Gadis Aceh - hampir - semua mengenakan jilbab? Benar. Sejak syariat Islam diterapkan di Aceh, maka aturan ini berlaku jelas dalam Qanun. Meski jika dilihat dari pandangan Islam telah tertuang dalam al-Quran surat al-Ahzab ayat 59 dan surat maupun ayat lainnya. Aceh menjadi 'literasi' daerah Islami dengan beragam aturan main yang ada di sini. Jilbab yang semula tidak menjadi keharusan lantas telah menjadi kewajiban. Mungkin - ada di antara wanita Aceh - yang masih memakai jilbab karena takut terkena hukuman - denda, teguran dan lain-lain. Namun mayoritas wanita Aceh saat ini mengenakan jilbab karena mereka tahu kewajibannya sebagai seorang muslimah!
Gadis Aceh di antara jilbab dan syariat, bagaikan buah simalakama. Tentu, poin ini untuk mereka yang telah saya sebutkan di golongan pertama tadi. Di mana dalam keseharian belum menjadikan jilbab sebagai 'tameng' dari marabahaya yang mengintai. Mereka hanya menggunakan jilbab tatkala berinteraksi di luar rumah semata. Namun di lingkungan sendiri belum - dalam rumah - belum selayaknya menggunakan jilbab seperti anjuran di alam al-Quran. Namun ada pula mereka yang mematuhi aturan dengan mengunakan jilbab meski keluar dari pintu rumah sekadar membeli gula di kedai depan gang sempit itu.
Perkara jilbab sebenarnya adalah urusan pribadi masing-masing. Namun karena Aceh telah menerapkan hukum yang ketat maka kaum wanita harus menggenakannya. Gadis Aceh saat ini dari berbagai pandangan tidak lagi dipandang sebagai generasi galau karena menutup kepala. Bahkan, sebagian dari mereka berani untuk tidak ikuti arus perubahan zaman karena wajib melepas jilbab. Gadis Aceh yang berbaur dalam keseharian di negeri ini, meski tidak seperti kaidah menggunakan jilbab dalam aturan baku Islam, tetapi tidak akan menanggalkan jilbab meskipun mereka sedang dalam perjalanan ke luar Aceh.
Entah benar entah anggapan semakin, barangkali ada gadis Aceh yang di sini selalu begitu - menutup membuka jilbab - lantas karena aturan tidak ada merelakan kain itu tak menjamah rambutnya kala di luar Aceh. Inilah yang kemudian disayangkan. Selain aturan dalam Islam; #jilbab sebagai identitas muslimah jilbab bisa saya sebutkan identitas gadis #aceh itu sendiri.
Identitas adalah pembeda di mana tak hanya bermata biru, wajah kearab-araban, rahang gagah dan wajar sedikit kasar, tetapi juga identitas dari gadis Aceh adalah berjilbab - terlepas taat atau tidaknya dirinya dalam Islam. Saat berada di luar Aceh, mereka harus berjuang mati-matian untuk tetap menutup kepala. Bukan lantaran karena karir menanjak, untuk mendapatkan sesuatu, mereka harus melupakan identitas dirinya.
Ilustrasi - okezone.com
Memang, perkara ini tidak mudah. Jilbab dan #syariatislam di Aceh selalu memiliki pandangan berbeda-beda. Dalam aturan baku jelas sekali ini berada di garis terdepan. Dalam aturan lainnya, bisa segala rupa diubah untuk mendapatkan kebahagiaan. Waktu yang kemudian mengubah pandangan ini. Gadis Aceh dan jilbab di negeri syariat ini akan terus menjadi pekerjaan rumah sepanjang masa. Tak mudah mengubah kebiasaan, dan tidak mudah pula mengubah pandangan orang lain!