Menulis Cepat Tapi Memikat
Oleh @ayijufridar
CEPAT identik dengan terburu-buru, meski sebenarnya cepat tidak sama dengan buru-buru. Menulis cepat tetap dalam kontrol, menjaga harmonisasi antara pikiran dan kerja tangan. Keduanya harus harus bekerjasama dengan akselerasi spontan (seperti iklan sepeda motor, kan?).
Kebiasaan setiap penulis berbeda, baik menyangkut cara, waktu menulis, bahkan ritme menulis. Ada penulis yang suka menulis tengah malam, di saat suasanya sunyi agar bisa berkonsentrasi sepenuhnya. Tidak terganggu dengan suara kendaraan, televisi, atau suara orang. Dalam sebuah wawancara, penulis peraih penghargaan Nobel Sastra asal Turki, Orhan Pamuk, mengaku lebih nyaman menulis pada malam hari ketika banyak manusia sedang terlelap.
Lain lagi dengan penulis top Jepang, Haruki Murakami, yang lebih senang tidur cepat dan bangun cepat untuk menulis. Setelah menulis ia jogging sebentar, dan pulangnya menulis lagi. Penulis Afro Amerika yang juga pernah meraih Nobel Sastra, Tony Morisson, kabarnya juga lebih senang tidur cepat bangun cepat untuk menulis. Tidur cepat bangun pagi, juga bermanfaat bagi kesehatan.
Sejak remaja, saya terbiasa menulis tengah malam. Ketika kuliah di Politeknik Negeri Lhokseumawe (1993 – 1996) dan harus membiayai kuliah sendiri, tapi sudah terbiasa menulis tengah malam setelah menyelesaikan semua tugas-tugas kuliah. Pada malam Sabtu (besoknya kami tidak kuliah), saya terbiasa menulis setelah shalat Isya sampai shalat Subuh. Setelah itu baru tidur.
Sekarang, saya ingin mengubah kebiasaan untuk menulis subuh, misalnya bangun pukul 03:00 dinihari, kemudian tahajjud dan menulis sampai subuh. Tapi sulit mengubah kebiasaan. Dibutuhkan upaya yang terus-menerus. Ingat, karakter dipupuk dari kebiasaan!
Bagaimana dengan Steemians?
Setiap penulis juga berbeda dalam menyelesaikan sebuah karya, katakanlah sebuah novel yang relatif lebih panjang sehingga membutuhkan waktu lama. Ada penulis membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk riset dan menulis sebuah novel. Kadang, waktu lebih banyak dihabiskan untuk meriset, mengumpulkan data, dan mewawancarai banyak tokoh. Ini berlaku untuk jenis novel sejarah dan novel spesifik mengangkat tema tertentu. Namun, ada juga yang menulis dengan cepat setelah menyelesaikan outline. Satu hari, bisa menyelesaikan satu sampai dua bab dengan rata-rata panjang 10 halaman komputer. Padahal, penulis itu memiliki pekerjaan lain yang juga membutuhkan tenaga, perhatian, dan waktu. Bukan hanya menulis saja sepanjang waktu.
Dalam keseharian, kita kadang banyak membuang waktu untuk kegiatan yang tidak bisa dihindari, misalnya harus mengantre atau terjebak kemacetan, atau harus menunggu dalam waktu relatif lama. Nah, penulis yang mempunyai waktu terbatas, harus membiasakan diri untuk mengoptimalkan waktu, menggunakan waktu untuk kegiatan menulis, atau minimal mematangkan outline atau mengikat ide atau menambah analisa tulisan. Bahkan jika suasana mendukung, bukan tidak mungkin langsung menulis di meski di tempat umum. Dengan kecanggihan teknologi, bukan tak mungkin menulis saat mengantre di bank, misalnya. Awalnya pasti sulit untuk bisa berkonsentrasi di waktu sempat dan di tengah suasana yang tak mendukung. Namun, lama kelamaan akan terbiasa. Karakter itu terbentuk dari kebiasaan yang terus dipupuk sampai berakar, baik atau buruk.
Saya sendiri punya kebiasaan untuk memikirkan tulisan yang sedang digarap saat tidur. Mungkin ini tak dianjurkan karena dikhawatirkan akan mengganggu kenyenyakan tidur. Namun menurut saya, tergantung apa yang kita pikirkan. Dampak yang saya alami kadang sebaliknya, lebih bersemangat atau lebih bahagia menjelang terlelap, meski kadang harus diakui harus mengikat sebuah ide yang datang menjelang tidur di secarik kertas atau di dalam gadget (gawai). Bahkan, pikiran itu terkadang membawa saya ke alam mimpi yang membuat ide untuk menulis kian dahsyat. Imajinasi menjadi unik dan tak terbatas.
Kita memang tidak bisa menulis ketika sedang menyikat gigi, misalnya. Tetapi, ide-ide bisa datang ketika sedang menyikat gigi atau sedang mandi, seperti pengalaman Archimedes yang menemukan teori volume saat berendam di bak kamar mandi. Menulis adalah rangkaian proses panjang yang tak sekadar mengetik di komputer. Proses untuk mendukung kepenulisan, bisa dilakukan kapan saja di mana saja dengan cara apa saja. Semuanya untuk mendukung agar kita bisa menulis dengan cepat.
Untuk bisa menulis cepat, kita harus tahu apa yang hendak ditulis. Minimal, sudah ide di dalam kepala atau lebih baik ada outline-nya. Ini pun tak berlaku bagi semua penulis. Haruki Murakami mengaku tak pernah membuat outline karena outlinenya sudah ada di kepala. Sekali lagi, ini hanya masalah kebiasaan.
Apakah semua orang bisa menulis cepat?
Saya jadi teringat ketika bekerja sebagai jurnalis di sebuah harian di Aceh. Setiap hari, kami harus menulis dengan tenggat yang ketat. Pukul 16.00 WIB, semua berita halaman dalam sudah terkirim. Bukan sekadar terkirim, berita-berita itu sudah kami edit sendiri. Penulis yang baik adalah editor yang baik. Aturan itu juga berlaku bagi wartawan. Buktinya, kami semua bisa mengikuti deadline. Selain berita, kami juga mengirimkan feature yang membutuhkan keterampilan khusus dalam menulis dibandingkan dengan straight news.
Ketika ada sebuah kondisi yang mendesak, kita bisa menulis cepat. Kalau begitu, anggaplah setiap hari ada kondisi mendesak agar bisa menyelesaikan satu hari minimal satu bab. Mencoba di tahap awal mungkin terasa berat, tapi itulah “rasa sakit” yang harus dilewati agar tumbuh menjadi kebiasaan baik dan kemudian karakter menulis yang baik.
Gary Provost (1944 – 1995) dalam buku 100 Ways to Improve Your Writing menyebutkan menulis cepat dalam dilakukan kapan saja dan di mana saja tanpa tekanan dan beban sehingga menjadi pekerjaan menyenangkan. Tidak ada satu cara yang cocok bagi satu penulis. Kita bisa menemukan cara sendiri dengan cara terus menulis (lebih jauh www.garyprovost.com).
AS Laksana dalam buku Creative Writing Tip dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel, menyarankan agar mengabaikan mood agar bisa menulis cepat. Menurutnya, dengan menulis cepat kita menyelamatkan waktu dan mood sekaligus.
Kondisi Trance
Menulis memang kombinasi kerja pikiran dan kerja tangan. Kalau sudah tenggelam dalam tulisan, kata demi kata terkadang keluar secara otomatis dari samudra kata yang luas tak terbatas. Bahkan, kita seperti berada dalam kondisi trance, menulis dengan menggunakan alam bawah sadar. Saya sering mengalaminya. Saat tulisan kelar, tak terasa sudah jam 3 dinihari. Sebuah penelitian menyebutkan, alam bawah sadar bisa menyelesaikan pekerjaan 30 persen lebih cepat dan 30 persen lebih baik dibandingkan dengan alam sadar. Benarkah? Silakan membuktikannya sendiri.
Jangan khawatir kualitas tulisan akan menurun ketika menulis cepat. Kalau sudah selesai, nanti ada waktu untuk membuatnya berkilau dengan editing dan revisi. Murakami membaca kembali tulisannya minimal empat kali sebelum dikirim ke penerbit. Untuk membuat tulisan berkilau, waktu yang digunakan untuk mengedit/merevisi bisa jadi lebih panjang dibandingkan menulis.
Dari sejumlah postingan Steemians Indonesia yang saya baca, sebagian besar tidak mengedit lagi setelah menulis sehingga banyak sekali kesalahan karakter yang mengganggu.Misalnya, mau menulis “ketika” tetapi malah menjadi “ketiak” yang keduanya hanya beda letak satu huruf tetapi memiliki makna yang sangat jauh. Masalah editing, kita juga akan membahasnya lain kali secara lebih mendalam.
Ayo, mulai sekarang menulis dengan cepat! []
Biodata Singkat:
Ayi Jufridar, penulis novel Alon Buluek Gelombang Laut yang Dahsyat (Grasindo, 2005), Kabut Perang (Universal Nikko, 2010), Putroe Neng (Grasindo, 2011), dan 693 KM Jejak Gerilya Sudirman (Noura Books, Januari 2015). Novel Alon Buluek sudah diterjemahkan dalam bahasa Belanda dengan judul Alon Buluek (de Verschrikkelijke Zeegolf).
English:
Quick Writing But Enchanting
By @ayijufridar
QUICK identical to the rush, though in fact fast is not the same as rush. Writing quickly stays in control, keeping harmony between mind and hand work. Both should have to cooperate with spontaneous acceleration (like motorcycle ads, right?).
The habits of each author are different, both regarding the way, the time of writing, even the rhythm of writing. Some writers love to write in the middle of the night, when the sound is quiet to concentrate fully. Not disturbed by the sound of vehicles, television, or people's voices. In an interview, Swedish Nobel Prize-winning writer Orhan Pamuk admits it is more comfortable writing at night when many humans are asleep.
Another with top Japanese writer Haruki Murakami, who likes to sleep fast and get up fast to write. After writing he jogs for a while, and goes home to write again. Afro American writers who also won the Nobel Prize in Literature, Tony Morisson, reportedly also prefer to sleep fast to wake up quickly to write. Sleep wake up early, also beneficial for health.
Since I was a teenager, I used to write midnight. When he attended Lhokseumawe State Polytechnic (1993 - 1996) and had to finance his own lecture, he was used to writing midnight after completing all the lecture duties. On Saturday night (the next day we did not go to college), I used to write after the Isha prayer until dawn prayer. After that just sleep.
Now, I want to change the habit of writing at dawn, for example waking up at 3:00 am, then tahajjud and writing until dawn. But it's hard to change habits. It takes constant effort. Remember, characters are nourished from the habit!
What about the Steemians?
Each writer is also different in completing a work, say a novel that is relatively longer so it takes a long time. Some writers take years to research and write a novel. Sometimes, more time is spent researching, collecting data, and interviewing many characters. This applies to a kind of historical novel and a specific novel raised a particular theme. However, some write quickly after completing the outline. One day, can complete one to two chapters with an average length of 10 pages of computers. In fact, the author has other work that also requires energy, attention, and time. Not just writing all the time.
In everyday life, we sometimes waste time for activities that can not be avoided, such as having to queue or stuck in traffic, or have to wait in a relatively long time. Well, authors who have limited time, must familiarize themselves to optimize the time, use the time for writing activities, or at least rearranging outline or binding ideas or add writing analysis. Even if the atmosphere of support, it is not impossible to write directly in public though. With technological sophistication, it is not impossible to write while waiting in line at the bank, for example. Initially it would be difficult to concentrate on time and in the middle of an unfavorable atmosphere. However, over time will get used. The character is formed from the habit that continues to be nurtured to root, good or bad.
I myself have a habit to think about writing that is being worked on during sleep. Maybe this is not recommended because it is feared will disrupt the sleep. But in my opinion, it depends on what we think. The impact I experienced is sometimes the opposite, more excited or happier before the fall, although sometimes it must be admitted must tie up an idea that comes before sleeping on a piece of paper or in a gadget. In fact, that thought sometimes leads me to the dream world that makes the idea to write more and more awesome. Imagination becomes unique and unlimited.
You can not write while brushing your teeth, for example. However, ideas can come while brushing or bathing, as Archimedes experiences finding volume theory while bathing in a bath tub. Writing is a long process sequence that is not just typing on a computer. The process to support authorship, can be done anytime anywhere in any way. Everything to support so we can write quickly.
To be able to write fast, we must know what to write. At least, already the idea in the head or better there is an outline. This does not apply to all authors either. Haruki Murakami claimed never made outline because outlinenya already in the head. Again, this is just a matter of habit.
Can everyone write fast?
I was reminded of working as a journalist in a daily in Aceh. Every day, we have to write with tight deadlines. At 16:00 pm, all in-page news has been sent. Not just sent, we have edited the news ourselves. Good writers are good editors. The rule also applies to journalists. The proof, we all can follow the deadline. In addition to news, we also send features that require special skills in writing compared to straight news.
When there is an urgent condition, we can write fast. If so, suppose every day there are urgent conditions in order to complete one day at least one chapter. Trying in the early stages may seem heavy, but that is the "pain" that must be passed to grow into a good habit and then a good writing character.
Gary Provost (1944 - 1995) in the book 100 Ways to Improve Your Writing mentions fast writing in anytime and anywhere without pressure and load so it becomes a fun job. There is no one way to fit a single author. We can find our own way by continuing to write (more www.garyprovost.com).
AS Laksana in the book Creative Writing Tips and Strategies for Writing Short Stories and Novels, suggest that ignore the mood in order to write quickly. According to him, with fast writing we save time and mood as well.
Trance Conditions
Writing is indeed a combination of mind work and handwork. When it is submerged in writing, word for word sometimes comes out automatically from the vast ocean of words unlimited. In fact, we like being in a trance condition, writing by using the subconscious. I often experience it. When the writing finished, it was already 3 o'clock in the morning. A study says, the subconscious can complete the work 30 percent faster and 30 percent better than the conscious. Is it true? Please prove it yourself.
Do not worry writing quality will decrease when writing fast. When finished, there will be time to make it shine with editing and revision. Murakami re-reads his writings at least four times before being sent to the publisher. To make the writing shine, the time spent editing / revising may be longer than writing.
From several of postings of Indonesian Steemians that I read, most did not edit again after writing so a lot of character annoying errors. For example, want to write "ketika" (when) but instead become "ketiak" (armpit) which are both only different letters but have a very far. The problem of editing, we will also discuss it next time in more depth.
Let's start writing fast now! []
Short Biography:
Ayi Jufridar, author of the fascinating Alon Buluek Wave (Grasindo, 2005), War Boom (Universal Nikko, 2010), Putroe Neng (Grasindo, 2011), and 693 KM Traces of Gerirya Sudirman (Noura Books, January 2015). Novel Alon Buluek has been translated in Dutch with the title Alon Buluek (de Verschrikkelijke Zeegolf).
Amazing, fery- fery Nice, saya butuh banyak belajar dari senior@ayijufridar
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih, @nauval...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mohon bimbingan dari bang @ayijufridar
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kita saling belajar dan akan terus belajar...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Luar biasa bg.. penyemangat bagi penulis pemula seperti saya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kita saling menyemangati, @husaini.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit