Sejak Januari 2018, Simeulue di banjiri hasil panen cengkeh yang melimpah, yang terdapat di sepuluh kecamatan di simeulue. Komodoti unggulan pulau ini setip kali musim panen memiliki jumlah banyak, yang di ekspor ke pulau Jawa dan Sumatera.
Foto by Khairunnas
Setiap musim panen di simeulue menjadi kesempatan emas bagi pemilik modal. Untuk menjadi penampung (tengkulak). Para toke ini berasal dari Medan, Meulaboh dan Padang. Yang mempercayai sepenunhya kepada penampung (tengkulak) yang ada di simeulue.
Penampung dan tengkulak di simeulue dengan mudah mencarinya, mengingat cengkeh di simeulue sangat mudah di dapatkan di saat musim panen berlangsung. Baik dalam jumlah besar maupun sedikit, tergantung kesiapan modal para toke.
Sebagai penampung, mereka cukup jeli memainkan harga di lapangan. Toke yang langsung belusukan ke pelosok-pelosok desa di simeulue menetapkan harga cengkeh yang berbeda-beda. Misalnya di Kecamatan Alafan harga per kg 86.000-90.000, di Kecamatan Salang 90.000-93.000 berbeda lagi di Kecamatan Simeulue Tengah 92.000-94.000 sedangkan kota Sinabang mencapai 93.000-96.000.
Liarnya ketetapan harga cengkeh di simeulue, cukup merugikan petani. Seharusnya sesama penampung (tengkulak) di simeulue perlu suatu ketetapan harga yang sama. Para penampung juga harus mempertimbangkan para petani cengkeh tersebut. Sehingga petani cengkeh simeulue tidak selalu merasa di rugikan.
Untuk menekan harga komoditi unggulan simeulue ini, di perlukan pengawasan dan perhatian pemerintah dalam menetapkan harga. Agar tidak mengalami stagnan di setiap musim panen berlangsung di simeulue.
Baca juga : https://steemit.com/simeulue/@hasanaceh/melawan-lupa-tanaman-dolar-simeulue-7e06cf08b6c8a