TIPS MEMPERKUAT KARAKTER TOKOH FIKSI

in tips •  4 years ago 

gambar menulis.jpg

Mengapa kita perlu memperkuat karakter tokoh?

Tokoh adalah pemegang peran utama dalam ceritamu. Tentu saja tokoh ini adalah sesuatu yang sangat penting dan vital, sehingga pembentukannya pun harus ditentukan secara matang. Buku-buku yang berhasil memikat pembaca, tentu juga berhasil mendekatkan pembaca dengan tokoh-tokoh ceritanya. Jika pembaca tidak merasa peduli atau simpati kepada tokoh kalian, kemungkinan besar pembaca tidak akan peduli dengan kelanjutan cerita secara keseluruhan. Nah, secara garis besar, saya membagi tips ini menjadi dua tahapan. Yang pertama, penciptaan tokoh dan yang kedua, cara bercerita. Kita mulai dari penciptaan tokoh.

Menurut Lajos Egri, dalam bukunya ,"The Art of Dramatic Writing", tokoh terdiri dari tiga dimensi. Fisiologis, sosiologis, dan psikologis.

Saya biasa membuat detail tokoh sebelum menulis dengan menyertakan tiga dimensi ini. Bahkan sebelum membuat kerangka cerita secara lengkap. Sebabnya, alur mudah dibuat jika kita telah benarbenar mengenali tokoh-tokoh kita ini.

Dimensi pertama, fisiologis.
Fisiologis ini mencakup semua sifat fisik yang kebanyakan bisa kalian ketahui lewat pancaindra. Meliputi: ciri fisik, berat badan, tinggi badan, umur, jenis kelamin, ras, kesehatan, dan lain-lain. Mengapa saya menyebutkan fisiologis ini bisa diketahui dengan pancaindra?
Contoh yang lebih spesifiknya, warna kulit (dari penglihatan), tipe suara (pendengaran), aroma tubuh (pembau), dan lain-lain.

(Contoh penerapan) Ciri-ciri tokoh Adam: - Tubuh jangkung, 178cm - Kurus, 50kg - Hidung mancung - Tahi lalat di dekat bibir - Suara cempreng - Kulit kecokelatan - Suka pakai parfum beraroma musky - Dsb.

Dimensi kedua, sosiologis.
Dimensi ini lebih pada hal-hal di luar tokoh. Misal, bagaimana sifat keluarga tokohmu? Apakah mereka suportif? Atau justru pengekang? Selain keadaan keluarga, bisa juga bagaimana lingkungan tempat tinggal tokohmu, watak tetangga, kelas sosialnya, bahkan jumlah teman. Dimensi ini bisa memberitahu dari mana asal sifatsifat tokohmu.

Contohnya, si A sulit diatur karena orang tuanya tidak begitu tegas. Dengan ini, tokohmu menjadi lebih logis karena adanya sebab-akibat. Dimensi ketiga, psikologis. Dimensi ini ibarat hasil dari dua dimensi sebelumnya. Tidak sebatas si B pemarah, si C ramah, dimensi psikologis lebih dari itu.

Dimensi ketiga psikologis
Dimensi psikologis mencakup ketakutanketakutan tokohmu, fobia mereka, bakat dan kemampuan khusus, bidang yang tidak dikuasai, tujuan, IQ, kondisi emosional, dan lain-lain. Lebih kompleks, bukan? Jangan keburu ragu karena terlihat rumit. Kompleksitas ini jutsru membuat tokohmu hidup. Mereka seperti kita. Contoh sederhana dari gabungan tiga dimensi? Misalkan, X adalah cowok bertubuh pendek, tetapi berwajah tampan. Semua saudaranya bertubuh tinggi, begitu pula teman-temannya. Karena itu, X merasa tidak percaya diri dan selalu takut diejek karena tinggi badannya. Biar total sekalian, kalian bisa buat biografi tokoh-tokoh utama. Bisa juga pakai cara tiga masa waktu. Masa lalunya, bagaimana keadaannya di masa sekarang, lalu tujuan yang ingin dia capai dan usahanya. Sekarang, kita beralih ke cara bercerita berkenaan dengan tokoh. Kalian tentu tahu, bagaimana menyampaikan karakter bisa lewat narasi, dialog, atau monolog. Terlepas dari sudut pandang mana yang dipakai.

Penulis harus pintar-pintar memilih mana cara yang tepat untuk digunakan. Dengan memperhatikan adegan yang ditulis, atmosfer adegan tersebut (sedih, bahagia, sendu, dll), sampai setting tempat dan waktu. Contohnya, dalam menyampaikan adegan tentang „cowok dingin‟ yang mendapati kekasihnya berselingkuh, cara yang paling tepat adalah langsung aksi pada narasi. Jelaskan bagaimana fisik dia bereaksi karena perasaan yang timbul. Detak jantung semakin cepat, napas memburu, kepala terasa panas mendidih, tubuh kaku untuk sesaat. Pandangan mata tertuju pada pacar dan selingkuhannya, pandangan tajam yang seakan bisa membelah mereka menjadi dua. Dialog? Ingat, dia dilabeli cowok dingin. Kalau dia melabrak mereka dan memuntahkan beribu kata, image dingin itu langsung luntur. Saya banyak menemukan cerita seperti ini di Wattpad. Di awal dibilang pendiam dan dingin, tapi tokohnya justru hobi bicara ke semua orang.

Penulis harus pintar-pintar memilih mana cara yang tepat untuk digunakan. Dengan memperhatikan adegan yang ditulis, atmosfer adegan tersebut (sedih, bahagia, sendu, dll), sampai setting tempat dan waktu. Contohnya, dalam menyampaikan adegan tentang ''cowok dingin'' yang mendapati kekasihnya berselingkuh, cara yang paling tepat adalah langsung aksi pada narasi. Jelaskan bagaimana fisik dia bereaksi karena perasaan yang timbul. Detak jantung semakin cepat, napas memburu, kepala terasa panas mendidih, tubuh kaku untuk sesaat. Pandangan mata tertuju pada pacar dan selingkuhannya, pandangan tajam yang seakan bisa membelah mereka menjadi dua. Dialog? Ingat, dia dilabeli cowok dingin. Kalau dia melabrak mereka dan memuntahkan beribu kata, image dingin itu langsung luntur. Saya banyak menemukan cerita seperti ini di Wattpad. Di awal dibilang pendiam dan dingin, tapi tokohnya justru hobi bicara ke semua orang.

Kembali ke adegan, boleh saja misal kalian memberi dialog atau monolog. Namun, seperlunya. Jangan sampai tokoh yang sudah kamu rencanakan dengan matang, justru "hancur" karena cara berceritamu. Kemudian, alur cerita juga membentuk citra tokohmu. Pola umum premis: tokoh mempunyai keinginan, ada hambatan dalam mencapainya, dan bagaimana dia melewati keadaan itu akan membuat dia lebih realistis karena sama seperti kita. Emosi yang berubah dan adanya tindakantindakan. Tips khusus dari saya, kalau ingin tokohmu mudah diingat dan dikenal pembaca, tonjolkan salah satu sifatnya, tetapi tetap mempertahankan logis tidaknya cerita dengan menggunakan faktor sebab-akibat.

semangat menulis semua!!

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!