Pasi Ujong Kalak, Pagi itu dengan semangat mereka (para pejuang) digoda.
Kata-kata penuh makna itu masih saja melukiskan sejarah
"Semengoh tajiep kuphie di Meulaboh, atawa lon mate syahid,"
Ibarat sumpah, ungkapan itu memaknai tragedi 1899 di kota yang kau sebut Meulaboh
10 Februari 1899, Keude Lhok Bubon menjadi saksi awal
mulanya nyawamu disusun merenggut untuk kau hantarkan kepada sang kuasa
Kala pagi itu kau urungkan niat mu merebut Kota Meulaboh
Mungkin saja usai sudah harapan negeri ini
Gugurmu adalah pertanda, bahwa cicipan kemerdekaan pada masa itu sangat dekat.
Meskipun jantung mu tertembus dengan mimis yang ditaburi pengkhianatan.
Usai itu seolah olah Bumi ini berduka
Tak putus, jasad tanpa ruh itu tetap berjuang menghadapi gentingnya situasi
Negeri ini semakin buruk dan kacau oleh tangan mereka
Gugur mu menuai kesedihan hingga tumpahan air mata
Seumpama nada dalam melodi
Alunan kata mu dan kebijaksanaan mu hasilkan para pejuang loyalitas tak terhingga.
Jasad mu terus berlari dan bersembunyi
Hari dan Bulan bersama pemangkumu yang setia
Meski sudah jasad itu terbujur kaku
Kaki Kaki mereka tetap tegar berlari
Sebab tubuh tak berdaya itu jangan diambil para tangan durjana.
Tempat demi tempat disinggahi
Hujan dan petir sudah menjadi teman bagi mereka
Terus dan terus menyelamatkan jasad itu
Yang memberikan sepercik harapan dan semangat kemerdekaan
Tubuh itu kini sudah beristrahat di Glee Mugoe Rayek
Tanah Aceh telah menerima mu dengan bangga
Gugurmu adalah kesedihan kemerdekaan
Teuku Umar, Kau Menang dan kau itu memang pahlawan
Gelar sarjana tak kau punya seperti para generasi Mu
Namun era perjuangan mu ialah totalitas tertinggi
Mengenangmu laksana aku hidup pada masa itu
Meski kini engkau telah kembali ke bumi yang tandus.
Menggenang Teuku Umar