Apa yang ada dalam pikiran anda ketika mendengar kata beautiful? Kebanyakan orang tentu akan membayangkan sesuatu yang cantik, indah, layak dikagumi dan menarik hati. Itu juga yang terlintas dalam benak saya ketika membaca kata beautiful. Ada sebuah serial drama Jepang berjudul Beautiful Life yang populer pada tahun 2000-an. Membaca judulnya saja saya sudah mempunyai ekspektasi bahwa drama tersebut akan mengisahkan mengenai keindahan hidup di dunia.
Tokoh utama pria dalam drama ini bernama Shuji. Dia berasal dari keluarga yang secara turun-temurun menjadi dokter. Sebagai anak sulung, Shuji juga diharapkan menjadi dokter, namun ia meninggalkan studi kedokterannya dan memilih menjadi hairstylist. Sementara tokoh utama wanitanya, Kyoko, adalah seorang pustakawan yang mengidap penyakit yang menyebabkan kakinya lumpuh. Penyakit itu juga membuat usia harapan hidup Kyoko tidak akan panjang.
Ketika diperhadapkan dengan latar belakang kedua tokoh utama dalam drama tersebut, secara spontan terlintas skenario dalam benak saya. Oh, mungkin setelah Shuji bertemu dengan Kyoko, dia akan termotivasi untuk kembali mendalami ilmu kedokteran supaya bisa menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit Kyoko. Kemudian Kyoko sembuh, menikah dengan Shuji and they’ll live happily ever after layaknya kisah-kisah Disney. Dengan demikian drama tersebut akan berakhir dengan happy ending yang sesuai dengan judulnya: Beautiful Life.
Itu skenario yang ada dalam pikiran saya. Namun ternyata pemikiran saya berbeda dengan pemikiran sutradara aslinya. Shuji tetap menjadi hairstylist, penyakit Kyoko tetap tidak terobati dan akhirnya Kyoko meninggal dalam usia muda. Apanya yang beautiful? Apanya yang Life? Toh tokoh utama wanitanya die nggak live. Bagaimana bisa beautiful kalau begitu? Koq endingnya sad?
Di masa-masa akhir hidup Kyoko, ia pernah berdialog mengenai kehidupan. Kyoko mengatakan dunia yang dipandangnya melalui ketinggian 1 meter (karena dia lumpuh, nggak bisa berdiri cuma bisa duduk di kursi roda) itu sangat indah. Penyakit dan segala kekurangan yang dimilikinya tidak lantas membuat Kyoko merasa kehidupan ini menyedihkan. Ia justru bisa menemukan banyak keindahan dalam hidupnya. Salah satunya melalui kehadiran orang-orang di sekitarnya yang mengasihinya. Bagi Kyoko panjang atau pendeknya kehidupan di dunia ini tidak ada bedanya. Yang penting adalah bagaimana seseorang mengisi hidup yang singkat itu dengan kebahagiaan.
Film tersebut mengingatkan saya bahwa definisi tentang apa yang beautiful menurut saya bisa saja salah. Pemahaman manusia begitu terbatas sehingga hanya bisa memahami keindahan sebagai realitas yang sepintas. Ukuran keindahan didasarkan pada apa yang kelihatan. Sementara apa yang dapat manusia lihat pun terbatas.
Sebagai manusia kita merindukan keindahan. Namun seringkali yang kita jumpai ketika hidup di dunia ini adalah kekacauan: peperangan, kejahatan, sakit-penyakit, bencana alam dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut membuat kita sulit menemukan keindahan dalam kehidupan. Kekacauan yang terjadi terkadang membuat orang beriman pun mulai mempertanyakan apa yang sedang Tuhan kerjakan. Namun bagaimana pun manusia berusaha, tetap saja tidak akan dapat memahami pikiran Sang Pencipta. Dalam keadaan demikian alih-alih menjadi putus asa dan kecewa, lebih baik tetap belajar percaya dan menaruh pengharapan pada Allah yang Mahakuasa.
Sekalipun tampaknya Tuhan mengijinkan terjadinya kekacauan, tapi juga ada keindahan yang sesungguhnya Tuhan telah siapkan. Dia adalah The Good and Beautiful God. Dan tentunya keindahan yang Tuhan rancangkan jauh melebihi apa yang manusia dapat bayangkan. Bagian kita adalah menjalani hidup yang Tuhan karuniakan dengan bertanggungjawab. Biar pandemi yang kita alami menjadi waktu untuk berefleksi dan kembali mendekatkan diri pada Pribadi yang Ilahi. Walaupun yang kita saksikan saat ini adalah kekacauan bukan keindahan, tapi tetaplah percayakan hidupmu pada Sang Empunya kehidupan. Pada waktunya kita akan menikmati keindahan yang utuh bukan hanya di kesementaraan melainkan juga dalam kekekalan.
Through all of this chaos, God is writing a symphony.
Yet God has made everything beautiful for its own time. He has planted eternity in the human heart, but even so, people cannot see the whole scope of God’s work from beginning to end.
Ecclesiastes 3:11 (NLT)