Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali. [Foto: Istimewa]
BANDA ACEH – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh mengatakan pihaknya tidak terlibat dan dilibatkan dalam penyusunan Peraturan Gubernur Aceh Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Acara Hukum Jinayat, sebagai landasan hukum pelaksanaan hukuman cambuk dilakukan di lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Seharusnya musyawarah dahulu, disampaikan apa maksud dan tujuannya. Belum tentu yang dibuat itu tidak bagus, tetapi dimusawarahkan dahulu,” kata Wakil Ketua MPU Aceh, Faisal Ali yang akrab disapa Lem Faisal, Jumat (13/4/2018), melalui selularnya.
Sejauh ini, kata Lem Faisal, belum ada musyawarah yang dilakukan Pemerintah Aceh maupun Dinas Syariat Islam dengan MPU Aceh terkait penerapan hukum cambuk di Lapas itu.
“Dinas Syariat Islam harus menjelaskan siapa tokoh-tokoh yang katanya sudah duduk (musyawarah) itu. Saya dengar ada juga orang-orang kampus yang sudah dimusyawarahkan, tetapi tidak disebutkan nama” ujarnya.
“Kalau pun memang ada dari MPU, itu siapa? sebutkan namanya, jangan lembar bola akhirnya menjelekkan nama orang lain,” tambahnya.
MPU Aceh, kata Lem Faisal, memang pernah disampaikan terkait wacana cambuk di lapas, dalam pertemuan dengan gubernur Aceh beberapa waktu lalu. Namu Faisal menegaskan, pertemuan dan undangan itu tidak menyangkut persoalan hukuman cambuk di lapas.
“Undangannya yang dihadiri beberapa pimpinan MPU itu soal lain, cuma ada disampaikan soal rencana itu. Tetapi untuk pertimbangan tidak ada dimintakan kepada MPU. Seharusnya ada permintaan pertimbangan ke MPU dan kami memberikan pertimbangan secara tertulis,” ujarnya. “Kalau dalam penyusunan pergub itu, MPU Aceh tidak terlibat,” tambahnya.
Ketika ditanyai bagaimana pelaksanaan hukuman yang seharusnya, Lem Faisal mengatakan pelaksanaan hukuman cambuk bagi pelanggar syariat islam itu harus dilakukan seperti yang biasa dilaksanakan selama ini di depan orang ramai.
“Selama ini kan tidak ada reaksi apapun. Koen hana diteumetak ureung lawet nyoe, aman-aman mantoeng (kan tidak ada orang dibacok selama ini, aman-aman saja),” kata Lem Faisal.
“Hana but bek mita but, lee that but gubernur yang laen yang harus dipuebut, bek mita but yang koen-koen (Tidak ada masalah, jangan cari masalah. Masih banyak pekerjaan lain yang harus dilakukan gubernur. Jangan cari masalah yang tidak-tidak),” tambahnya.
Sementara itu terkait pelaksanaan hukuman cambuk di lapas gubernur mengatakan itu merupakan tempat terbuka, di mana hanya pelaksanaanya saja dilakukan di lapas dengan alasan agar tidak menjadi hiburan dan tontonan anak-anak, Lem Faisal mengatakan untun megatasai itu, bisa dilakukan dengan cara lain yang lebih baik, seperti tidak bawa anak kecil dalam proses cambuk.
“Pelaksanaannya boleh di mana saja, mau di stadion, lapangan bola, atau lainnya. Tetapi yang menjadi persoalan sekarang, seharusnya sebelum penetapan pergub itu dilakukan sosialiasi terlebih dahulu. Tidak seperti ini, tiba-tiba ada pergub, sehingga menjadi heboh,” ujarnya.
Apapun yang ingin dilakukan, Lem Faisal mengatakan, baik mengubah regulasi atau menetapkan aturan lainnya yang menyangkut persoalan syariat Islam, seharusnya dilakukan komunikasi dan bermusyawarah bersama para ulama serta berbagai pihak lainnya di Aceh.
“Jadi, jika pemangku kepentingan di Aceh semua dilibatkan, maka semua akan dapat bertanggungjawab dengan apa yang dilakukan dan diputuskan, tidak seperti ini,” ujarnya.
“Belum tentu yang dilakukan itu tidak bagus, tetapi lebih baik dilakukan komunikasi dan musyawarah terlebih dahulu, serta sosialisasi ke masyarakat, sebelum aturan itu diterbitkan,” tambahnya.