Data, Minyak di Era Digital

in writing •  7 years ago  (edited)

The world’s most valuable is no longer oil, but data


_NKI9873.JPG
Tanggal 6 Mei 2017, media ekonomi terkemuka di dunia, The Economist, merilis sebuah laporan yang mencengangkan di bawah tajuk “The world’s most valuable is no longer oil, but data.” Dalam berita tersebut dipaparkan bagaimana tumbuhnya perusahaan yang menangani data menjadi raksasa dunia dan mengalahkan perusahaan yang bergerak di bidang perminyakan.

Jika dulu orang memiliki persepsi bahwa masa depan manusia sangat tergantung pada cadangan minyak, kini persepsi itu berubah dan memandang data-lah sebagai masa depan. Tidak perlu melihat lebih jauh, cukup pantau saja laporan yang dirilis oleh Forbes yang rutin mengeluarkan data-data orang terkaya di dunia. Hasilnya, pemimpin perusahaan teknologi yang selama ini berkutat mengumpulkan data di dunia maya menempati peringkat atas orang terkaya di dunia.

Lupakan bahwa minyak adalah sumber daya penting dunia, karena kini data-lah sebagai sumber daya paling berguna di dunia. The Economist, menulis bahwa, “seabad yang lalu, sumber yang dimaksud adalah minyak. Sekarang kekhawatiran serupa diajukan oleh raksasa yang menangani data, minyak era digital.” Pertumbuhan perusahaan yang bergerak menangani “minyak digital” seperti Alphabet (induk-semang perusahaan Google), Amazon, Apple, Facebook dan Microsoft, laju pertumbuhannya tidak terbendung. Kini, mereka-lah yang menggenggam dan mengelola informasi banyak orang.

Kelima perusahaan ini bahkan didaulat sebagai perusahaan paling berharga di dunia, dan keuntungan perusahaan-perusahaan ini terus melonjak, dan sangat pesat: secara kolektif kelima perusahaan ini mengumpulkan lebih dari $25 miliar keuntungan bersih pada kuartal pertama 2017. [Untuk lebih jelas, kalian baca sendiri di sini]

Data adalah koentji
Kenapa data itu sangat penting? Saya bukan orang yang bekerja di lembaga yang mengurusi statistik, namun memandang bahwa data itu sangat penting. Saya pernah mendengar ada orang yang mengatakan, bahwa “sumber kekuatan sekarang ini bukan jumlah uang di tangan segelintir orang, melainkan informasi (baca: data) di tangan banyak orang.” Sehingga disimpulkan, siapa yang menguasai informasi, dialah penguasa di masa depan. Saya tidak akan sok pintar menjelaskan apa makna di balik kesimpulan tersebut, karena kalian bisa mencerna-nya sendiri.

Kenapa data itu penting? Pada tahun 1998, sebuah perusahaan travel di Malaysia, Banner Travel, menuntut perusahaan yang mengedarkan buku Yellow Pages karena kesalahan data yang dimuat di dalamnya. Pemicunya adalah, Banner Travel ingin mempromosikan paket liburan eksotik (exotic) ke tempat-tempat wisata yang masih alami dan jarang dikunjungi wisatawan.

Namun, Facific Bell, sebuah perusahaan biro iklan, yang mengurusi iklan tersebut salah menuliskan kata exotic menjadi erotic. Bagi kalian yang mengerti kuasa sebuah kata, pasti setuju bahwa kesalahan ini bukanlah perkara ringan dan sepele. Kalau dilihat, kesalahan itu hanya perubahan penulisan huruf ‘x’ menjadi ‘r’, tapi arti dari kedua kata itu sangat jauh berbeda.

Apa yang terjadi? Kesalahan penulisan dari huruf ‘x’ menjadi ‘r’ (dari exotic ke erotic) berujung pada hilangnya 80 persen pelanggan Banner Travel. Karena merasa dirugikan, Banner Travel pun menuntut Facific Bell selaku pihak pengiklan sebesar RM 43 juta dan meminta ganti rugi berupa pengembalian seluruh biaya iklan yang sudah dikeluarkan. Masihkah kalian percaya bahwa data itu tidak penting?

Baiklah, saya masih punya satu contoh lagi. Pada tahun 2006, perusahaan penerbangan Italia, Alitalia Airlines, membuat sebuah kesalahan yang cukup fatal di website-nya. Mereka merilis sebuah promosi penerbangan dari Toronto ke Cyprus (kalian googling sendiri jarak tempuh antara kedua tempat ini di Google Maps) dan keliru saat mencantumkan harga tiket, dari harga yang seharusnya $3900 menjadi cuma $39. Betapa jauh bedanya kedua angka tersebut.

Mereka kemudian menyadari kesalahan ‘data’ itu, namun ternyata sudah ada 2.000 calon penumpang yang sudah melakukan pemesanan tiket secara online. Alhasil, Alitalia Airlines terpaksa menutupi kesalahan ini dengan menanggung rugi: mereka harus memberangkatkan ke-2000 penumpang yang telah memesan tiket dengan harga yang sangat murah tersebut!

Data dan mata-mata
Kenapa data itu penting? Dalam setiap peperangan atau bahkan dalam hubungan antar-negara, masing-masing negara membutuhkan seorang analis informasi dan intelijen untuk mendapatkan informasi penting dari negara lain. Amerika Serikat, negara yang memosisikan dirinya sebagai polisi dunia pun merasa penting untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari negara lain, dan mereka melakukannya dengan sungguh-sungguh dengan melibatkan Central Intelligence Agency (CIA). Bahkan untuk negara yang dianggap sebagai ancaman serius, mereka merekrut informan lokal sebagai penyuplai informasi.

Karena data itu penting maka ketika praktik tidak bermoral ini dibongkar oleh Wikileaks-nya Julian Assange dan juga Edward Snowden, dunia pun gempar dan Amerika meradang dengan menanggung malu. Soalnya, pencurian data dan informasi bukan tindakan yang bisa dimaafkan hanya dengan permintaan maaf. Pencurian data ini terkait dengan keamanan nasional dan pelanggaran penerobosan firewall sebuah negara, dan itu bukanlah sebuah kesalahan ringan.

Soal pentingnya sebuah informasi dan data juga sering kita saksikan dalam film berlatar-belakang perang dunia atau perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet (kini Rusia). Keberadaan seorang mata-mata sangatlah penting, dan peran mereka begitu menonjol. Kita di Indonesia pun sering mendengar soal sepak-terjang Matahari, seorang spionase berdarah Indonesia.

Soal pentingnya data itu juga disadari betul oleh perusahaan seperti Google, Facebook, Apple, Microsoft dan Amazon. Data yang mereka kumpulkan menjadi modal penting dalam meningkatkan pendapatan perusahaan. Seperti disinggung di atas, perusahaan-perusahaan teknologi bisa mengumpulkan keuntungan lebih dari $25 miliar karena keseriusan mereka menghimpun dan mengelola data. Kesuksesan itu diyakini tidak terlepas dari model bisnis yang mereka lakukan dengan cara mengumpulkan data pengguna sebanyak mungkin di dunia maya.

Di era digital ini, kita tak perlu heran kalau Google dapat melihat dengan detil apa yang dicari pengguna internet; Facebook mengetahui apa yang dibagikan oleh penggunanya dan dengan siapa mereka saling berinteraksi; dan Amazon pun bisa mendata dengan akurat buku apa yang dibeli seorang pengguna internet. Data adalah koentji!

Elon Musk yang dipandang sebagai jenius teknologi yang sangat visioner bahkan melampaui Steve Jobs pun tetap memandang data sebagai modal maha-penting: Musk yang bersiap-siap membawa manusia berpetualang di bulan secara serius mengumpulkan sebanyak mungkin data dan informasi dalam mengembangkan Tesla, sebuah proyek mobil yang bisa mengemudikan dirinya sendiri. Semakin banyak dan lengkap data didapat, semakin akurat mobil itu mengantarkan penumpangnya tiba di tujuan.

Terakhir, kenapa data itu penting? Di Steemit kita memiliki password yang sangat panjang dan cukup ribet untuk dieja. Hal ini untuk mengantisipasi pencurian data pengguna steemit atau menguras isi wallet penggunanya. Sementara itu, sebuah percetakan di Aceh harus memasang iklan di koran lokal Serambi Indonesia karena kesalahan penulisan tanggal pada surat undangan menghadiri maulid Pidie Jaya.

Dari paparan di atas jadi jelas, bahwa data memang benar-benar sebagai 'minyak digital' dan sumber daya paling berguna seperti dipaparkan dalam tulisan di media ekonomi terkemuka dunia, The Economist.[]

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Abangku. Kalimat per paragrafnya terlalu panjang. Sebatas saran ya bang.

  1. Usahakan satu paragraf maksimal 5-6 baris.
  2. Paling banyak 15 kata per kalimat.
  3. Kalau bisa. Soal referensi. Bagaikan catatan kaki... abang tambah simbol > kemudian kalimatnya

Terima kasih atas saran dan masukannya, semoga pada tulisan selanjutnya bisa saya terapkan. Thanks

Jadi ingat kalau dalam cerita-cerita silat, menguasai nama lawan tanding berarti juga menguasai kelemahan lawan yang ingin dihadapi. Nama pun ternyata juga bisa jadi data yang penting. Atau dalam film-film kungfu, seseorang belum bisa mati tenang kalau belum bisa mengetahui nama sebenarnya orang yang akan menebas lehernya ketika akan kalah.

Gambar yang terakhir, revolusioner sekali. hahaha.

Gambar yang terakhir sebagai bonus. Foto ini pun banyak ceritanya, ibu itu seorang penjual kacang di Vietnam

Gambarnya bagus bagus ya?

Efek camera360 haha

Data membuat orang jadi gila. Orang aceh sudah lama sperti itu sehingga sampai keluar buku. Bukan sahaja orientalis menulis acheh mooden tapi ada orang pidie yang menulis yang sama ...

Kita hanya menulis tentang orang-orang peu-pungo2 droe

foto di bawah sangat menarik, dengan logo palu arit di bajunya. apakah ini data yang akurat juga @acehpungo. kalau bole saya tau, itu foto di Acehkah? tapi lawan bicara bapak yang berlogo palu arit itu sepertinya di jawa barat ya? postingan dengan gambar menarik hhhhhh...terimakasih pak @acehpungo. sukses untuk anda

Terima kasih sudah mampir. Itu foto di Vietnam, berbicara melalui bahasa isyarat dengan ibu penjual kacang rebus. Di Aceh, tidak berani kita pake baju itu, bisa dituduh PKI haha

Salam persahabatan.
Mari jalin silaturrahmi disteemet ini. Makin banyak kawan hidup pun masih senang