Menikmati buku The Geography of Genius karya Eric Weiner di awal tahun baru 2018 merupakan langkah yang tepat, setidaknya bagi saya.
Dalam bukunya, Eric Weiner berkeliling dari Athena di masa lalu hingga ke Silicon Valley di zaman now untuk menceritakan kejeniusan peradaban dari hasil kreativitas manusianya.
Bagi saya yang tinggal di Aceh, membaca buku ini layaknya mengikuti ritme kreativitas yang mereka lalukan. Dan, setuju dengan Weiner, kreativitas itu menular.
Weiner di awal buku menyebutkan kisah Sir Francis Galton, seorang ilmuwan asal Inggris yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Dari pengalaman hidupnya, Galton menyebutkan faktor kreativitas dikatakan jenius ditentukan oleh 3 hal yaitu baru, mengejutkan dan bermanfaat.
Dari situ, Weiner kemudian mengajak saya traveling ke beberapa wilayah yang terkenal dengan kreativitas manusianya di mulai dari Athena, Hangzhou, Florence, Edinburgh, Kolkata, Wina dan Silicon Valley.
Dari ketujuh wilayah tersebut, saya sepakat dengan kutipan dari Aristoteles yang juga dimuat di buku itu bahwa tidak ada seorang yang jenius tanpa sebuah pemikiran yang gila.
Maka, sayapun mulai melakukan sesuatu yang gila. Selemah-lemahnya kegilaan adalah konsisten dalam membaca.
Kabi pinjam siat keneuk baca beuabeh mantap that sang asoe buku nyan
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ka bereh nyan @whyerror. Tinggai cok di rumoh.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit