"Terkadang cinta hanya dapat berbicara melalui selongsong senapan”
– slogan pra anarkis Spanyol
dalam sejarahnya para anarkis, di berbagai lapisan perjuangan kerap kali mengunakan senjata untuk mengekspresikan ide idenya, merekalah para kelompok Nihilis di Rusia era Tzar, Leon Czolgosz, grup N17 di Yunani, para pengikut Durruti. propaganda by the deed , yaitu metode gerakan dengan menggunakan aksi langsung (perbuatan yang nyata) sebagai jalan yang ditempuh, yang berarti juga melegalkan pengrusakan, kekerasan, maupun penyerangan. Selama hal tersebut ditujukan untuk menyerang kapitalisme ataupun negara. namun, Namun, tidak sedikit juga dari para anarkis yang tidak sepakat untuk menjadikan kekerasan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh. Dalam bukunya What is Communist Anarchist , pemikir anarkis Alexander Berkman menuliskan
“Anarkisme bukan Bom, ketidakteraturan atau kekacauan. Bukan perampokan dan pembunuhan. Bukan pula sebuah perang di antara yang sedikit melawan semua. Bukan berarti kembali kekehidupan barbarisme atau kondisi yang liar dari manusia. Anarkisme adalah kebalikan dari itu semua. Anarkisme berarti bahwa anda harus bebas. Bahwa tidak ada seorangpun boleh memperbudak anda, menjadi majikan anda, merampok anda, ataupun memaksa anda. Itu berarti bahwa anda harus bebas untuk melakukan apa yang anda mau, memiliki kesempatan untuk memilih jenis kehidupan yang anda mau serta hidup di dalamnya tanpa ada yang mengganggu, memiliki persamaan hak, serta hidup dalam perdamaian dan harmoni seperti saudara. Berarti tidak boleh ada perang, kekerasan, monopoli, kemiskinan, penindasan, serta menikmati kesempatan hidup bersama-sama dalam kesetaraan.”
Perebutan ruang masyarakat kultural memang memiliki berbagai macam bentuk dan cara perjuangan, secara historis anarkisme kedapatan menjadi isme yang cukup revolusioner di masanya, di internasionale pertama, bakunin seorang anarkis yang anti komunis yang pada saat itu mencapai titik otoriternya, dia menjelaskan pada kongres ‘Perhimpunan Perdamaian dan Kebebasan’ di Bern (1868), mengatakan bahwa: “Saya bukanlah seorang komunis karena komunisme mempersatukan masyarakat dalam negara dan terserap di dalamnya; karena komunisme akan mengakibatkan konsentrasi kekayaan dalam negara, sedangkan saya ingin memusnahkan negara –pemusnahan semua prinsip otoritas dan kenegaraan, yang dalam kemunafikannya ingin membuat manusia bermoral dan berbudaya, tetapi yang sampai sekarang selalu memperbudak, mengeksploitasi dan menghancurkan mereka.” nilai yang disampaikan oleh bakunin tidaklah identik denga kekerasan, bagaimana kemudian untuk mendorong masyarakat kultural pada masa itu memiliki sebuah modal sosial untuk memperjuangkan nilai perjuangannya.
Masyarakat yang dimaksud oleh Marx adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi. sedangkan menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya, dua pengertian tokoh diatas selaras dengan kondisi hari ini. Sedangkan kultural secara dapat dikatakan sebagai intepretasi dari sekumpulan individu yang memiliki sikap dan kesamaan nilai yang sama dan tidak memiliki ambisi kuasa tidak bersangkut paut dengan relasi kekuasaan, justru mereka mempertanyakan untuk menemukan atau mendekati nilai nilai kebenaran dan kemanisiaan. Sehingga, dalam hal ini masyarakat kultural dapat dikatakan selaras dengan masyarakat kreatif. Hari ini komunitas kreatif identik dengan kaum muda, Hasan Albanna dalam risalahnya, mengungkapkan; generasi muda merupakan tiang kebangkitan, pada setiap kebangkitan, mereka adalah rahasianya, dan pada setiap gagasan, mereka adalah pembawa benderanya. Menurutnya, gagasan apapun yang berhasil hanyalah apabila keyakinan pada gagasan itu kuat, terdapat ketulusan dalam menempuh ke arah sana, semangat yang bertambah, kesiapan berkorban, dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Keempat unsur pokok itu; keyakinan, ketulusan tekad, kesiapan berkorban, dan kerja keras merupakan karakteristik kaum muda. Al-Banna menambahkan, “Dasar keyakinan adalah hati yang suci, dasar ketulusan adalah jiwa yang bersih, dasar kemauan yang keras adalah cita rasa yang kuat, dan dasar kerja keras adalah kemauan keras. Ini semua hanya dimiliki kaum muda” lalu Yudi Latif menyatakan; pendefinisi utama pemuda itu bukanlah usia, melainkan situasi mental kejiwaan (state of mind). Selanjutnya ia mengutip pernyataan, Abdul Rivai -yang mendefinisikan ”kaum muda” sebagai rakyat Hindia (yang muda atau tua) yang tidak lagi bersedia mengikuti aturan kuno, tetapi berkehendak untuk memuliakan harga diri bangsanya melalui pengetahuan dan gagasan kemajuan.
Masyarakat kultural sejatinya memiliki sebuah identitas didalamnya, setidaknya memiliki prespektif, sebagai bentuk perlawanan kepada kapitalisme global. Salah satu bentuk globalism yang ditingkatkan oleh globalisasi adalah social and cultural globalism . Bentuk globalism ini adalah pergerakan ide, informasi, orang, dan citra (image), atau yang mudah kita jumpai adalah kota yang berwajah komersil. Pada tingkatan tertinggi, social globalism memengaruhi kesadaran individu dan sikapnya terhadap budaya, politik, dan identitas personal. Identitas adalah konsep multidimensional. Di satu sisi, untuk mengidentifikasi identitas seseorang perlu memahami beragam faktor yang membentuknya seperti nama, usia, tempat kelahiran, bahasa ibu, pekerjaan, dan faktor-faktor lain. Di sisi lain, konsep ini memiliki variasi tipologis yang bertingkat dari individu ke regional dan nasional. Di samping itu juga perlu mengetahui keunikan individu yang membedakannya dari individu lain. Identifikasi yang sama juga dibutuhkan untuk menentukan identitas nasional. Wilayah, negara, konstitusi, bahasa resmi, agama, seni, sejarah, mitos, dan etnis adalah faktor-faktor unik yang perlu dilihat (selain banyak faktor lain) dalam menilai identitas nasional. sepertihalnya yang penulis alami, bahwa rutinitas pentas kegiatan budaya dan kebudayaan setiap malam minggu di Pelataran Dinas pariwisata dan kebudayaan Bojonegoro perlu di apresiasi dan terus digalakkan. keberadaan seniman dan aktivitasnya itulah salah satu bentuk perebutan ruang publik yang telah menjadi subkultur dari kultur dominan yang sudah mampu mengharubirukan masyarakat bojonegoro, namun kenyataanya sangat mampu menyedot animo masyarakat disemua kalangan. menjadi sangat menarik, tentang cerita rakyat dan mitos mitos ekologis, secara tidak langsung telah mengudara dan terserap di akar fikiran masyarakat, mitos tidaklah selalu buruk atau bernuansa mistis justru mitos merupakan cara berpikir kebudayaan tentang sesuatu, sebuah cara mengkonseptualisasikan dan memahami suatu hal. nilai ini mampu diedarkan dan dikontruksikan kepada masyarakat yang didominasi struktur kapitalis, sehingga prosuksi wacana akan tetap bergulir walaupun struktur pendominasi mengalami pertentangan.
Memperkuat masyarakat kultural dengan identitasnya merupakan sebuah keharusan, sehingga proses merebut ruang sejatinya menjadi penting sebagai bentuk agenda agenda yang tersusun secara programatik. Salah satunya adalah dalam level partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan, seringkali kebijakan yang dibangun oleh pemerintah tidaklah tepat pada sasaran, karena hanya satu hal yakni aspek politis yang menempati porsi yang sangat besar dalam perumusan kebijakan. Realisme menjadi kunci utama dalam anarkisme masyarakat kultural dalam merebut ruang.
DUDUK TERTINDAS ATAU BANGKIT MELAWAN.. !!