Kali ini ada yang berbeda dari Bidik Puisi yang saya ampu karena lama vakum dan saya coba memulihkan konsentrasi penuh guna memantik stamina agar #bidikpuisi bisa berjalan istiqamah dan rubrik kali ini memilih karya steemian @rokhani, steemian pemilik reputasi (46) rupanya pandai membaca situasi dan juga kreatif mengolah era teknologi, *jika yang populer adalah mulutmu harimaumu maka @rokhani banting setir dan menamai wacananya yang dibalut dalam puisi jempolmu setajam pedang, berikut link puisi yang dipilih dalam rubrik #bidikpuisi yang saya ampu, *https://steemit.com/poetry/@rokhani/jempolmu-setajam-pedanh-78e7dedaf3fec
Dalam bait pertama, @rokhani seakan ingin membuka lembaran ingatsn kita sebagai pembaca puisi ini tentang suatu yang penting yang kerap kita dengar maka @rokhani menulis Masih ingat nasihat orang tua kita/Jangan mudah melepas kata/Menjaga mulut seperti menjaga harimaumu/Bisa menerkam orang lain dan dirimu//
Sejenak bila kita baca berulang tampaknya @rokhani ingin memastikan bahwa yang diwacanakan bukan hal yang baru ianya sudah menjadi tradisi dan mendarah daging.
Bait kedua, @rokhani mencecar kita dengan sudut pandangnya seakan tak ingin memberikan kita kesempatan bernafas. Sejenak tampak arogan. Namun jika kita renungi kembali dapat kita maklumi sebab @rokhani telah melakukan teknik bernasehat dalam kebaikan, Sekali lidah berucap tak bisa ia tarik kembali/Laksana ludah yang mungkin kita jilat lagi/Jati diri kita akan terlihat dari ucapan/Bisa jadi cermin diri dalam berkelakuan// Intinya @rokhani menginginkan dirinya dan diri kita selaku pembaca bahwa masa lampau yang lebih bahaya adalah mulut sedang zaman now yang paling bahaya adalah tarian jari.
Akibat yang bisa terjadi bila kita tidak bisa menjaga mulut, @rokhani mengungkapkan kepada kita, Ucapan menyakitkan dari rumor dan fitnah/Akan melukai hati sampai meradang dan bernanah/Sekali luka tergores akan sulit tersembuhkan/Membuat hubungan rusak dan berantakan//
Setelah menyajikan wacana masa lampau, kini @rokhani menyorot permasalahan kekinian dan @rokhani menulis, Tapi kini bukan hanya lidah yang tajam/Jempolmu bisa menusuk dan menghujam/Dengan tulisan dan gambar di gawai yang kau kirimkan/Menyakiti saudara dan juga teman-teman//
@rokhani semakin mempertegas pandangannya dengan penuh bara api semangat, @rokhani lalu menulis, Sekali posting hoak dan ujaran kebencian/Dapat mengadu domba dan menghancurkan/Menebas manisnya pertemanan dan persaudaraan/Hingga luluh lantak semua hubungan//
@rokhani sudah kehilangan kendali dan sudah tak bisa tawar menawar dengan laku zaman niw yang begitu memprihatinkan, @rokhani mengungkapkannya, Jempolmu kini bisa setajam pedang/Kalau pedang hanya membunuh satu dua orang/Jenpolmu bisa membuat banyak nyawa melayang/Bahkan bisa memicu terjadinya perang//
Ada perbedaan yang begitu mencolok antara zaman old dan zamsn now dalam menandai carut-marut yakni zaman old yang dipandangan sangat bahaya adalah mulut sedang zaman now adalah jempol, paling tidak ini yang sedang diwacanakan @rokhani pada kita.
@rokhani mengungkap yang marak terjadi dan akibat yang ditumpakan, @rokhani menulis, **
Dimana-mana ada fitan dan hoak/Merampas kemerdekaan dan hak/Hanya demi kepuasan diri/Bahkan hanya sekadar cari sensasi//**
Kini @rokhani lebih intens mengutarakan kegelisahan lalu @rokhani menulis Tak sadar akan bahaya yang mengancam/Seperti intaian binatang buas yang akan menerkam/Seperti pedang yang ditebaskan membabi buta/Tak lihat arah dan sasaran berada// di puncak gelisah @rokhani masih bisa mengolah emosi dan berbagi tips keluar dari carut marut, Jagalah jempol dan lidahmu/Agar selamat dari neraka dan hidupmu/Berpikirlah dengan jernih sebelum bertindak/Ambil keputusan dengan bijak//
Kekhawatiran yang begitu puncak sangat menggelisahkan hati @rokhani dan agar kita terlepas dari wasangka dan saling memulung airmata @rokhani menulis Tahan diri dari berolah raga jempolmu/Kalau hanya menyakiti kawanmu/Itu lebih baik dari pada menebar aib dan kebencian/Yang akan menjadi sebab kehancuran//
Kekhawatiran bukan dipelihara tetapi ditaklukkan dan diselesaikan maka @rokhani pun mengakhir wacana yang diusung dengan menulis bait penutup, Berujar dan berposting yang sehat/Agar memberi hikmat dan manfaat/Mengingatkan dan saling berbagi/Bertambah ilmu dan menyambung silaturahmi//
Membaca puisi yang ditulis @rokhani saya menemukan intisari bahwa ketika makna pesan yang lebih dikedepankan diksi yang terang benderang bisa dipilih namun resiko yang diterimanya puisi yang lahir layaknya khutbah, kita dicecar dengan pandangan seakan hanya punya satu pilihan yakni mendengarkan.
sumber foto : @rokhani
Madura, 10 Agustus 2018
@fathuramien31
Paling tidak dalam menulis puisi ada situasi yang dihadapi tiap penyair yakni
Mengedepankan makna pesan dan mengabaikan keindahan diksi, biasanya tipe ini bisa langsung dimengerti dalam sekali baca, terkadang terkesan sebagai seorang yang sedang ceramah dan menjadikan pembaca pendengar setia.
Lebih mengedepankan keindahan bahasa dan masa bodoh dengan amanat yang dikandung dalam puisi yang ditulisnya, bagi penyair tipe ini bisa bahagia jika karyanya dimuat media. Selama rasa bathin penyair sudah dirasa mantap maka penilaian dari orang lain adalah prioritas utama.
Mampu mengkombinasikan antara makna pesan, keindahan bahasa sehingga karya penyair dalam kategori ini banyak diminati.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Satu sisi puisi ini ingin menepikan angkara dan sisi lain puisi ini terkesan mirip ceramah atau semacam orasi. Secara amanat pesan tersanpaikan.Namun di sisi lain bisa juga memberikan efek jenuh untuk membaca berulang dan saya menyadari tak semua pembaca sepebdapat dengan saya karena semakin banyak perbedaan pandangan akan semakin menperkaya pengetahuan yang pada akhirnya menjadi bahan buat kita bisa menimbang secara bijak
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit