Foto: Kompasiana.com
Jika masyarakat Jepang memiliki olahraga tradisional bernama Sumo, maka masyarakat Aceh khususnya Pidie juga memiliki olahraga tradisional, yaitu Geudeu- Geudeu.
Geudeu-geudeu merupakan sebuah olahraga yang dilakukan oleh masyarakat Pidie untuk mengisi waktu senggang saat musim luwah blang (jeda dari panen padi). Konon, dulu geudeu-geudeu dijadikan sebagai ajang latihan ketangkasan atau simulasi para prajurit kerajaan sebelum pergi ke medan perang.
Olahraga ini dimainkan di tempat yang agak lapang dan biasanya terbuat dari jerami. Tujuannya dibuat dari jerami untuk mencegah cedera para petarungnya, karena jerami dapat difungsikan sebagai matras.
Sama halnya dengan olahraga lain, olahraga geudeu-geudeu terdiri dari dua tim, yang dalam permainannya diwakili beberapa petarung. Petarung pihak pertama atau penantang berjumlah 1 orang disebut ureueng tueng, sedangkan pihak petarung yang ditantang/menyerang yang jumlahnya 2 orang disebut ureueng pok.
Untuk kelancaran berlangsungnya olahraga ini dipimpin oleh beberapa orang wasit yang disebut ureung seumeugla. Wasit biasanya mantan petarung geudeu-geudeu yang dianggap profesional, tangguh dan kuat diarena.
Dalam proses permainannya, dilakukan dua babak atau ronde. Ronde pertama, penantang (ureung tueng) ketika diserang akan memukul atau menghempaskan dua penyerangnya (ureung pok). Sedangkan pada babak kedua, posisi penantang (ureung tueng) berganti menjadi penyerang, sedang penyerang yang dua orang tadi (ureung pok) beralih menjadi ureung tueng.
Karena olahraga ini dikatagorikan sebagai olahraga keras, maka setiap petarung dituntut untuk memiliki fisik yang kuat (tidak punya riwayat penyakit) dan juga mental yang matang (tidak cepat emosi). Begitu juga dengan wasit, mesti orang yang kuat dan tangguh, sebab kalau wasit lengah maka bisa berbuntut pada kecelakaan petarung, yang bahkan bisa saja berujung pada kematian.
Foto: Acehlamhaba
Bagi para pemuda, khususnya Pidie, mengikuti olahraga geudeu-geudeu menjadi semacam ajang unjuk diri, bahwa dia (pemuda-red) adalah pejantan tangguh yang layak dijadikan suami atau menantu. Apalagi dari sekian banyak para penonton ada gadis yang dipuja-pujinya. Atau setidaknya (yang berstatus bujangan) masuk ke arena olahraga geudeu-geudeu menjadi ajang pertunjukkan darinya untuk mendapat lirikan dari gadis-gadis kampung yang cantik nan molek itu.
Tapi sayang, dewasa ini atau pasca tsunami Aceh tepatnya, kita tidak pernah melihat lagi olahraga geudeu-geudeu. Bahkan, generasi Aceh sekarang lebih tahu dan paham olahraga milik daerah lain yang entah berantah itu dibandingkan dengan Geudeu-geudeu.
Padahal Geudeu-geudeu merupakan salah satu budaya masyarakat Aceh yang mesti dijaga dan dilestarikan. Dan bukan sebuah hal mustahil, jika kita mau menjaga Geudeu-geudeu tersebut maka image tentang Aceh menjadi lebih khas lagi.
Foto: Gapuranews.com
Logikanya, ketika masyarakat luar Aceh berbicara tentang olahraga tradisional mereka akan mengingat Geudeu-geudeu, ketika mereka mengingat Geudeu-geudeu mereka akan mengingat Aceh. Layaknya ketika kita membicarakan Sumo, langsung ingatan kita menuju Jepang, bukan ke Amerika, Somalia, atau Papua. Nyan ban!
Minggu, 04 Februari 2018 || @emsyawall
Coba saja kalau Geude geude di ekstrakulikulerkan di Sukma Bangsa :v
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Patut di coba ini hahah
Seingat saya, waktu kecil (masih SD) kami pernah dibuat lomba geudeu-geudeu tingkat desa, petarungnya anak kecil. Seru sekali. Bahkan tingkat pertengkaran sesama kawan SD pun menurun, soalnya sudah ada tempat "pleh bren" di lomba geudeu-geudeu. Nyanban 😁
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Dewasa ini, bukan hanya permainan Geudeu-geudeue yang sudah mulai tidak diminati lagi. Banyak permainan lainya juga. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita untuk membumikan kembali permainan yang sudah hilang itu. Terimakasih @emsyawall informasinya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Betul sekali itu @lingkartinta. Saya pikir step awalnya, bisa melalui publikasi-publikasinya dulu, semisal dalam bentuk tulisan, kemudian membuat semacam turnamen geudeu-geudeu. Disini pemerintah perlu berkonstribusi banyak, karena geudeu-geudeu sudah jauh ditinggalkan oleh generasi sekarang.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
mantap tgk syawal.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ya, terimakasih @teukumirza. Adanya media iji ya untuk berbagi hehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit