Penulis: Hayatullah Zuboidi
Tujuh dari delapan nama yang terekap dalam selembar kertas berukuran A4 itu sudah kuhubungi satu per satu melalui gawai pribadiku. Tinggal satu nama lagi yang belum terhubung. Sariana, namanya cuma satu suku kata saja. Alamatnya Desa Kute, Kecamatan Terangun, Kabupaten Galo Lues, Provinsi Aceh.
Beberapa kali aku menghubunginya, tidak kunjung tersambung. Maklum saja, sinyal seluler di tempat ia tinggal kurang bagus. Jangankan operator swasta, Telkomsel saja yang empunya pemerintah terkadang hilang tiba-tiba.
Kabupaten Gayo Lues tergolong daerah yang letaknya cukup jauh dari Ibukota Provinsi Aceh. Untuk sampai di wilayah berjulukan Negeri Seribu Bukit itu memembutuh waktu sekitar 13 jam perjalanan darat.
Pada medio September 2020, aku bersama dua rekan kerja melaksanakan tugas verifikasi calon penerima Beasiswa Penuh Satu Keluarga Satu Sarjana (SKSS) Baitul Mal Aceh Tahun 2020. Sariana merupakan salah satu dari sekian nama mahasiswa baru yang direkomendasikan pihak Universitas Syiah Kuala untuk diverifikasi kelayakannya.
Sampai di Blangkejeren, Ibukota Kabupaten Gayo Lues, kami bertanya kepada masyarakat arah menuju alamat Sariana. Jawaban mereka membuat kami kaget. Untuk pergi ke Terangun menghabiskan waktu sekitar dua hingga tiga jam perjalanan lagi. Kecamatan Terangun mengarah ke jalan lintas tembus Kabupaten Aceh Barat Daya. Bukan main, besitku dalam hati.
Meskipun begitu, tak menyurutkan langkah kami selaku amil (petugas pengelolaan zakat) untuk sampai ke rumah Sariana. Apa pun kondisinya, kami harus mendapatkan gambaran kondisi keluarganya untuk menjadi bahan pertimbangan kelayakan menerima beasiswa. Kami melewati jalan curam yang membelah perbukitan. Beberapa kali kami berhadapan dengan jalan putus akibat terjangan banjir dan lonsor.
Selama dalam perjalanan, kami kerap berhenti bertanya kepada masyarakat. Akhirnya kami tiba di rumah calon mustahik (orang yang berhak menerima zakat). Saat kami tiba, Sariana sedang bersama ibunya, Asiah di rumah. Sariana merupakan anak yatim yang paling bungsu dari tiga bersaudara. Almarhum ayahnya mengembus napas terakhir saat ia masih duduk di bangku madrasah sanawiyah kelas III. Ia memiliki seorang abang dan kakak, tetapi keduanya sudah menikah, tidak tinggal lagi bersama mereka.
Di rumah berukuran 5x8 meter itu, ia tinggal bersama ibunya yang sudah berusia 52 tahun. Di satu ruangan tanpa sekat itu, mereka menjadikannya dwi fungsi, sebagai tempat tidur dan dapur. Ibunya cuma mengusai bahasa Gayo. Saat kami mewawancarainya dalam bahasa Indonesia, harus dibantu terjemahkan oleh Sariana.
Keluarga Sariana juga salah satu penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial Republik Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan stiker yang tertempel di dinding rumahnya. Namun bantuan PKH tersebut tidak mencukupi untuk biaya kuliah Sariana ke perguruan tinggi di Banda Aceh.
Selain wawancara, kami juga memeriksa kelengkapan berkas persyaratan, salah satunya rekening listrik. Tujuan memasukkan rekening listrik sebagai salah satu syarat, yaitu untuk memastikan berapa daya listrik yang digunakannya, karena keluarga kurang mampu tidak mungkin menggunakan daya listrik yang tinggi.
Kami meminta rekening bukti pembayaran listrik terakhir untuk melihatnya. Mereka hanya menunjukkan bukti rekening listrik tiga bulan sebelumnya. Pasalnya, sejak tiga bulan terakhir mereka tidak membayar lagi tagihan listrik. Selama masa pandemi Covid-19, keluarganya mendapatkan listrik gratis dari pemerintah sebagai pendukung ketahanan pangan keluarga kurang mampu.
“Biasanya sebulan kami hanya bayar sekitar Rp25.000, kadang-kadang Rp30.000. Pemakaiannya cuma untuk beberapa bola lampu saja sebagai penerang, selebihnya untuk mengisi daya handphone, walau sinyalnya harus mencari tempat yang agak tinggi,” ungkap gadis berkulit sawo matang tersebut.
Dalam hatiku bergumam, keluarga Sariana layak mendapatkan bantuan listrik gratis dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kami pun rekomendasikan nama Sariana layak prioritas mendapatkan Beasiswa Penuh Satu Keluarga Satu Sarjana Baitul Mal Aceh Tahun 2020.
Gratis Sejak April
Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak secara menyeluruh kepada masyarakat. Banyak masyarakat yang terpaksa kehilangan pekerjaan lantaran terbatasnya ruang gerak. Sektor ekonomi masyarakat melesu sejak wabah itu muncul.
Orang kaya saja bisa merasakan dampak buruk dari virus corona, apalagi orang kurang mampu. Untuk meringankan beban masyarakat, pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menanggulanginya. Pemerintah memberikan bantuan lansung tunai (BLT) kepada masyarakat. Begitu pula di sektor energi, melalui PLN, pemerintah menggratiskan dan mendiskonkan daya listrik untuk kalangan masyarakat tertentu.
Subsidi listrik diberikan untuk pelanggan rumah tangga, serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Namun, subsidi tersebut tidak diberikan untuk semua golongan listrik, hanya golongan yang dianggap berhak mendapatkan, yaitu mereka yang berekonomi lemah.
Sejak April 2020 lalu, Pemerintah telah memberikan insentif atau subsidi tarif listrik kepada golongan listrik rumah tangga dengan daya 450 V. Untuk golongan ini, pemerintah menggratiskan seluruh tagihan listrik hingga Desember 2020 mendatang, (Kompas, 2 April 2020).
Selain itu, subsidi listrik juga diberikan kepada golongan rumah tangga dengan daya listrik 900 VA berupa diskon 50 persen. Ada pun rincian pelanggan listrik yang dapat gratis, yaitu R1/450 VA, R1T/450 VA. Sedangkan untuk pelanggan R1/900 VA dan R1T/900 VA diberikan diskon. Selain dari golong yang tersebut di atas tetap dikenakan tarif normal.
Data PLN pada Agustus 2020, jumlah penerima stimulus listik gratis dan diskon di antaranya, untuk listrik gratis diberikan kepada pelanggan 450 Va berjumlah 24,16 juta. Sedangkan diskon 50% diberikan kepada pelanggan 900 VA sebanyak 7,72 juta.
Program Terangi Negeri
Selain program listrik gratis selama pandemi Covid-19, PLN memiliki program yang tak kalah bermanfaat bagi masyarakat, yaitu Program PLN Terangi Negeri. Program ini dikhususkan bagi mereka yang tinggal di daerah 3T, yaitu tertinggal, terdepan, dan terluar. Program ini dilaksanakan mengingat masih banyak masyarakat yang kurang mampu yang belum menikmati penerangan.
Program ber-tagline “Karena Listrik Menyalakan Harapan di Masa Depan”, memberikan diskon biaya penyambungan baru sebesar 50 persen hingga batas waktu 31 Desember 2022. Sebagian besar daerah 3T tersebut merupakan tapal batas Indonesia, lokasinya jauh dari ibukota provinsi dan umumnya kondisi pembangunan infrastruktur di wilayah ini belum merata, sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut terhambat.
Program Terangi Negeri ini merupakan wujud kepedulian PLN untuk pemerataan akses listrik bagi seluruh masyakarat di Indonesia. Dengan pemerataan listrik diharapkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian daerah tersebut akan semakin meningkat. Karenanya, listrik tidak hanya menyalakan alat elektronik di rumah masyarakat, melainkan juga menyalakan harapan di masa depan. Begitu pun Sariana yang bercita-cita menghidupkan harapan masa depan bagi dirinya dan keluarganya kelak. Semoga.[]