Pandemi tak pandang bulu. Ia bagaikan gelombang Tsunami yang menyapu mulai dari tengah laut hingga meratakan apa pun yang di darat. Pandemi, meskipun mampu mengistirahatkan bumi dari kesibukan dan riuh dan polusi, ia datang juga membawa beban teramat berat bagi siapa saja yang tak menyiapkan mental diri apa bila suatu kala datang.
Mental yang sehat adalah mental yang kokoh menghadapi segala cuaca dan keadaan. Sembari terus berlatih agar tak terlalu menjadi penyedih juga tak terlalu periang. Artinya terus berada di area yang tengah-tengah.
Beban mental yang berat tanpa mampu ditanggung itu membuat sejumlah pasien positif Covid-19 nekat mengakhiri hidupnya saat menjalani perawatan di rumah sakit. Kasus yang ditemukan di sejumlah daerah ini umumnya dilakukan dengan melompat dari ruang perawatan yang tinggi.
Bunuh diri juga dilakukan masyarakat yang tak terjangkit Covid-19, tetapi mengalami tekanan ekonomi akibat pandemi.
Meski sejumlah kasus bunuh diri itu terjadi di masa pandemi dan terkait Covid-19, tidak bisa serta-merta menuding Covid-19 sebagai penyebab bunuh diri. Bunuh diri adalah persoalan kompleks, tidak mungkin akibat Covid-19 semata. Pandemi hanyalah momen puncak dimana tekanan mental yang telah dipicu sebelumnya menemukan momen yang tepat.
Beban ekonomi yang tak kuat dipikul dengan pasar yang merosot, penjualan yang menurun yang mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian dan bubarnya rumah tangga memberi dampak tak main-main.