#Cara Menulis Buku (II)

in writingskill •  7 years ago  (edited)

Cara Menulis Buku (II)

Setelah terbit di jurnal Al-Jami’ah dan beberapa jurnal lainnya di Pulau Jawa, saya terus menulis beberapa buku. Namun, oleh Prof. Minhaji selalu mengatakan bahwa saya sama sekali belum hebat di dalam kepenulisan. Dia mengatakan bahwa seorang peneliti dia harus mampu menulis buku, mengedit buku, menerjemahkan buku, menulis hasil penelitian lapangan, dan mereview buku. Inilah tugas saya sejak tahun 1999. Bersama kawan saya, Abdullah Masrur (Direktur Ar-Ruzz Media di Yogyakarta) kami mengedit buku Mencari Islam yang diterbitkan oleh Tiara Wacana. Dalam buku tersebut berisi tentang berbagai pendekatan dalam studi Islam. Setelah buku tersebut terbit, saya kemudian menerjemahkan tesis Prof. M. Hasbi Amiruddin yang berasal dari tesisnya di McGill University. Hasil terjemahan tersebut diterbitkan oleh salah satu penerbit di Aceh. Adapun tugas menulis dari hasil penelitian saya mulai pada tahun 2004 ketika menulis tentang Pelaksanaan Hukum Islam di Aceh dan Kelantan, yang belakangan diterbitkan oleh salah satu penerbit di Bangkok.
Pengelaman menulis hasil penelitian lapangan juga saya praktikkan saat menyelesaikan tesis master di Universiti Malaya. Saat itu, tesis saya tentang Islam Politik di Era Reformasi. Saya kemudian belajar wawancara dengan tokoh-tokoh dan aktifis-aktifis politik. Belajar meringkas isi ceramah tokoh di kampus-kampus. Salah satu tren di Yogya ketika itu adalah mahasiswa sangat antusias untuk mengikuti seminar, baik lokal maupun nasional. Terkadang jika tidak sempat hadir, karib biasanya akan minta dibawa pulang makalah atau apapun dari hasil seminar. Kamar kost selalu penuh dengan koran, buku-buku yang berserakan, dan berbagai catatan untuk bahan menulis Demikianlah cara bekerja di dalam menulis penelitian lapangan, sebagaimaan diamanahkan oleh guru saya.
Selain Prof. Minhaji, saya sempat beberapa hasil belajar kepada Prof. Atho Mudzhar. Beliau adalah Rektor IAIN Sunan Kalijaga. Saya sering diundang ke rumahnya untuk berdiskusi tentang berbagai hal. Kalau ada buku baru yang Prof. Atho bawa pulang, selalu disempatkan untuk dipinjamkan kepada saya untuk dikopikan. Kemudahan lainnya adalah istri Prof. Atho juga seorang pustakawan yang selalu membantu saya kalau mencari bahan-bahan di perpustakaan pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga. Prof. Athor selalu mengajak berdiskusi tentang isu-isu kekinian. Pernah begitu pulang dari rumah dinas beliau, saya hampir tumbang, karena ilmu yang beliau sampaikan terlalu berat untuk ukuran murid seperti saya. Ketika S-3 saya baru paham apa yang beliau sampaikan adalah hal-hal yang mendasar dalam teori sosiologi.
Prof. Atho juga kadang mencari saya melalui ajudannya untuk dipanggil ke ruangannya. Biasanya beliau juga memberikan jurnal-jurnal terbaru yang dikirimkan oleh pengelola jurnal dari luar negeri. Dari sini kemudian saya berlangganan jurnal Studia Islamika yang sekarang sudah terindeks Scopus. Dari memburu buku, saya lantas memburu jurnal-jurnal ilmiah yang saat itu masih sangat langka, terlebih lagi jurna dari luar negeri. Atas jasa Prof. Atho saya diberikan kemudahan untuk memfoto kopi jurnal terkemuka dari luar negeri seperti Islamic Law and Society dan Islamic Studies. Kendati bahasa Inggris terbata-bata, namun tetap saya baca jurnal-jurnal tersebut. Salah satu keuntungan membaca jurnal adalah kita mengetahui tren-tren perkembangan ilmu pengetahuan. Kebiasaan membaca jurnal ilmiah ini sampai sekarang masih dipraktikkan. Akhirnya, dalam data base saya jumlah jurnal yang saya koleksi baik soft kopi maupun hard kopi mencapai ribuan judul. Inilah yang memudahkan saya untuk mengikuti trend perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keilmuan saya yaitu Islamic Studies.
Prof. Amin Abdullah juga sangat berjasa di dalam memberikan input-input secara filosofis. Staf beliau sangat hapal akan sosok saya yang selalu minta bertemu dengan Prof. Amin di ruangannya sebagai Pembantu Rektor I (sekarang istilahnya diganti menjadi Wakil Rektor). Buku Prof. Amin saya koleksi seperti Studi Agama dan Falsafah Kalam. Sebagai mahasiswa Fakultas Syariah, buku-buku Prof. Amin cocok untuk mahasiswa di Fakultas Ushuluddin. Akan tetapi, dua buku tersebut membuka horizon berpikir saya sebagai peneliti pemula. Terlebih lagi, gaya kepenulisan saya adalah perbandingan. Karena saya memang lulus dari jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum. Kami dilatih untuk memperbandingkan pemikiran. Karena itu, buku Prof. Amin sangat membantu.
Jadi, proses belajar menulis pada saat S-1 bukanlah pekerjaan yang mudah dan cepat. Proses belajar menulis ini terus menerus saya lalu hingga sekarang. Banyak yang bertanya kapan waktu saya menulis. Ketika belum bekeluarga, jadwal menulis saya adalah pagi hari, siang hari, dan sore hari. Setiap selang waktu tersebut saya luangkan waktu untuk tidur. Aktifitas menulis ini termasuk di dalamnya membaca buku-buku baru yang ada di dalam kamar kost. Membaca adalah syarat utama di dalam menulis buku. Tanpa membaca dan bacaan yang luas, agak sulit menulis buku, terlebih lagi jika buku-buku yang menyita perhatian dan pemikiran yang mendalam. Karena itu, kebiasaan membaca menjadi begitu penting bagi siapapun yang ingin terjun ke dunia kepenulisan atau penelitian.
Ketika ke rumah para guru besar yang menjadi guru saya saat itu, hampir selalu diperlihatkan perpustakaan mereka yang cukup aduhai. Dari itu tidak ingin rasanya keluar dari ruang perpustakaan mereka. Bahkan di Yogya, saya selalu menghubungkan tiga titik keberadaan saya yaitu: kos, kampus, dan perpustakaan. Kalau lagi ada uang lebih, saya ke toko buku di sekitar kampus atau ke pusat penjualan buku di kota Gudeg. Inilah yang kemudian yang menginspirasi saya untuk memiliki perpustakaan pribadi yang lengkap. Walaupun saat itu masih mahasiswa S-1. Setiap bertandang ke kos kawan-kawan, kami selalu melirik ke rak buku. Terkadang obrolan entah kemana-mana, namun di tangan selalu melirik buku. Beda dengan zaman sekarang, obrolan entah kemana-mana, namun mata selalu melirik android. Semakin banyak buku di kamar kos semakin menunjukkan kualitas intelektual seseorang.
Ada tiga senior saya yang juga ikut memberikan pengaruh dalam menghormati buku. Mereka adalah Kanda Kemal Fasya, Kanda Danial, dan Kanda Ahmad Fauzan. Kalau pergi ke kos mereka, malas rasanya ingin keluar. Karena mereka memiliki berbagai koleksi buku yang untuk ukuran zaman tersebut sangat luar biasa. Saya sering dibiarkan untuk memegang buku-buku mereka. Bahkan Kanda Kemal membolehkan saya meminjam buku-bukunya. Kanda Danial selalu mendiskusikan berbagai isu filsafat. Kanda Ahmad Fausan sebagai seniman ulung saat itu, memiliki berbagai buku sastra di kamar kosnya. Mereka tinggal di Sanggar Kelapa, dimana beberapa warga kosnya sekarang sudah menjadi tokoh di tempat asal mereka masing-masing.
Kehadiran senior yang selalu menginpirasi sangatlah perlu. Senior yang memberikan stimulus diskusi. Senior yang mampu mengarahkan kita pada jalan yang meniti masa depan. Senior yang memberikan contoh yang baik bagi junior mereka. Beruntung saya memiliki senior seperti Kemal Fasya, Danial, dan Ahmad Fauzan.

Bersambung..

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

It's really narrative, Pak KBA.. I have to learn much from you. :)

Congratulations! This post has been upvoted from the communal account, @minnowsupport, by duniapantun from the Minnow Support Project. It's a witness project run by aggroed, ausbitbank, teamsteem, theprophet0, someguy123, neoxian, followbtcnews, and netuoso. The goal is to help Steemit grow by supporting Minnows. Please find us at the Peace, Abundance, and Liberty Network (PALnet) Discord Channel. It's a completely public and open space to all members of the Steemit community who voluntarily choose to be there.

If you would like to delegate to the Minnow Support Project you can do so by clicking on the following links: 50SP, 100SP, 250SP, 500SP, 1000SP, 5000SP.
Be sure to leave at least 50SP undelegated on your account.