Sosok Ulama Kharismtik Aceh Al-Mukarram Tgk. H. Muhammad Amin (Abu TU MIN)

in writing •  7 years ago 

Abu H.Muhammad Amin Blang Bladeh yang akrab dengan panggilan Tumin. beliau salah satu murid Abuya Syeikh Muda Waly Al Khalidy (ulama paling berpengaruh dalam melahirkan Ulama di Aceh) dan beliau satu-satunya murid Abuya Syeikh Muda Waly yang masih tersisa di Aceh dan beliau tercatat sebagai Ulama Aceh yang paling senior dan paling tua yang masih tersisa berusia lebih kurang sekitar 85 tahun. Beliau juga merupakan murid Abu Hasan Krueng Kale (Syaikh Muhammad Hasan al-Aasyie al-Falaki) yang ikut aktif berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.
FB_IMG_1515088814651.jpg
Sehubungan dengan sapaan ini (Tumin) beliau sendiri benar berkelakar, kira-kira begini ucapan beliau, “Ka dumno tuha, hana dihei Tgk (saya sudah tua begini gak dipanggil Tgk)..”. Spontan saja kami yang berada dihadapan beliau tak sanggup menahan tawa yang membuat riuh ruang rumah Beliau.

Dalam berbicara beliau memiliki ciri khas, gaya bicaranya halus tidak blak-blakan dan bijaksana. Walaupun usia sudah sangat tua, tapi waktu beliau berdiri dan berjalan tubuh beliau masih tegak tidak membungkuk, dan tidak perlu memakai tongkat dan semangatnya seakan masih muda.

Beliau merupakan pemimpinnya Ulama Aceh dan ini terbukti ketika ada forum-forum pertemuan Ulama beliau begitu sangat menonjol dan beliau merupakan ulama yang ahli dibidang ilmu Fiqh, khususnya madzhab Syafi’i. Dalam banyak masalah beliau sangat gigih mempertahankan pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i ketika terjadi kontroversi antar sesama Ulama Aceh .
FB_IMG_1513478663093.jpg
Selain ahli dibidang fiqh, beliau juga seorang yang sangat mahir dibidang tauhid, sangat menguasai kitab Syarah Al-Hikam karangan Syaikh ‘Ataillah As-Sakandari, mudah dicerna ketika beliau menerangkan tentang kalam-kalam hikmah yang terkandung dalam kitab tersebut. Beliau juga seorang Ulama ahli Thariqat Al-Haddadiyah.

Beliau merupakan pimpinan dayah (pesantren) Al Madiinatuddiniyah Babussalam, Blangbladeh, Kec.Jeumpa, Kab.Bireuen yang merupakan induk dari beberapa dayah salafiah di Aceh yang sudah mendidik santri sejak zaman Belanda. Awalnya, dayah tersebut didirikan Tgk H Imam Hanafiah pada tahun 1890. Setelah Tgk Imam Hanafiah meninggal, estafet kepemimpinan dayah itu dilanjutkan anaknya Tgk Mahmudsyah.

Sejak Tgk Mahmudyah meninggal hingga sekarang dayah itu dipimpin anaknya yaitu Tgk Muhammad Amin atau yang lebih dikenal dengan Abu Tumin. Abu Tumin adalah cucu Tgk Imam Hanafiah. “Dayah ini adalah dayah salafiah yang terus berupaya melahirkan kader-kader ulama dan berjuang keras agar syariat Islam tidak hanya sebatas wacana,” ujar Abu Tumin menjawab wartawanSerambi Indonesia.
FB_IMG_1512578089868.jpg
Dayah yang berciri khas pengajian ilmu fiqih, tauhid, dan tafsir dalam rentang waktu yang sudah mencapai 121 tahun mendidik generasi muda, dayah itu sudah dikenal luas dan telah ada belasan dayah lain yang merupakan cabang dari dayah tersebut.
Dayah yang berada di kompleks Masjid Blang Bladeh itu, memiliki beberapa bangunan bertingkat selain tempat penginapan santri dan balai pengajian. Bahkan, dayah itu dibangun pada dua lokasi terpisah, yaitu satu untuk putra yang disebut Al Madiinatuddiniyah Babussalam Putra yang ada di Desa Kuala Jeumpa, dan satu lagi Babussalam Putri yang berada di Blang Bladeh. Sebagai orang yang dianggap sebagai tokoh ulama Aceh dan Bireuen, Abu Tumin selain memimpin dayah itu secara terjadwal dirumah beliau untuk guru-guru yang mengajar mulai dari hari Senin-Kamis, beliau juga memimpin pengajian di rumahnya selepas shalat jum’at untuk kaum ibu-ibu yang berdatangan sesak penuh kerumah beliau dan setiap bulan diundang untuk memimpin pengajian akbar yang diikuti oleh Ulama dan Umara di Kampung Beusa Seubrang, Peureulak, Aceh Timur dan ditempat-tempat lain.

Pada akhir/awal nama dayah-dayah di Aceh, ada tiga sebutan populer yang disandingkan bergandengan namanya yaitu Madinatuddiniyah adalah bagian dari Al Madinatuddiniyah Babussalam Bireuen, Darusaa’adah adalah cabang dari Darussaa’adah Teupin Raya (Pidie), dan Al-Aziziyah adalah cabang dayah Mudi Mesra Samalanga Bireuen. “Tiga sebutan itu masing-masing memiliki ciri khas tersendiri,” ujar Abu Tumin.
Kita doakan beliau agar selalu sehat, sanggup membina dan mendidik umat ke jalan kebenaran yang ber'tiqad Ahlussunnah Waljama'ah. Aamiin..

-****-*****************-------*****---*********
Abu Tumin-H. M. Amin Mahmud
Abu Muhammad Amin h. Blang Bladeh Tumin calls who is familiar with. He was one of the Young disciples of Sheikh Abuya Waly Al Khalidy (the most influential cleric in the bore of the scholars in Aceh) and he was the only pupil of Sheikh Abuya Muda Waly remain in Aceh and he was noted as a Scholar of Aceh's most senior and most remaining old age more or less about 85 years. He was also a disciple of Abu Hasan Krueng Kale (Shaykh Muhammad Hasan al-Aasyie al-Falaki) who actively fought to uphold the independence of the Republic of Indonesia.

In connection with this greeting (Tumin) he himself actually joked about this speech, "Ka dumno Teungku dihei, hana represents (I'm old so and not called Teungku.).". Spontaneous course us before he could not bear to hold my laughter that makes a noisy House.

In speaking he has a characteristic smooth style of speech, not outspoken and wise. Although age was very old, but when he stood up and the body he still walked upright is not bent, and not have to wear a stick and her enthusiasm as young.

He is a Scholar of Aceh and its people is evident when there are forums of meetings of scholars, he is so very prominent and he is an expert in the field of science scholars of Fiqh, particularly the view of Al-Shaafa'i. In a lot of trouble he's very persistent maintain strong opinions in view of Al-Shaafa'i when there is controversy between fellow Clerics in Aceh.

In addition to experts in fiqh, he was also a very proficient in the field of unity, championed the book Sharh Al-Hikam bouquet of Shaykh ' Ataillah As-Sakandari, easy to digest when he describes the kalam kalam-the wisdom contained in the book such. He was also a scholar of expert Thariqat Al-Haddadiyah.

He was Chairman of Al dayah (boarding school) Madiinatuddiniyah Babussalam, Blangbladeh, excl. M. Champaca, Kab. Bireuen they stem which is from some dayah salafiah in Aceh who have been educating students since the days of Netherlands. Initially, the zawiya was founded Hanafiah Teungku H Priest in 1890. After the priest's death, Hanafiah Teungku relay leadership dayah was resumed his son Teungku Mahmudsyah.

Since the Teungku Mahmudyah died today, her son headed dayah i.e. Teungku Muhammad Amin or better known as Abu Tumin. Abu Tumin was the grandson of Imam Teungku Hanafiah. "This is a Zawiya dayah salafiah who continue to strive to bring forth kader-kader of scholars and fight hard so that Islamic jurisprudence is not only limited to the discourse," said Abu Tumin answered wartawanSerambi Indonesia.

Dayah, a characteristic study of the science of Fiqh, tawheed, and tafseer in the span of time has reached 121 years of educating the younger generation, dayah was already widely known and there have been a dozen other zawiya is a branch of the zawiya.
Zawiya Mosque complex that was in the Blang Bladeh has several-story buildings in addition to the residence halls and student instruction. In fact, it's built on two dayah location separately, i.e. one for the son who was called Al Madiinatuddiniyah Babussalam Son in the village of Kuala M. Champaca, Babussalam and another Daughter who were in the Blang Bladeh. As a person who is considered a leading figure of the ulama in Aceh and Bireuen they besides Tumin, Abu dayah's scheduled lead at home to teachers who teach beginning from Monday to Thursday, he also led the study in his house after Friday prayers for the Moms who arrive full tightness home and every month he was invited to lead major investigations followed by scholars and Umara Beusa in Kampung Seubrang, Peureulak, East Aceh and other ditempat-tempat.

In the late/early name dayah-dayah Aceh, there are three popular appellation that juxtaposed the name i.e. Madinatuddiniyah hand in is part of the Al Madinatuddiniyah Babussalam, Bireuen they Darusaa'adah is a branch of Darussaa'adah Teupin Raya (Pidie), and Al-Aziziyah is the branch of dayah Mudi Samalanga Bireuen they Lovey-dovey. "Three designations that each has its own characteristics," said Abu Tumin.
We pray for him to always be healthy, able to nurture and educate the people to the streets of Ahlussunnah Waljama'ah ber'tiqad truth. Aamiin..

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
https://www.facebook.com/YPIDarulFalahCalokGiri/