Dua Belas etnis bahkan lebih di Aceh merupakan modal besar bagi identitas Aceh sebagai daerah yang memiliki kekayaan akan budaya, hal ini tidak pernah di sadari oleh kita, bahwa dengan kebubudayaan, Aceh dapat lebih baik dan lebih di kenal dunia, di segani dunia dan dengan kebudayaan pula, kekuatan sosial kemasyarakatan kita akan tumbuh dengan berbagai norma, karakteristik, toleran dan kekuatan spirit kedaerahan yang kuat untuk membangun Aceh ke depan.
Selama kita mengenal otonomi khusus sektor kebudayaan tidak lebih hanya sebagai penopang pamor Aceh, baik di mata nasional maupun di mata dunia, kebudayaan asli kita bahkan tergerus oleh kepentingan-kepentingan politik, ekonomi dan kebijakan-kebijakan baru. Bahkan kita sibuk mengurusi persoalan-persoalan yang instan. Ini yang dikatakan budaya kekinian yang menghampiri kita. Antara kebudayaan dan budaya kini saling membunuh, dan kebudayaan (kultur) mampu di kalahkan oleh budaya (kebiasaan) yang sedang kita lahap hari ini.
Kebudayaan yang dulunya salah satu pilar istimewanya Aceh di mata dunia malah semakin di sepelekan dan hanya berguna pada saat ada acara seremonial, lomba atau festival, sementara budaya hari ini yang kita anut bukanlah sebagai hakikat kultural yang kita miliki sejak lama, karena budaya hari ini adalah budaya liar yang kita adopsi berdasarkan kepentingan-kepentingan. Maka kehilangan kebudayaan (kultur) akan mengakibatkan kerugian besar bagi suatu bangsa efeknya akan menghilangkan segala norma yang kita miliki sebagai orang Aceh.
Dengan tidak diberikannya ruang kebudayaan untuk maju dan berkembang maka Aceh tidak lagi dikenal sebagai daerah yang istimewa, padahal dengan daerah otonomi khusus yang kita dapatkan selama ini, sektor kebudayaan hendaknya menjadi penyejuk, pendidik norma, ahlak yang di warisi setiap suku yang ada di Aceh pada generasinya yang mampu memberikan identitas yang jelas bagi manusianya. Orang Aceh memiliki budaya santun dan taat beriibadah, juga selalu memiliki morality yang di warisi dari setiap keluarga, sehingga dimanapun dia berada, nilai-nilai norma dan moralnya sangat terlihat jelas dari keseharian orang Aceh tersebut, meski di luar Aceh.
Anda bisa lihat daerah pegunungan atau Gayo, dengan kedahsyatan kebudaayaannya, yang kini kebudayaan tersebut di naungi oleh 4 kabupaten, anda bisa lihat pesisir Aceh baik pantai barat, pantai timur dan selatan dengan kekuatan dan kedahsyatan kebudayaannya, dan anda juga sering menikmati pelbagai kebudayaan yang berasal dari kepulauan Aceh yang sangat unik dan menarik.
Mereka semua tidak lagi kebersamaan dalam satu kawasan yang bernama Aceh, mereka kini terisolir menurut suku-suku mereka dan mereka semakin lama semakin meredup dan tidak bisa berbuat banyak lantaran pemerintahnya tidak benar-benar mengelola aset terdahsyat secara bijak.
Dasar sebuah konflik dalam masyarakat adalah di kesampingkannya kebudayaan yang di miliki satu suku sehingga membangkitkan budaya baru dari suku tersebut untuk melawan. Dan ini terjadi pada kita selama ini, kebudayaan yang dilupakan seperti api dalam sekam yang siap membakar. Dulu kita malu untuk mencuri, dulu kita malu untuk berbuat yang tidak pantas, dulu kita adalah generasi yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat, agama dan santun apalagi terhadap orang yang lebih tua, kini semua tergerus entah kemana.
Ke depan, kita harus bangkitkan lagi 3 pilar keistimewaan itu ( Agama, Pendidikan dan kebudayaan), jika kita mau merenungi, kebudayaan dapat mendatangkan banyak incom untuk Aceh, kebudayaan juga berfungsi mempererat talisilaturrahmi dan memperkuat basis kedaerah di dalam ranah yang bernama Aceh.
Aceh harus memiliki kebudayaan yang kuat ke depan agar identitas Aceh kembali bersinar, dengan kebudayaan kita bergerak memperbaiki segala sistem dan kinerja terutama membangun manusianya agar lebih trampil dan memiliki motivasi, beraklakul karimah dan tahan terhadap berbagai cobaan yang menghadang. Sebab kebudayaan merupakan pondasi orang Aceh.
Ada dua belas Etnik/suku yang harus kita bangun, kita jaga, kita kembangkan daya hidupnya demi Aceh masa depan yaitu : Suku Aceh, Suku Gayo, Suku Aneuk Jamee, Suku Alas, Suku Haloban, Suku Kluet, Suku lekon, Suku Singkil, Suku Sigulai, Suku Devayan, Suku Batak Pakpak, Suku Tamiang, kesemua suku ini harus menjadi kekuatan Aceh di masa yang akan datang dan menjadi soko guru berbagai nilai yang di anut kebudayaannya. Dan inilah Aceh, ketika kita kembali pada kebudayaan, maka budaya yang kita ciptakan sekarang akan merunut langsung pada nilai-nilai yang terkandung pada kebudayaan kita tersebut, dan sudah pasti tidak ada tempat bagi budaya liar yang kini banyak bertebaran di langit Aceh, yang selama ini menyelubungi kita serta menghantui generasi kita agar kita saling berseberangan satu sama lain. Padahal kita adalah satu yaitu Aceh.
Setidaknya ke depan seluruh suku yang ada di Aceh dijadikan penguat pondasi kemajuan Aceh, seluruh pelaku budaya, seniman dan seluruh produk budaya hendaknya di beri tempat tanpa kecuali, pemerintah harus turun membantu menumbuh kembangkan semua kebudayaan yang ada di Aceh, tidak hanya fisiknya semata namun harus mengadopsi berbagai nilai kultural, petuah, dan berbagai hakikat adat istiadat yang berlaku di Aceh dan bila perlu guna semakin kuatnya sosial kemasyarakatan kita, berbagai individu yang berjasa membangun Aceh di beri gelar adat, agar menjadi pemicu munculnya patriotic membangun daerah agar semakin maju.
Demikian pula, seluruh kesenian, hasil karsa dan karya seniman dan budayawan Aceh akan kita fasilitasi agar pengembangan dan pelestariannya mampu hadir di seluruh dunia
Mengutip pidato bapak Yusuf Kalla pada hari Puisi nasional: “Negara Republik Indonesia berhutang budi pada penyair”
Hal ini membuktikan pembangunan negara ini harus melibatkan para seniman dan budayawan dan merekalah yang mampu mengangkat kultur kita agar pemerintahan berjalan dengan baik dan memiliki nilai-nilai normatif sehingga selamat sampai tujuan. Seniman juga berperan sebagai katalisator pembangunan seperti Ulama dan Guru maka itu Aceh harus kita bangkitkan melaui Agama, kebudayaan dan Pendidikan, kita harus fokus untuk ini ke depan.
Ditulis: Rahmad Sanjaya
Untuk kebutuhan kampanye PILGUB 2017