dan berusaha membersihkan noda coffe di bajunya, tapi sia-sia yang ada bajunya tambah kotor.
Dia pun mengamit tanganku, untuk aku berhenti melakukan hal yang sia-sia itu.
"Thank you, nona. Tapi tak apa, nanti biar di loundry saja, okay?"
kembali aku dibuat melted olehnya.
Tak sempat aku melanjutkan kata atau sekedar ingat untuk berkenalan si babang tampan langsung berlalu, dengan meninggalkan seuntai senyum termanisnya.

*cessss


"Lu napa deh senyam senyum gaje, Kean?"
"Gapapa ... "
"Gapapa lu mengandung seribu arti anjerr!"
"Hahaha ... Yaela, woles neng. Temen lu ini masih waras kok."

*Ping!
suara notifikasi handphone-ku berbunyi.
Sebuah chat dari Robby,
•i need you, tonight •

Aku tak membalasnya, karena kurasa saat kupulang nanti pun dia akan tau jawabannya.
"Cieee ... dari siapa tuh, kok ga dibales?"
Ayu menggoda sambil sesekali melirik hpku.
"Robby,"
"Kenapa? Minta nenen?"
"Hush! Tau aja lu, hahaha ..."
"Ga bosen sih lu, Ken?"
"Kenapa bosen?"
"Ya abisan gue heran yah, bisa gitu lu kumpul kebo sama satu cowok tapi bahkan lu ga cinta sama dia?! Apa sih sebenarnya yang kalian dapetin?"
"I don't know, yang jelas gue have fun! And you know what yang paling penting?"
"Apa?"
"Dia bukan laki orang, hahaha ..."
"Yaelaaaa lu peak!"
Ayu memukul kepalaku dengan hpnya tapi tidak kena.

Yah, entahlah. Maybe hidupku terlalu bebas nyaris tanpa peraturan dan kekangan dari orang tua maupun keluarga .
Aku bukan anak yatim piatu, anyway. Tapi broken home, tepatnya. Mamih tinggal dengan suami barunya dan adik tiriku di Singapure, sementara Dady stay di Surabaya dengan tante Serly yang katanya calon mamah tiriku, tapi entah mereka tak pernah benar-benar memutuskan menikah, dan hanya kumpul kebo sama seperti apa yang kujalani sekarang dengan Robby, fotografer tampan yang kukenal beberapa bulan lalu.
Dia membuatku nyaman dan selalu mampu memberikan apa yang aku butuhkan dalam kesepianku. Aku selalu menginginkannya.

Terlebih jika sikap dan sentuhan lembutnya menyapaku.
Aku seperti candu dengannya, meski apa yang dibilang Ayu ada benarnya. Aku tak mencintai Robby, atau entah aku yang tak sadar sebenarnya sedang mencintainya?
Tapi bahkan aku tak merasa cemburu sedikitpun jika melihatnya memotret model-model cantik nan seksi, bahkan jika modelnya nude sekalipun, aku seperti tak peduli, aku hanya butuh tubuhnya, sentuhannya , juga waktunya untuk membuatku merasa berarti.


Tubuhku cukup lelah seharian ini, meski hanya sekedar meeting ringan dan mengerjakan beberapa laporan, tapi cukup menguras energi.
Kujatuhkan tubuh sembarangan diatas sofa, memejamkan mata. Dan merasakan sentuhan basah di bibir mengecupku lembut.
Tangannya menelusup menggerayangi perutku, memberikan sensasi hangat dan nyaman.
"Aku begitu sangat merindukanmu, honey. unch ..."
bisiknya merayu tepat di telingaku, kemudian lanjut menghisap leher jenjangku penuh gairah.
Aku hanya mendesah menikmati setiap sentuhan lembut nan menggairahkannya.
Dibukanya satu persatu kancing kemejaku, hingga payudaraku terlihat menyembul kencang, tak sabar ingin dilahap rasanya.
Tanpa aba-aba ia menelanjangiku hingga tak tersisa sehelai pun.
Dan tanpa kusadari, ternyata tubuhnya telah polos sedari tadi.
Yeah, aku gila! Aku butuh dia detik ini juga! Butuh untuknya memasukiku sedalam dalamnya.

Kami menyelesaikan ronde pertama di sofa ruang tamu.
Tapi aku bahkan belum puas.
Aku seperti seorang kehausan di tengah gurun pasir.

Tapi perutku lapar bukan main, dan tak bisa aku merasa kenyang hanya dengan mencumbuinya.

"Kamu masak sesuatu yang enak? Aku lapar."
tanyaku sambil memainkan ujung rambutnya.
"Hemm ... kasian, my sweety kelaperan yah? im so sorry, aku bahkan lupa kamu baru melewati hari lelah, beib."
Ia langsung beranjak bangun dan mengambil sesuatu di meja dapur.
"Aku ga masak, tapi tadi sempet order ini."
Sepiring martabak keju.
"Yah, gapapalah lumayan untuk next ronde kita, yang."
"Hahaha ... kamu!"
dicubitnya hidungku gemas.

Aku memang gila! Bahkan untuk sekedar sadar bahwa apa yang kulakukan ini salah saja aku tak mau. Aku tak peduli, aku bahagia dan puas dengan segala apa yang kudapatkan bersama Robby.
He's my food! Selalu ingin kumakan!

Kami kembali melanjutkan rutinitas saling mencumbu, tapi kini di kamar mandi, karena aku tak tahan dengan lengketnya badanku yang penuh keringat.
Tubuh kami menyatu di bawah shower, hingga ternggelam dalam bak air penuh busa.
Yang paling kusuka dari Robby adalah caranya memperlakukanku dengan lembut dan tanpa memaksa.
Dia begitu sabar dan menahan diri tak memaksa untuk melakukan apa yang diinginkannya.
Tubuhku mengejang hebat mencapai puncak klimaks, tapi aku bahkan tak ingin ia melepaskan pelukan hangatnya.
Sudah hampir dua jam kami menghabiskan puluhan desah di kamar mandi. Dan aku mulai kedinginan.
Ia pun menggendong tubuh polosku dan menjatuhkan pelan diatas kasur. Kemudian menyelimutiku dan mengecup keningku. Mataku terpejam lelah.

Suara alarm jam membangunkanku.
Badanku terasa lebih ringan, mungkin karena semalaman suntuk aku hanya tertidur dan cukup lelap.
Mataku terbuka perlahan dan tak kudapati sosok Robby yang biasanya terbaring di sebelahku.
Kuangkat tubuhku yang ternyata masih polos dan hanya terbalut selimut. Kulihat seluruh kamar telah rapih dan jendela kamar terbuka, membuat sinar mentari menyorotku silau.
Kutemukan secarik kertas di atas meja saat akan mengambil handphone, bertuliskan ,
° morning sayang,
saat kamu terbangun mungkin mentari sudah mampu menyinari tubuhmu yang indah dan yang selalu aku rindukan itu. Dan tak kau temui aku, jangan marah, aku harus bergegas karena ada pemotretan pagi ini. Jangan lupa sarapan. Sudah kusiapkan di meja.

Robby °

Aku tersenyum membacanya.
Yah, Robby meskipun sama-sama tau tak ada cinta diantara kami, tapi sikap dan kelembutannya tak pernah hilang , bahkan dia selalu terlihat lebih mesra dan romantis juga perhatian dibanding aku. Itulah mengapa aku sangat membutuhkannya.


Hari semakin gelap menuju malam. Dan aku masih di sini, duduk di depan monitor komputer menyelesaikan laporan yang membuat kepalaku cenat cenut.
Handphone-ku bergetar, satu pesan dari Robby yang menanyakan keberadaanku. Tak kubalas dan hanya membacanya, kembali fokus pada layar komputer, membaca kembali laporan.
"Huft ... huh!"
Kepalaku terasa berat, akan menjadi sangat berat lagi jika aku pulang ke apartemen dan bertemu Robby.
Hari ini aku benar-benar ingin menghindar darinya.
Kejadian siang tadi tak bisa kulupakan begitu saja.
Sakit? tidak!
Aku tidak mencintainya, honestly. Tapi entah, melihatnya bercumbu mesra di depan mata dengan perempuan lain membuatku muak.
Cemburu? Entahlah, aku hanya merasa tak ingin bertemu dengannya untuk sementara.
"Shit, tidur dimana gue malam ini kalo ga pulang?".
bermonolog aku mencoba berfikir harus pulang kemana malam ini.
Ayu!
satu nama yang jadi tujuanku malam ini.
Of course, dia tak akan menolak jika aku menginap di rumah nya.


Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Salem meuturi aduen :)

Hana lon pakek bhs lua lon sapa hehe