Sepertinya kekalutan selama ini mengenai asal usul urang gayo telah menemui titik terang dengan ditemukannya fosil yang berada di ceruk Mendale, kampung Mendale, Kecamatan Kebayakan. Tempat ini tidak jauh dari salah satu destinasi wisata negeri di atas awan ini. ini berarti sebagai kuatnya pernyataan bahwa manusia pada saat itu tidak dapat hidup jauh dengan sumber air. Sebagai salah satu suku yang berada di daerah provinsi Aceh saat ini, gayo merupakan suku dengan penduduk kedua terbanyak di tanah Rencong ini. saya ingat ketika masih SMP dulu ada yang bertanya kepada guru IPS saya “suku manakah yang menduduki duluan tanah rencong ini dahulunya?”. Namun jawaban yang diberikan masih ragu-ragu. Akhirnya pada saat ini pertanyaan tersebut terjawab sudah.
Gayo yang tergolong dari beberapa kabupaten diantaranya Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues. Secara region Gayo memang berada di Aceh. Tetapi, Gayo sendiri memiliki Budaya tersendiri yang berbeda dari suku Aceh dan suku lainnya yang berada di region yang sama. Dengan derah yang dikelilingi banyak pegunungan dan kekayaan alam dan tanah yang sangat subur yang melimpah tak layak rasanya sebagai manusia kita tidak memanfaatkannya. Yang diunggulkan dari daerah ini salah satunya adalah Kupi Gayo. Yang membawa nama Gayo hingga keluar negeri. Harum aromanya hingga mampu membius bangsa eropa menjajah indonesia.
Aceh Tengah dan Bener Meriah yang merupakan daerah produktif penghasil kopi. Jenis-jenis kopi yang di budidayakan adalah Arabika dan Robusta. Namun saat ini yang di galakan lebih kepada jenis arabika karena kondisi alam Gayo yang mulai memanas karena terjadinya pembangunan yang signifikan dan mengakibatkan banyaknya lahan pertanian yang menjadi areal pemukiman masyarakat Gayo. Daerah ini tak hanya di tempati Urang Gayo saja namun juga ada suku-suku lain seperti Batak, Aceh, Padang, Jawa yang sekarang ini banyak menduduki daerah Batu Lintang, dan sebagian lagi menyebar di beberapa daerah. Dan ada juga china. Karena memiliki basic sebagai petani urang gayo kurang menguasai perdagangan. Maka tak heran jika berjalan seputaran pusat kota takengen penjualnya adalah orang Aceh dan Padang. Sayangnya pada saat ini tak banyak lagi urang Gayo yang menduduki pusat kota. Hal ini sebab faktor dijualnya tanah-tanah mereka yang berada di seputaran kota pada saat itu, karena tergiur harga jual yang mahal. Saya ingat ketika tahun 2000 daerah simpang opat yang menjadi alur laju kendaraan yang terpusat disana banyak diduduki oleh urang gayo itu sendiri. Dengan struktur bangunan yang terbuat dari kayu yang lazimnya berwarna putih yang disebut umah bobong lime yang berjajar sepanjang jalan kini telah tergantikan dengan bagunan beton yang dominasi diduduki oleh pendatang.
Tak hanya di segi pembagunan, keterbukaan menerima suku pendatang juga membawa Gayo khususnya takengen pada memudarnya bahasa ibu yang seharusnya dilestarikan oleh generasi-generasi sekarang ini. dalam hal ini dapat dilihat dari sekolah-sekolah yang dulunya memiliki mata pelajaran muatan lokal yang mempelajari bahasa dan kebudayaan suku gayo sendiri kini telah tiada. Bahasa ibu masih di terapkan pada _urang gayo_yang berada di padalaman saja. Ketika seorang anak yang berada di sekolahan mengguanakan bahasa gayo maka dianggap kampungan. Rata-rata sekolah di kota takengen sendiri didominasi pendatang.
Seharusnya hal ini menimbulkan kekhawatiran Urang Gayo itu sendiri terhadap keberlangsungan konservasi budayanya. Namun semakin hari semakin kronis, disebabkan para generasi yang menyelewengkan arti kemel (malu). Kemel berbahasa Gayo ketika berada di kalangan suku lain. Seharusnya mereka sadar bahwa itu merupakan identitas.
Sepertinya pengaruh globalisasi tak terbendung lagi di daerah ini, egaliterianisme yang berlebihan justru menjerumuskan diri pada lubang kehancuran dan pemusnahan buadaya asli. Sikap yang kurang peduli satu sama lain, mengedepankan egoisme membuat urang gayo semakin terhapus dari peradaban. Hal ini dapat dilihat pada saat orang di pusat antusias demo agar BBM tidak di naikkan pada beberapa tahun kebelakangan ini. Seluruh negeri menyorakan suaranya tapi beda halnya dengan urang Gayo tak ada aksi sedikitpun.
Kepergian beberu bebujang gayo merantau ke luar daerah juga memberi dampak negatif terhadap keberlangsungan bahasa ibu urang Gayo. Salah satunya adalah terletak pada masalah dialek yang di ucapkan mulai hilang, dan dengan mudahnya digantikan menjadi dialek suku lain. Contohnya ada seorang perempuan yang asli urang gayo yang merantau ke Medan, hanya sekitar setengah tahun saja disana ketika pulang ke takengen dia mulai menggunakan dialek batak, padahal itu hanya hitungan bulan dia menghilangkan identitasnya sebagai urang gayo. Ini saya amati ketika mengikuti acra reunian kawan SMA. Sangat di sayang kan bukan.
Telepas dari hal itu mungkin permasalahan yang satu ini tak hanya terjadi di Gayo saja, yaitu krisis moral generasinya karena faktor modernisasi yang tak terfilter dengan baik. Pada saat saya berumuran 4 tahun pola pengajian untuk anak masih dijalankan dengan baik. Pergi sore hari kerumah pak tengku dan pulang kerumah masing-masing setelah subuh. Mersah-mersah (menasah) sering dijadikan sebagai tempat pertunjukan seni seperti adanya rebana, memperingati maulid nabi dan acara sakral lainnya. Namun sekarang ini para orang tua lebih memilih memasukan anaknya mengaji pada pengajian-pengajian modern. Sehingga timbullah pola keegoisan pada tiap individu anaknya.
Terlebih-lebih lagi saat sekarang ini sedang digalakan program pariwisata. Segala unsur masyarakat berdatangan ke Gayo untuk melihat alamnya. Untuk Takengen sendiri mendapat gelar Negeri di atas Awan. Tempat-tempat yang belum tereksplor kini dengan mudah terekspos keluar berkat teknologi jaman sekarang. Yang menjadi penikmat ini kebanyakan adalah generasi muda itu sendiri. Banyaknya wisatawan asing membuat mereka mudah meniru style atau gaya bicara mereka dengan mudah tanpa pertimbangan bahwa urang gayo sendiri memiliki identitas.
Bagusss ne..saya upvote ya....
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
bagusssss ...dan menarikkk
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mantap dk ,enti lupe i fllbck dk
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Maju dan Jayalah Gayo ku
follow KK boh
i Will Bappily vote and follow back you
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Nice 😊👍
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mantap. Tulisan yang bagus
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit