Dear Steemian's
Sudah seharusnya, suatu peraturan (undang-undang) dalam penerapannya, tidak pilih kasih. Siapa pun dia? anak siapakah dia? sebangsawan apa pun dia? setinggi apa pun jabatannya? Jika ia telah melanggar sutau peraturan, maka hukuman adalah jalan keluarnya.
It should be, a rule (law) in its implementation should be applied fairly. Who is she? Whose kid is he? What is his noble? as high as any position? If he has broken the rules, then punishment is the solution.
Hanya saja, pada kenyataannya penarapan suatu hukum tidak secantik apa yang telah dikertaskan (ditulis). Sehingga, telah lahir satu ungkapan “Hukum yang diterapkan itu (Indonesia), runcingnya ke bawah, tapi ke atasnya tumpul”. Tentu saja, ungkapan ini ada, karena telah ada praktiknya. Dimana suatu penarapan hukuman ketika itu yang melanggar adalah orang-orang ternama, anak petinggi, atau orang petinggi, kerab sekali hukum itu menjadi lemah. Tidak sebaliknya, ia menjadi kuat dan runcing ketika yang membuat pelanggaran itu orang-orang jelata (kasar ya!!!), maksudnya orang-orang yang tidak memiliki jabatan.
However, in reality the expectation of a law is not in line with what has been written. Thus, there has been born a phrase "The applied law (Indonesia), pointed downward, but blunted upon it". Of course, this phrase exists, because there is already practice. Where a penalty when punishment is a state official or a child of an official. often the law becomes weak. On the contrary, it becomes strong and pointed when it is the people who make the offense, meaning the people who do not have a position.
Ada yang berpendapat karena Undang-Undang itu sendiri yang bermasalah. Kurang lebih maksudnya, peraturan yang ada memberikan ruang untuk berdebat (delik hukum), sehingga bagi orang yang mampu membeli ruang debat itu, maka ringan atau bahkan hilang hukuman baginya. Tapi bagi mereka yang tidak mampu membeli ruang debat tersebut, maka ya begitulah.
Some argue that the rules themselves are problematic. More or less, the rules provide room for debate (legal deliberation). Thus, for people who can afford to buy legal offense, it is light or even missing the punishment for him. But for those who can not afford the legal offense, they will be punished.
Namun demikian, tinta emas tidak pernah diam, dia akan mencatat orang-orang yang melakukan kebaikan di atas permukaan bumi ini, atau sebaliknya untuk dijadikan pelajaran di masa mendatang. Seperti yang telah ia catat dalam peradaban Kejaraan Aceh, dimana seseorang yang telah membuat suatu produk hukum (tertulis) dan ia menjalankannya sebagaimana hukum itu telah ditulis.
Nevertheless, the gold ink is never silent, he will record the people who do good on the surface of this earth, or vice versa to be a lesson in the future. As he has noted in the civilization of the Aceh Genre, where a person who has made a legal product (written) and he runs it as the law has been written.
Siapa Dia???
Ia adalah Sultan Iskandar Muda, ini bukan persoalan primodial, dan saya sendiri sangat percaya bahwa pernah ada dan akan selalu ada, orang-orang seperti Iskandar Muda ini di daerah atau belahan dunia lain. Sekali lagi, ini bukan primodial, tetapi bagian dari mengungkapkan fakta sejarah. Dimana menjelang berakhirnya abad ke-16, masa keemasa Kerajaan Aceh mulai bersinar di tangan Iskandar Muda. Banyak hal yang dilakukannya, sehingga pada masanya Kerajaan Aceh menjadi masyhur kelas dunia. Dia telah melakukan pengembangan baik itu di bidang pendidikan, agama, ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Who is he????
He is the Sultan of Iskandar Muda, this is not a primodial matter, and I myself strongly believe that there has ever been and will always be, people like Iskandar Muda in the region or other parts of the world. Again, this is not primodial, but part of it reveals historical facts. Where before the end of the 16th century, the period of the Kingdom of Aceh began to shine in the hands of Iskandar Muda. Many things he did, so that in his time the Kingdom of Aceh became world-famous masyhur. He has done well in education, religion, economics, politics, law and so on.
Sultan Iskandar Muda, dalam kitab Bustanul Salatin (karya Nuruddin ar-Raniry) dijelaskan, bahwa ia raja yang sangat fokus dalam pengembangan agama Islam, dan sangat menganjurkan rakyatnya agar melaksanakan ajaran Islam dengan sempurna dan sunguh-sungguh
Lebih lanjut dapat dibaca di sini. Dan salah satu faktu yang dicatat tinta emas adalah peristiwa yang menggentarkan dan mengharukan sekaligus menjadi pembuktian akan fokusnya ia pada penerapan syariat Islam adalah
Ia mengeksekusi mati (hukuman mati) anaknya sendiri, yaitu Meurah Pupok, sesuai dari hasil vonis pengadilan.
Sultan Iskandar Muda, in the book of Bustanul Salatin (Author: Nuruddin ar-Raniry) explained that he is a very focused king in the development of Islam, and strongly encourages his people to implement the teachings of Islam perfectly and sunguh really
More can be read in here. And one of the times recorded in gold ink is a disturbing and moving event as well as a proof of his focus on the application of Islamic law is
He executes death (death penalty) his own son Meurah Pupok, in accordance with the verdict of the court.
Iya, ia membiarkan anaknya dijatuhkan hukuman mati, dan semua pembesar saat itu tidak ada yang berani membantah keputusannya, meskipun ia sempat dibujuk untuk mempertimbangkan apa yang akan dia lakukan. Tetap Sultan Iskanda Muda dengan tegas mengatakan bahwa ”Apabila tidak ada seorang pun yang mau melakukan hukuman bagi Meurah Pupok, maka saya sendiri yang akan melakukannya. Karena ia tela melanggar hukum dan adat negera ini".
Peristiwa inilah yang kemudian menjadi pelajaran penting bagi rakyat Aceh, sehingga muncul ungkapan: Matẻe aneuk na jeurat, Matẻe adat pat tamita
.
"Mati anak jelas kita tahu dimana kuburannya, Tetapi hilang adat (hukum) ke mana hendak kita cari".
Yeah, he allowed his son to be sentenced to death, and all the rulers of the time no one dared to deny his decision, even though he was persuaded to consider what he would do. Still Sultan Iskanda Young insisted that "If no one wants to punish Meurah Pupok, then I will do it myself. Because he has violated the laws and customs of this country."
This event became an important lesson for the people of Aceh, so the phrase appears:
"The dead child obviously we know where the grave, But lost the custom/tradition (law), where is to find that custom"
Jika Anda ingin mengungkapkan suatu hal tentang "Tidak ada Tawar-Menawar dalam Penegakan Hukum: Tinta Emas".
Maka, di bawah ini Idioms atau Ungkapan:
If you want to use an (idiom & expressions) to reveal or expression about "No Bargain in Law Enforcement: Gold Ink".
So, here is an Idioms or Expressions:
LANGUAGE | Textual of ACEH IDIOMS & EXPRESSIONS |
ACEH | Matẻe aneuk na jeurat, Matẻe adat pat tamita. |
INDONESIA | Mati anak jelas kuburannya, Hilang adat (hukum) ke mana hendak kita cari |
ENGLISH | The dead child obviously we know where the grave, But lost the custom/tradition (law), where is to find that custom. |
Source-Image: 1 - 2 - 3
May be Useful
hahahaa bereh tat pak doktor
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Menyoe ka neu teken lee dro neuh Pak @azwarrangkuti ka bereh berarti. Hehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit